Advertorial

Anak-anak di Suriah Kedinginan dan Membeku hingga Tewas, Dihujani Bom, dan 'Tidak Ada yang Peduli,' Ayah Korban: 'Saya Hanya Ingin Anak-anak Saya Merasa Hangat'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

'Saya hanya ingin anak-anak saya merasa hangat. Saya tidak ingin kehilangan mereka karena kedinginan.'
'Saya hanya ingin anak-anak saya merasa hangat. Saya tidak ingin kehilangan mereka karena kedinginan.'

Intisari-Online.com - Bayinya tidak bergerak, tubuhnya menjadi panas lalu mendingin.

Sang ayah lalu membawanya ke rumah sakit dengan berjalan kaki.

Hal itu dilakukannya karena dia tak menemukan mobil, namun semua sudah terlambat.

Pada usianya yang baru menginjak 18 bulan, Iman Leila sudah membeku sampai mati.

Baca Juga: Demi Bongkar Isi Otak Gadis ABG Pembunuh Bocah 5 Tahun, Polisi Isolasi dan Undang 10 Dokter Spesialis Khusus, Lantas Bagaimana Hasilnya?

Dalam cangkang beton setengah jadi, keluarga Leila telah menghabiskan tiga minggu bertahan pada suhu malam hari yang dingin, yang suhunya tak pernah lebih dari 20 derajat celcius.

"Saya menginginkan kehangatan," kata ayah Iman, Ahmad Yassin Leila sebagaimana dilansir Daily Watchng, Kamis (5/3/2020).

"Saya hanya ingin anak-anak saya merasa hangat. Saya tidak ingin kehilangan mereka karena kedinginan."

Baca Juga: Tak Terima Ditilang, Seorang Pria di Riau Tantang Polisi Duel dan Keluarkan Senjata Tajam, Tapi Justru Berakhir Kehilangan Nyawanya Sendiri

"Saya tidak ingin apa-apa kecuali rumah dengan jendela yang dapat melindungi dari dingin serta angin."

Diketahui sebelumnya bahwa pemberontakan Suriah dimulai hampir tepat sembilan tahun yang lalu.

Serangan pemerintah Suriah terhadap provinsi yang dikuasai pemberontak telah menciptakan salah satu darurat kemanusiaan terburuk dari perang sembilan tahun yang brutal.

Baca Juga: Kabar Baik dari China: Bulan Depan Vaksin Virus Corona Bisa Digunakan untuk Situasi Darurat

Hampir satu juta warga Suriah melarikan diri ke perbatasan dengan Turki selama tiga bulan terakhir.

Banyak dari mereka yang tinggal di tenda darurat atau bahkan di tempat terbuka.

Sekarang, di tengah salah satu darurat kemanusiaan terburuk dari perang, beberapa dari mereka yang meneriakkan kebebasan dan martabat pada tahun 2011 hanya ingin menangkal dinginnya musim dingin.

Baca Juga: 4 Pasien Positif Virus Corona di Indonesia Dinyatakan Sembuh, Tapi Belum Ada Obat untuk Virus Corona, Jadi Bagaimana Tindakan untuk Pasien?

Sebagian besar mereka banyak yang tinggal di tenda atau tidur di tempat terbuka di udara yang sangat dingin.

Iman Leila hanyalah satu dari sembilan anak yang meninggal karena paparan udara dingin dalam beberapa minggu terakhir ini.

Eksodus ini adalah yang terbesar dari perang yang telah membuat 13 juta orang mengungsi dan merenggut ratusan ribu jiwa.

Ini merupakan yang terbesar dalam sejarah baru-baru ini, kedua setelah kasus Muslim Rohingya dari Myanmar pada 2017.

Baca Juga: Berkah Virus Corona, Pria Ini Justru Sembuh dari Amnesia 30 Tahun Berkat Virus Corona, Hal Mengharukan Terjadi Setelah Ingatannya Kembali

Dengan sekitar tiga juta penduduk terperangkap antara perbatasan Turki yang tersegel di utara dan bom yang bergemuruh dari selatan dan timur, krisis ini berpotensi menjadi jauh lebih buruk ketika pemerintah berjuang untuk merebut kembali seluruh Suriah.

"Mereka adalah orang-orang yang berusaha mengambil keputusan tersulit dalam hidup mereka dalam kondisi yang di luar kendali mereka," kata Max Baldwin, direktur program Suriah Utara untuk Mercy Corps.

Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Inilah Tempat Duduk Rahasia yang Paling Aman di Pesawat, Penumpang Memiliki Peluang Selamat Jika Terjadi Kecelakaan

"Fakta bahwa Anda memiliki militer Turki di sini dan mereka terus menargetkan rumah sakit."

"Hal itu juga menciptakan tingkat ketakutan dan ketidakpastian yang menjadi tantangan besar bagi semua orang. Dan ini bisa menjadi lebih buruk."

Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Inilah Tempat Duduk Rahasia yang Paling Aman di Pesawat, Penumpang Memiliki Peluang Selamat Jika Terjadi Kecelakaan

Artikel Terkait