Oleh: Inggriani Liem dari Bebras Indonesia dan Lily Wibisono
(Bagian 1 dari 4 artikel)
Intisari-Online.com -Mengapa kita mudah sekali termakan oleh berita bohong (hoax)?
Penyebab pertamanya barangkali karena kita terlalu gemar "bermain-main di media sosial" dan lupa bekerja (karena media sosial sebenarnya juga arena untuk bekerja).
Namun, ada jawaban yang sedikit lebih serius daripada itu: orang awam gampang termakan hoax karena tingkat literasinya rendah.
Jangan tersinggung karena tidak mau dikatakan "kurang dapat membaca".
Jelas Anda tidak buta huruf, tetapi sekarang sudah abad ke-21, dan definisi "literasi" sudah berkembang pesat sejak pemahaman bahwa literasi itu cukup jika kita dapat mengeja a-b-c-d ....
Dengan semakin canggihnya situasi dan perkembangan dunia: dari sains, teknologi, dan segala macam pengetahuan, dibutuhkan kemampuan literasi yang juga semakin tinggi untuk dapat memahami semua pengatahuan yang berlimpah dan menyerbu kita bertubi-tubi ini setiap hari.
Jika Anda tidak tahu cara memahami dan mengelola segala pengetahuan itu, Anda akan terbata-bata mengikuti perkembangan dunia, tersandung-sandung karena sering "gagal paham" dan akhirnya terlempar dari arena persaingan global.
Anda akan terpinggirkan, menjadi penonton saja karena Anda tidak mampu turut bermain. Sebabnya, "bahasa dunia" tidak Anda mengerti!
Literasi membaca: pintu gerbang menuju kemajuan
Dulu pengetahuan diidentikkan dengan buku. Sekarang pengetahuan tersaji juga dalam media elektronik.
Anda memperoleh banyak pengetahuan lewat ponsel, lewat internet, selain lewat gambar-gambar bergerak di layar kaca atau layar putih. Mari kita batasi dengan dunia baca-membaca saja.
Dunia kini tersaji lewat layar ponsel Anda. Semua dapat Anda baca di situ.
Tapi untuk dapat memahami, kemudian menyimpulkan, dan menggunakan semua pengetahuan yang Anda baca itu, tak cukup hanya kemampuan mengeja.
Dibutuhkan kemampuan membaca yang disertai kemampuan berpikir kritis. Untuk dapat menilai bahwa suatu materi bacaan itu dapat dipercaya atau tidak, apakah berguna bagi diri Anda atau tidak, diperlukan kemampuan otak yang dengan kritis dapat "mengolah" semua yang dibaca itu.
Orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak akan menelan mentah-mentah apa saja yang diberitahukan kepadanya, baik lewat tulisan atau lewat kata-kata verbal.
Untuk mengevaluasi sistem pendidikan di dunia , sebuah organisasi bernama Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang didirikan pada tahun 1961 mengadakan tes tiga tahunan.
Nama tes itu: Programme for International Student Assessment (PISA). Subjek yang diuji adalah siswa usia 15 tahun di 79 negara.
Sedangkan yang diuji adalah literasi di bidang membaca, matematika dan sains. Hasil tes PISA 2018 baru saja dirilis Desember 2019 yang lalu.
Berita sedih untuk kita: Indonesia menduduki ranking ke 74 dari 79 negara dalam kategori literasi membaca! Jadi no. 6 dari buntut.
Hasil lengkapnya sebagai berikut:
Skor Literasi | Indonesia | Rerata negara OECD |
Membaca | 371 | 487 |
Matematika | 379 | 487 |
Sains | 389 | 489 |
Artikel selanjutnya: Literasi Membaca Menghasilkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (2)