Advertorial
Intisari-Online.com - Berita keguguran yang dialami Nagita Slavina membuat sedih suaminya, Raffi Ahmad.
Bahkan pembawa acara kondang ini merasa dirinya tidak bisa menjaga dan telah lalai menjaga sang istri.
Akibatnya pasangan selebriti iniharus kehilangan janin berusia satu bulan yang sedang dikandungNagita.
Raffi pun tidak bisa tidak menyalahkan kelalaiannya karena membiarkan Nagita melakukan pijat sesampainya di Indonesia.
Baca Juga: Hamil 1 Bulan, Nagita Slavina Keguguran: Catat, Ini 11 Penyebab Ibu Hamil Bisa Alami Keguguran
Walau telah kehilangan calon kedua anak mereka,Raffi Ahmad dan Nagita mencoba berpikir positif.
"Mungkin nanti dikasihnya yang lebih sehat," lanjut Nagita.
"Mohon doanya ya semuanya," kata Raffi Ahmad.
Keguguran yang dialami oleh Nagita Slavina bisa terjadi pada setiap wanita yang tengah mengandung, bahkan tanpa diperkirakan sebelumnya.
Simak tulisan Nanny Selamihardja dan Birgitta Ajeng,Keguguran Bisa Datang Kapan Saja!, seperti yang pernah dimuat di MajalahIntisari Extra Resep Mujarab Keluarga Sehat 2013.
Bayi dianggap sebagai hadiah terindah setiap keluarga. Dia akan menjadi pelengkap kemeriahan dalam membina keluarga.
Tapi apa jadinya jika bayi yang diidam-idamkan mati sebelum berkembang dalam kandungan?
Tapi tenang saja, dengan perhatian dan penanganan khusus, bencana itu bisa dihindari.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, terdapat 3,5 juta janin meninggal akibat keguguran.
Fakta itu diperkuat oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diadakan Badan Litbang Kesehatan 2010 yang menyebut, angka kejadian keguguran secara nasional rata-rata mencapai 4% dari seluruh angka kehamilan dalam kurun lima tahun terakhir.
Jika dilihat berdasar provinsi, angkanya bisa bermacam-macam.
Mulai yang paling rendah, 2,4% di Bengkulu, sampai yang tertinggi di Papua Barat, yaitu 6,9%.
Ada tiga wilayah lagi yang angkanya di atas 6%, yaitu Kalimantan Tengah (6,3%), Kalimantan Selatan (6,3%), dan Sulawesi Selatan (6,1%).
Yang paling menohok dari besarnya angka-angka tersebut adalah kualitas kesehatan ibu hamil sehingga bayi tidak terselamatkan sampai dia dilahirkan.
Tak hanya itu, kurangnya perhatian selama kehamilan akibat minimnya info yang didapat juga menjadi masalah utama.
Imbasnya, janin-janin itu harus mengakhiri perjuangan mereka melihat dunia, saat usia belum genap 22 minggu.
Ibarat tergores sebuah pisau bermata dua, calon ibu yang mengalami keguguran mengalami dua kepedihan sekaligus. Fisik ya, batin juga ya.
Luka fisik tentu saja yang berhubungan dengan kesehatan rahim, adapun luka batin bisa meliputi “olok-olokan” dari orang sekitar yang belum tentu betul.
Luka itu terkadang membuat si calon ibu putus asa.
Tapi jangan bingung. Jika tanda-tanda awal bisa diketahui segera, keguguran akan terhindarkan.
Cermati tanda-tandanya
Dr. R.B. Ontowirjo H.P., Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Ibu dan Anak Harapan Kita, Jakarta, menjelaskan, seseorang mengalami ketidakseimbangan hormon atau tidak bisa diketahui lewat sebuah tes.
Saat hasilnya positif, ujar Ontowirjo, keguguran memang tak bisa dihindari.
Hal ini dikarenakan, pada awal kehamilan 1-3 bulan, peran hormon sangat penting. Jika tidak seimbang, janin bisa tidak berkembang.
Ini sekaligus menjawab beberapa asumsi yang mengatakan bahwa tidak berkembangnya janin dikarenakan kandungan lemah.
Bagi mereka yang memiliki pengalaman keguguran lantaran faktor hormon, maka ketika menunjukkan tanda-tanda kehamilan, segeralah melakukan terapi hormon.
Biasanya dengan pemberian pil hormon di awal usia kehamilan.
Keguguran juga bisa disebabkan oleh kista atau tumor jinak yang ada pada rahim.
Jika dibiarkan terus berkembang, ia akan mengganggu penempelan plasenta.
Akibatnya plasenta tidak mendapat kiriman darah yang cukup sehingga janin hanya mampu bertahan 2-3 bulan.
Ada kalanya, plasenta justru menempel di tempat lain, pada saluran tuba falopi misalnya. Ini juga tidak akan bertahan lama, 2-3 bulan dan setelah itu mati.
Ada kalanya keguguran disebabkan oleh “bibit yang kurang bagus”.
Dalam artian, sel telur atau sperma yang kurang bagus sehingga janin tidak terbentuk normal dan mudah gugur.
Rata-rata ini terjadi pada perempuan yang hamil setelah berusia 35 tahun dengan suami lebih dari 45 tahun.
Terima tidak terima, kualitas sel telur atau sperma di usia ini tidak sebagus saat masih muda.
Langkah antisipasinya, setelah keguguran pertama, maka lakukanlah kuret atau pembersihan rongga rahim sebersih mungkin.
Tindakan kuret yang tidak benar-benar bersih menyebabkan masih adanya jaringan yang tertinggal.
Saat demikian, otak seolah merespon bahwa perempuan itu masih mengandung. Akibatnya, sel telur tak mau tumbuh lagi.
Perlu dicermati, jangan pernah membersihkannya dengan tangan, bukan sel telur yang subur, justru infeksi yang nantinya didapat.
Ini juga harus menjadi perhatian para ibu.
Jangan mentang-mentang sudah pernah melahirkan dengan selamat, terus tidak terpikir sedikit pun bahwa keguguran suatu saat juga bisa datang.