Misalnya, USTR menganggap negara-negara dengan pangsa 0,5% atau lebih dari perdagangan dunia sebagai negara "maju".
Sedangkan menurut aturan 1998, ambangnya 2% atau lebih.
USTR juga tidak memasukkan indikator pembangunan sosial seperti tingkat kematian bayi, tingkat buta huruf orang dewasa dan harapan hidup saat lahir, sebagai dasar untuk mengubah penunjukan.
Tu Xinquan, dekan Institut Studi Organisasi Perdagangan Dunia China di Universitas Bisnis Internasional, mengatakan aturan dan mekanisme WTO harus lebih ditingkatkan karena banyak negara berkembang memahami dan memanfaatkan aturan secara berbeda.
Ini tidak dapat diatasi dalam mekanisme negosiasi saat ini.
Artikel ini pernah tayang di Kontan.id dengan judul "AS cabut China, RI dan 3 negara lain dari daftar negara berkembang, apa artinya?"
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR