Advertorial
Intisari-Online.com -Amerika Serikat menghapusChina, bersama dengan beberapa negara lain, dari daftar negara "berkembang".
Melansir People's Daily, sebagai gantinya, Amerika menganggap China sebagai negara "maju" ketika menyangkut perdagangan internasional.
Menurut pemberitahuan baru-baru ini yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Perdagangan AS (Office of the US Trade Representative/USTR), Negeri Paman Sam itu juga mencabut preferensi khusus untuk daftar anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), termasuk Brasil, India, Indonesia, dan Afrika Selatan.
Penghapusan negara-negara ini dari daftar internal negara-negara berkembang akan membuat AS lebih mudah untuk menyelidiki apakah negara-negara ini secara tidak adil melakukan subsidi ekspor.
Xue Rongjiu, wakil direktur Masyarakat China untuk Studi WTO yang berbasis di Beijing, mengatakan pengumuman AS telah merusak otoritas sistem perdagangan multilateral.
"Tindakan unilateralis dan proteksionis seperti itu telah merugikan kepentingan China dan anggota WTO lainnya," kata Xue kepada People's Daily.
Baca Juga: Gejala Tifus pada Bayi, Salah Satunya Demam Hingga 38 Derajat Celcius Hingga Tiga Hari
Dia menambahkan, "China selalu dengan tegas membela sistem multilateral.
Hubungan perdagangan dan ekonominya dengan mitra ekonomi maju dan negara-negara berkembang telah membuktikan bahwa mekanisme negosiasi multilateral efektif, dan telah mendorong pertumbuhan ekonomi dunia."
Dalam pemberitahuan yang dikeluarkan pada 10 Februari, USTR mengatakan bahwa pihaknya merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea balik, sebuah bea yang dikenakan pada impor, karena pedoman negara sebelumnya dianggap sudah usang.
Untuk memperbarui daftar internalnya, USTR mengatakan telah mempertimbangkan beberapa faktor ekonomi dan perdagangan, seperti tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan bagian negara dari perdagangan dunia.
Misalnya, USTR menganggap negara-negara dengan pangsa 0,5% atau lebih dari perdagangan dunia sebagai negara "maju".
Sedangkan menurut aturan 1998, ambangnya 2% atau lebih.
USTR juga tidak memasukkan indikator pembangunan sosial seperti tingkat kematian bayi, tingkat buta huruf orang dewasa dan harapan hidup saat lahir, sebagai dasar untuk mengubah penunjukan.
Tu Xinquan, dekan Institut Studi Organisasi Perdagangan Dunia China di Universitas Bisnis Internasional, mengatakan aturan dan mekanisme WTO harus lebih ditingkatkan karena banyak negara berkembang memahami dan memanfaatkan aturan secara berbeda.
Ini tidak dapat diatasi dalam mekanisme negosiasi saat ini.
Artikel ini pernah tayang di Kontan.id dengan judul "AS cabut China, RI dan 3 negara lain dari daftar negara berkembang, apa artinya?"