Advertorial
intisari-online.com
Intisari-Online.com -Serangan senjata kimia yang memakan korban wanita dan anak-anak kembali terjadi di kawasan Douma, Ghouta Timur, Suriah, Senin (9/4).
Lokasi yang menjadi sasaran serangan senjata kimia merupakan basis pertahanan pasukan pemberontak Suriah dukungan AS.
Akibatnya sejumlah negara Barat, khususnya AS langsung menuduh pemerintah Suriah yang didukung Rusia berada di balik serangan senjata kimia itu.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley yang sangat marah dan mengecam atas serangan senjata kimia itu bahkan menggambarkan pelakunya sebagai monster yang sama sekali tidak mempedulikan warga sipil.
Kemarahan Duta Besar AS untuk PBB langsung memicu Presiden AS, Donald Trump yang menegaskan akan segera mengambil ‘tindakan serius’ ke Suriah.
Baca juga:Kisah Pilu Bayi-bayi dalam Inkubator di Suriah yang Terpaksa Disembunyikan di Bawah Tanah
Trump bahkan dengan terang-terangan menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Suriah Bashar al-Assad, berada di balik serangan senjata kimia yang sedikitnya telah memakan korban jiwa 49 orang itu.
Tapi baik Putin maupun Bashar al-Assad telah menolak tuduhan itu dan malah meyakini serangan senjata kimia itu tidak pernah terjadi.
Namun terlepas dari tuduhan negara-negara Barat dan juga negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) terhadap Suriah, Israel yang biasa bertindak licik langsung melancarkan serangan udara ke Suriah (10/4/2018) terkait serangan senjata kimia di Douma.
Serangan udara Israel ke Suriah itu awalnya adalah untuk menghancurkan basis-basis militer Iran di Suriah.
Tapi setelah satu jet tempur F-16 Israel ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Suriah yang digelar di Dataran Tinggi Golan (Februari 2018), Israel pun mulai memerangi Suriah sesuka hatinya.
Baca juga:Menhan Israel Ingin Beri Medali Kepada ‘Sniper’ yang Tembak Mati Warga Palestina
Hadirnya militer Israel ke Suriah jelas telah membuat kawasan Ghouta menjadi ajang ‘Perang Dunia III’ baik berupa perang menggunakan senjata-senjata canggih maupun perang urat saraf (proxy wars).
Ketika melakukan tindakan militer untuk menyerang negara lain, Israel sebenarnya bukan di bawah kendali AS, tapi karena memang kemauannya sendiri.
Meski AS, sering diuntungkan oleh serangan licik Israel itu tapi sesungguhnya sejak Perang Arab Israel (1948,1967, dan 1973) Israel merupakan negara partner AS yang sangat sulit dikendalikan oleh AS sendiri.
Perseteruan antara AS dan Rusia di Suriah sebenarnya merupakan warisan Perang Dingin oleh karena itu Iran sebagi sekutu Rusia turut terlibat.
Tapi sesungguhnya motivasi Rusia dan AS adalah sama-sama mengincar ladang-ladang minyak Suriah sambil menguji coba senjata-senjata terbaru memanfaatkan Perang Saudara Suriah yang terus saja berkobar.
Baca juga:Mengerikan! Wanita Rusia Ini Dibalsem Hidup-hidup dan Meninggal dalam Penderitaan Luar Biasa
Biasanya setelah negara yang jadi korbannya (Suriah) tak berdaya, AS dan Rusia tinggal bagi-bagi wilayah ala Perang Dingin seperti mereka pernah membagi Korea (Korut-Korsel), Jerman (Jerman Barat-Jerman Timur) dan Vietnam (Vietnam Selatan-Vietnam Utara).
Namun kehadiran Israel di kancah konflik Suriah telah membuyarkan ‘’perseteruan pura-pura’’ antara AS-Rusia karena akan memicu kekuatan militer negara-negara lain, khususnya negara-negara Arab lainnya.
Apalagi para anggota ISIS masih terus ‘’bermain’’ di Suriah.
Akibatnya bisa memicu negara-negara lain yang ingin melakukan intervensi secara militer ke Suriah juga menjadi makin besar.
Yang pasti serangan senjata kimia di Douma disusul serangan udara Israel serta ancaman Presiden Trump ke Rusia telah membuat, perseteruan pura-pura AS-Rusia jadi sungguhan dan bisa memicu PD III.
Pasalnya saat ini sebanyak 77.000 pasukan Rusia di perbatasan Ukraina telah bersiaga dalam upaya menghadapi serangan dari pasukan NATO.
Baca juga:Meski Perang Dingin, Korsel Siap Bantu Tanggulangi Wabah Penyakit di Korut