Meski nyawa menjadi taruhan, pelajar di dua desa di Kecamatan Tompobulu tetap semangat menuntut ilmu untuk menggapai cita-citanya.
Mulai pelajar SD, SMP, dan SMA setiap harinya menyeberangi sungai yang sangat dalam.
Mereka tidak punya pilihan lain, lantaran sungai ini yang menjadi satu-satunya akses yang bisa mereka lalui.
Sementara itu, jembatan yang telah lama direncanakan dibangun tak kunjung selesai.
Jika musim penghujan datang, para pelajar ini terpaksa tidak bisa ke sekolah. Lantaran air sungai meluap dan sangat deras.
Bukan hanya pelajar saja yang terisolir, tetapi ratusan warga di dua desa tersebut tak bisa berbuat apa-apa ketika musim penghujan datang dan air sungai meluap sangat deras.
"Kondisi ini sudah sejak awal adanya kampung kami di sini.”
“Setiap hari, baik warga maupun anak sekolah bertaruh nyawa menyeberang sungai ini. Kita tidak punya pilihan lain, karena ini satu-satunya jalan," kata seorang warga, Abdullah saat ditemui, Minggu (8/4/2018). (Hendra Cipto)
(Baca juga: Transgender di Indonesia: Saat Dorce Merasa Sedih karena Dipanggil ‘Saudara’)
(Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Pelajar Bertaruh Nyawa di Maros Bentuk Tidak Meratanya Pembangunan")
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR