“Jika sudah lewat waktu yang ditentukan itu, sedangkan orang yang kalah itu belum juga memenuhi keputusan itu, atau jika orang itu, sesudah dipanggil dengan sah, tidak juga menghadap, maka ketua, karena jabatannya, akan memberi perintah dengan surat, supaya disita sekian barang bergerak dan jika yang demikian tidak ada atau ternyata tiada cukup, sekian barang tak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu, sampai dianggap cukup menjadi pengganti jumlah uang tersebut dalam keputusan itu dan semua biaya untuk melaksanakan keputusan itu”
Setelah barang tersebut disita oleh Pengadilan, maka ibu dapat mengajukan supaya pengadilan menjual jaminan tersebut melalui mekanisme lelang, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 200 ayat (1) HIR, menyebutkan:
“Penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang atau, menurut pertimbangan ketua atas keadaan, oleh juru sita itu atau orang yang cakap dan dapat dipercaya, ditunjuk oleh ketua dan tinggal di tempat penjualan itu atau di sekitar tempat itu”
Apabila ternyata dahulu, pada saat awal terjadinya perikatan hutang-piutang antara ibu dengan teman ibu telah melibatkan lembaga fidusia, yang memberikan hak fidusia kepada ibu sebagaimana diatur dalam UU 42/1999 atas satu buah televisi 29 inch merk Samsung, maka setelah teman ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya sampai dengan waktu yang ditentukan oleh ibu dengan teman ibu, maka ibu berhak untuk langsung melakukan pelelangan terhadap satu buah televise 29 inchi merk Samsung tersebut melalui balai lelang Negara maupun balai lelang swasta, tanpa harus mengajukan gugatan perdata terlebih dahulu. Hal ini merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf a dan huruf b No. 42/1999, menyebutkan:
“Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. Penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan”
Dan ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999, menyebutkan:
“Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”
Namun, ibu dapat menjual satu buah televise 29 inchi merk Samsung tersebut tanpa melalui mekanisme lelang sebagaimana kami jelaskan di atas, jika antara ibu dan teman ibu menyepakatinya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU 42/1999, menyebutkan:
“Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak”
Apabila ibu tidak mematuhi peraturan perundang-undangan sebagaimana kami jelaskan di atas, dimana ibu cenderung bertindak main hakim sendiri dengan menjual secara sepihak barang jaminan tersebut, maka ibu dapat dipidana, dengan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang isinya sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”
Disamping ketentuan Pasal 372 KUHP di atas, Mahkamah Agung sampai dengan saat ini, telah mengakui perbuatan yang demikian sebagai perbuatan pidana melalui Yurispridensi Mahkamah Agung No. 618 K/Pid/1984 tanggal 17 April 1985, yang kaidah hukumnya menyebutkan:
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR