Advertorial
Intisari-online.com - Sepekan sudah warga Wuhan, China, terisolasi akibat mewabahnya virus corona.
Pihak berwenang mengumumkan pembatasan perjalanan terhadap penduduk kota Wuhan, China, termasuk menutup bandara Wuhan, stasiun kereta api, dan transportasi umum sejak Kamis (23/1/2020) minggu lalu.
Sebanyak 5 juta penduduk meninggalkan Wuhan sebelum kota itu terisolasi.
Sementara, sekitar 9 juta lainnya memilih bertahan di ibukota provinsi Hubei itu.
Bagi warga Wuhan, dunia saat ini hanya sebatas rumah mereka dan terpaksa mencari cara lain untuk mengisi waktu hingga kota kembali dibuka.
Tak sedikit pula dari mereka yang memutuskan untuk membantu penanganan virus corona Wuhan.
Menjadi relawan
Salah satunya adalah Liang Liang, pebisnis yang bergabung dengan 4.000 orang untuk membantu staf medis dan mengangkut berbagai kebutuhan.
Dikutip dari SCMP (30/1/2020), Liang pulang pada 10 malam setelah menjalani hari yang melelahkan di balik kemudinya.
Ia mengaku, keputusannya untuk menjadi relawan karena ia kasihan melihat penderitaan pegawai rumah sakit.
"Video dan foto di dunia maya menunjukkan staf medis bekerja dalam kondisi tragis dan kekurangan pasokan alat pelindung.
Saya merasa sangat sedih melihat gambar-gambar itu," kata Liang.
Dalam sepekan terakhir, Liang telah mengangkut 100 staf medis, mengirim puluhan ribu masker dan ribuan pakaian pelindung ke rumah sakit.
Sejumlah pengemudi secara sukarela mulai bekerja pada jam 5 pagi dan seringkali pulang hingga larut malam.
Mereka tak mempedulikan rekomendasi pihak berwenang untuk tetap tinggal di rumah dan mengambil risiko tertular virus corona karena melakukan kontak dengan para dokter dan pasien.
"Jika disebut tak khawatir terinfeksi virus, itu adalah bohong.
Aku khawatir.
Tapi, melihat situasi saat ini, rasanya motivasi saya untuk menolong lebih besar dibandingkan kekhawatiran terhadap kesehatanku.
Saya juga berharap agar beruntung dan tidak terinfeksi," kata Liang.
Cemas
Isolasi Kota Wuhan juga membuat Wang Wei, seorang profesor teknik elektro di Huazhong University of Science and Technology, cemas karena keterbatasan obat.
"Saya keluar seminggu sekali untuk membeli bahan makanan.
Makanan mudah dibeli, tapi tidak untuk masker dan obat-obatan," kata Wang.
Ketakutannya semakin bertambah ketika tahu bahwa seseorang yang ia kenal dirawat di rumah sakit karena demam.
"Saya sangat takut.
Kakek teman saya meninggal karena pneumonia Wuhan ini," katanya.
Kehilangan peluang bisnis
Crystal Yu, seorang lulusan marketing mengatakan, pengisolasian kota Wuhan membahayakan peluangnya untuk memulai posisi baru.
Yu tiba di Wuhan dari Milan, Italia pada Januari ini untuk menemui keluarganya dan merayakan Tahun Baru Imlek.
Ia dijadwalkan akan memulai magangnya di sebuah perusahaan di Hong Kong pada awal Februari mendatang, tapi ia tak bisa pergi sampai saat ini.
"Saya kurang puas dengan kebijakan pemerintah Wuhan karena mereka tak membagikan informasi secara detail tentang virus ini," kata Yu.
"Saya tiba di Shanghai dari Milan pada 18 Januari dan menuju ke Wuhan pada 19 Januari.
Saat itu, media dan pemerintah mengatakan penyebaran virus antar manusia masih terbatas," sambungnya.
Yu setuju dengan kebijakan penguncian kota Wuhan sebagai cara efektif untuk mengendalikan penyebaran virus Corona.
Namun, hal itu telah membuat orang-orang seperti dirinya yang hanya menghabiskan waktu singkat di Wuhan, terdampar.
Membuat video dan mengunggahnya
Penduduk Kota Wuhan juga banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan untuk membuat video dan mengunggahnya.
Mereka membuat aktivitas-aktivitas lucu untuk mengisi waktu dan mengurangi rasa cemas.
Salah seorang warga terlihat menciptakan permaianan untuk anaknya.
Ia menyuruh anaknya melempar kertas yang dibentuk seperti lingkaran ke sejumlah peralatan rumah tangga yang telah disusun secara urut.
Selain itu, sebuah video lain juga menampilkan gambar pria yang sedang memancing ikan dalam sebuah ember dari atas kasurnya.
Ada juga warga Wuhan yang membagikan momen mereka sedang bermain badminton di dalam rumah.
Bermain game online
Pengisolasian kota Wuhan juga membuat sejumlah warga menghabiskan waktu mereka dengan bermain game online.
Melonjaknya jumlah pemain yang login bahkan mengakibatkan server game PUBG Mobile sempat down.
Salah satu pemainnya, Tiyuxiaoqiao mengaku dirinya sempat tidak bisa mengakses game battle royale ini.
"Tak jadi nonton film, drama, kumpul-kumpul, mandi di pemandian air panas.
Cuma ingin main game, tapi (servernya) collapse," tulis Tiyuxiaoqiao, dikutip dari abcusnews. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Sepekan Terisolasi karena Virus Corona, Bagaimana Warga Wuhan China Menjalani Kehidupannya?