Advertorial
Intisari-Online.com - Kamis (16/1) lalu, sidang bersejarah di Amerika Serikat (AS) dimulai.
Sidang tersebut membahas mengenai pemakzulan terhadap Presiden yang dianggap kontroversial, Donald Trump.
Persidangan yang melibatkan Senat seluruh AS itu secara resmi telah dibuka pada hari Kamis.
Dalam sejarah berdirinya Negara yang dijuluki sebagai 'Paman Sam' ini, apabila pemakzulan telah disetujui oleh peserta sidang maka Trump menjadi presiden ketiga yang dilengserkan.
Hakim Ketua Mahkamah Agung yang memimpin persidangan, John Roberts mengenakan jubah hitam kebesarannya.
Pertama ia mengangkat tangan kanannya, dan bersumpah akan memimpin sidang secara adil.
Selanjutnya, sumpah terhadap 99 dari 100 Senat AS pun juga diambil sumpah untuk tidak memihak pada Trump di persidangan bersejarah itu.
"Saya bersedia," demikian kata anggota Senat AS setelah Roberts menanyakan apakah mereka bersedia melakukan persidangan secara adil.
Di sidang tersebut memang terdapat satu Senator yang tak bisa mengikuti sidang pemakzulan Trump.
James Inhofe absen dalam sidang bersejarah itu lantaran beralasan ada urusan keluarga yang sangat penting.
Sumpahnya akan diambil di hari yang berbeda dengan Senat yang lain yakni pada Selasa (21/1/2020) mendatang.
Melansir dari AFP, sidang tersebut dilaksanakan lantaran Trump telah dianggap melanggar beberapa ketentuan.
Salah satunya, ia dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan upaya menghalangi Kongres dibacakan secara simbolis.
Dibutuhkan setidaknya dua pertiga dukungan dari 100 senator agar Trump jadi presiden AS yang dilengserkan dari jabatannya.
Artinya, Demokrat yang berjumlah 45 orang butuh setidaknya dukungan 20 senator Republik, ditambah dua senator independen.
Namun, Republik yang menguasai Senat dengan 53 orang belum menunjukkan tanda-tanda bakal mengalihkan dukungan dari Trump.
Terlepas dari sidang pemakzulannya, urusan Trump dengan Iran terkait kematian jenderal Iran Qassem Soleimani masih terus berlanjut.
Trump mengatakan, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei harus sangat berhati-hati tentang apa yang dia katakan, setelah Khamenei dengan keras mengkritik AS dalam khotbah shalat Jumat di Teheran.
"Yang disebut Pemimpin Tertinggi Iran, yang belum begitu Tertinggi belakangan ini, memiliki beberapa hal buruk tentang Amerika Serikat dan Eropa," kata Trump dalam kicauannya di akun Twitter, Jumat (17/1) sepererti dikutip Reuters.
"Ekonomi mereka hancur, dan rakyat mereka menderita. Dia harus sangat berhati-hati dengan kata-katanya!" sebut Trump.
Dalam khotbah salat Jumat pertamanya dalam delapan tahun, Ayatollah Ali Khamenei menyatakan kepada para jemaah yang meneriakkan "Matilah Amerika", para elit Garda Revolusi bisa melakukan perlawanan di luar perbatasan Iran.
Melansir Reuters, pidato itu Ayatollah Ali Khamenei sampaikan di tengah krisis yang semakin mendalam bagi Iran karena negeri Mullah bergulat dengan aksi protes di dalam negeri dan tekanan dari luar negeri yang meningkat.
"Musuh kita senang, mereka menemukan alasan untuk melemahkan Garda Revolusi, angkatan bersenjata dan sistem kita," kata Khamenei dalam khotbahnya yang menumpahkan pujian pada Garda Revolusi karena melindungi Iran.
Ia kembali menyerukan pasukan AS untuk meninggalkan wilayah Irak.
Khamenei menyebutkan, pekerjaan Mayor Jenderal Qassem Soleimani untuk memperluas pengaruh militer Iran di luar negeri akan terus berlanjut.
Dan, Pasukan Quds "melindungi negara-negara yang tertindas di seluruh kawasan."