Advertorial

Pantas Saja Jadi Sasaran Pembunuhan, Ternyata Amerika Menyimpan Ketakutan Besar Jika Soleimani Masih Hidup, Ali Khamenei: 'Kehilangan Jenderal Tercinta Itu Pahit'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Jenderal Soleimani terbunuh di bandara di Baghdad ketika ia dan tokoh-tokoh milisi yang didukung Iran terkena serangan pesawat tak berawak AS.
Jenderal Soleimani terbunuh di bandara di Baghdad ketika ia dan tokoh-tokoh milisi yang didukung Iran terkena serangan pesawat tak berawak AS.

Intisari-Online.com - Kekhawatiran akan Perang Dunia 3 meletus setelah Presiden AS Donald Trump membunuh jenderal berpengaruh Iran, Qasem Soleimani.

Pembunuhan satu orang yang ditargetkan telah memulai konflik di seluruh dunia sekali sebelumnya dan, dengan kekacauan di Timur Tengah mempengaruhi banyak negara, ada kemungkinan permusuhan bisa meluas ke aksi-asksi mengerikan.

Jenderal Soleimani terbunuh di bandara di Baghdad ketika ia dan tokoh-tokoh milisi yang didukung Iran terkena serangan pesawat tak berawak AS.

Dilansir dari Express.co.uk, Jumat (3/1/2020), Pentagon mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa Soleimani:

Baca Juga: Tak Membawa Satupun Senjata, 'Pesawat Kiamat' Ini Sanggup Membunuh Milyaran Orang Ternyata Ini Rahasianya

"secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang diplomat Amerika dan anggota layanan di Irak dan di seluruh wilayah."

Benarkah demikian? Mungkin yang sesungguhnya terjadi lebih rumit dari ini mengingat sejak Agustus 2014, AS sebenarnya telah membentuk pasukan untuk melawan ISIS.

Tapi ketika SAA hampir mengalahkan ISIS, seringkali pesawat tempur AS menyerang Suriah dengan alasan salah tembak.

Kekalahan ISIS dan ratusan milisi Al Qaida pada Maret 2019 adalah berkat strategi dan komando Soleimani.

Baca Juga: Trump Bunuh 'Jenderal Peracik Strategi Militer Canggih' Iran, Korea Utara dan Iran Tingkatkan Kerjasama Nuklir? Analis: Korut Menjual dari Senapan Mesin hingga Rudal Balistik

Soleimani melakukannya dengan bekerja sama dengan pemerintah resmi, baik di Irak maupun Suriah.

Hal ini karena tentara nasional Irak dan Suriah sendiri tak mampu melawan ISIS.

Di balik kekuatan ISIS juga tersimpan pertanyaan tentang siapa yang mendanainya dan penyuplai senjata-senjata canggih yang dipunyai ISIS, sementara kini diketahui bahwa AS lah yang jelas-jelas membunuh Soleimani.

Kerjasama antara Turki-ISIS juga sejak lama diketahui oleh Serena Shim, jurnalis Amerika, yang kemudian tewas di Turki karena ungkap kebenaran.

Baca Juga: (Foto) Warganet Duga Via Vallen Lakukan Operasi Plastik, Padahal 'Oplas' Tak Seinstan yang Dibayangkan, Wajah Wanita Ini Bengkak 3 Bulan Setelah Jalani Operasi

Dia melihat mereka membawa anggota-anggota berpangkat tinggi ISIS ke Suriah dari Turki ke kamp-kamp yang kedoknya adalah sebagai kamp pengungsi Suriah.

Dia juga berbicara tentang penyaluran senjata melalui Pangkalan Udara AS Incirlik di Turki kepada teroris di kamp-kamp pengungsi atau melalui ke Suriah.

Jenderal Soleimani adalah tokoh sentral dalam upaya Iran untuk menggunakan kekuasaan di luar perbatasannya di Timur Tengah, di mana Teheran bersaing dengan saingan yang didukung AS, Arab Saudi untuk pengaruh politik.

Dan sekarang, dengan hubungan AS-Iran yang sudah berantakan, Teheran telah mengirimkan ancaman kepada rekan-rekannya di Washington.

Pemimpin agama dan tertinggi di Iran, Sayyid Ali Hosseini Khamenei, memperingatkan AS bahwa Iran akan membalas dendam.

Baca Juga: Pernah Tepat Prediksi 9/11 dan Kebangkitan ISIS, Peramal Baba Vanga Ungkap Ramalannya untuk Tahun 2019, Apa Itu?

Ali Khamenei mengatakan: "Kehilangan jenderal kita yang tercinta itu pahit."

"Pertarungan yang berkelanjutan dan kemenangan pamungkas akan lebih pahit bagi para pembunuh dan penjahat."

"Upaya dan jalannya tidak akan dihentikan oleh kesyahidannya, oleh Kekuatan Tuhan, melainkan #SevereRevenge menunggu para penjahat yang menodai tangan mereka dengan darahnya dan darah para martir lainnya tadi malam.

"Martir Soleimani adalah tokoh perlawanan internasional dan semua orang seperti itu akan membalas dendam."

Pembunuhan jenderal Iran dapat memiliki konsekuensi yang mirip dengan pembunuhan Archduke Franz Ferdinand pada tahun 1914, pembunuhan yang oleh banyak pihak pada akhirnya memicu Perang Dunia 1.

Wilayah Balkan di Eropa telah diliputi permusuhan sebelum 1914, karena kejatuhan mengancam untuk memutuskan perjanjian antara Kekaisaran Austro-Hongaria, Kekaisaran Ottoman, Kekaisaran Rusia, Inggris, Prancis dan Kekaisaran Jerman.

Baca Juga: Jadi Pemerkosa Pria Terburuk di Inggris dengan 190 Korban, Ternyata Begini Cara Pemuda Asal Indonesia Ini Menjerat Korbannya

Ferdinand adalah pewaris Kekaisaran Austro-Hungaria sampai ia dibunuh oleh Tangan Hitam, kelompok militan nasionalis Serbia.

Pembunuhan itu meningkatkan konflik antara Austria-Hongaria dan Serbia yang akhirnya mengarah pada apa yang sekarang kita kenal sebagai Perang Dunia 1.

Di Timur Tengah sekarang ini, ada kekacauan yang serupa dengan perseturuan politik tersebut.

Iran didukung oleh Rusia, serta sekutu lamanya Suriah.

Baca Juga: Temukan Pesan dalam Botol yang Mengapung di Laut, Wanita Ini Harus Temui Fakta Tragis Ketika Membacanya

Namun, rival Iran termasuk AS dan Arab Saudi - yang terakhir dihantam oleh serangan drone Iran pada bulan September, memperburuk hubungan yang sudah tegang antara saingan Timur Tengah.

Rusia baru-baru ini menggantikan AS sebagai pialang kekuasaan di wilayah tersebut setelah serangan Turki di Suriah melihat pasukan AS ditarik.

Dengan berbagai negara mengunci tanduk dan ketegangan AS-Iran di puncaknya, pembunuhan seorang jenderal Teheran dapat mendorong konflik yang lebih membara.

Baca Juga: Anjingnya Mengendus Bagian Perutnya, Wanita Ini Akhirnya Menyadari Fakta Mengerikan Ini, 'Saya Berhutang Nyawa pada Anjing Saya'

Artikel Terkait