Advertorial
Intisari-Online.com - Berada di tengah kemelut isu Perang Dunia 3, ada AS dan Iran yang berseteru dengan tegang.
Ya, dunia dihebohkan dengan kematian jenderela tertinggi Iran Qassem Soleimani akibat serangan drone AS.
Serangan itu juga menewaskan wakil pemimpin paramiliter Irak Abu Mahdi al-Muhandis.
Kabar mengenai kematian Soeimani ini membuat pemerintah Iran geram.
Peran besar Qasem Solaemani dalam Garda Revolusi Iran menempatkan posisinya sebagai salah satu orang kepercayaan Ayatollah Ali Khamenei.
Bahkan, surat kabar ar-Ra'yu menyebutnya sebagai "James Bond Iran" karena kepiawaiannya dalam meracik strategi militer.
Dia juga turut serta dalam menghalau para milisi pemberontak di Aleppo dan ISIS pada 2014 hingga akhir 2016.
Kekalahan ISIS dan ratusan milisi Al Qaida pada Maret 2019 adalah berkat strategi dan komando Soleimani.
Soleimani melakukannya dengan bekerja sama dengan pemerintah resmi, baik di Irak maupun Suriah.
Hal ini karena tentara nasional Irak dan Suriah sendiri tak mampu melawan ISIS.
Namun dibalik kekuatan ISIS tersimpan pertanyaan tentang siapa yang mendanainya dan penyuplai senjata-senjata canggih yang dipunyai ISIS, sementara kini diketahui bahwa AS lah yang jelas-jelas membunuh Soleimani.
Sejak Agustus 2014, AS sebenarnya telah membentuk pasukan untuk melawan ISIS, tapi ketika SAA hampir mengalahkan ISIS, seringkali pesawat tempur AS menyerang Suriah dengan alasan salah tembak.
Kerjasama Turki-ISIS sejak lama diketahui oleh Serena Shim, jurnalis Amerika, yang kemudian tewas di Turki karena ungkap kebenaran.
Pada 2014, Serena Shim pada saat itu melaporkan Ayn al-Arab (Kobani), dari pihak Turki."Militan Takfiri masuk melalui perbatasan Turki," lapornya.
Tak hanya ISIS tapi juga ada teroris dari apa yang disebut Tentara Suriah FSA.
Dia melihat mereka membawa anggota-anggota berpangkat tinggi ISIS ke Suriah dari Turki ke kamp-kamp yang kedoknya adalah sebagai kamp pengungsi Suriah.
Shim mengungkap bagaimana Turki memungkinkan penyeberangan teroris asing "secara bebas" ke Suriah.
Dia juga berbicara tentang penyaluran senjata melalui Pangkalan Udara AS Incirlik di Turki kepada teroris di kamp-kamp pengungsi atau melalui ke Suriah.
Tak hanya itu, Shim juga menyoroti masalah kamp pelatihan teroris yang digambarkan berkedok sebagai kamp-kamp pengungsi, dijaga oleh militer Turki.
Shim menyebut Organisasi Pangan Dunia (FAO) sebagai salah satu LSM yang truknya digunakan untuk menyalurkan senjata teroris ke Suriah, dan menyatakan hal ini dalam wawancara terakhirnya, sehari sebelum dirinya dibunuh yang diberitakan sebagai kecelakaan yang tak pernah diusut.
Tidak ada organisasi jurnalis besar yang melakukan penyelidikan yang adil terhadap pembunuhan Shim, apalagi menyesalkannya, begitu juga dengan pemerintah AS.