Advertorial
Intisari-online.com -Masih ingat dengan bencana gempa dan tsunami Jepang 2011?
Bencana alam tersebut terjadi di distrik Fukushima, tempat di mana reaktor nuklir Fukushima mengalami kebocoran akibat tsunami tersebut.
Akibatnya, gempa dan tsunami yang skala kerusakannya rendah menjadi berbahaya berpuluh-puluh kali lipat setelah reaktor nuklir tersebut bocor.
Semenjak reaktor tersebut tutup, masih ada masalah baru lagi.
Baca Juga: Sangat Disarankan Mandi Malam untuk Seseorang yang Mengalami Kondisi Ini, Simak Kata Pakar!
Yaitu membuang limbah nuklir berupa puing-puing reaktor dan juga air yang terkontaminasi.
Menjadi kecelakaan nuklir terparah kedua setelah bencana Chernobyl, limbah yang harus ditangani juga sama banyaknya.
Dilansir dari The Sun 24/12/2019, semenjak gempa air radioaktif reaktor tersebut lepas ke Samudera Pasifik.
Kini, 8 tahun semenjak bencana tersebut, 1 juta ton air terkontaminasi telah memenuhi tangki yang dibangun untuk sementara menyimpan air tersebut.
Dan tangki tersebut sudah hampir penuh, karena kapasitasnya hanya mencapai 1,37 juta ton.
Prediksi maksimum penyimpanan hanya mencapai musim panas 2022.
Tidak ada cara lain, tawaran kementerian Jepang adalah melepaskan air radioaktif tersebut ke Samudera Pasifik.
Secara umum ada 3 cara yang mereka tawarkan: melepasnya ke laut, diuapkan ke udara.
Baca Juga: Jarang Diketahui, Ternyata Beginilah Nasib Akhir Ponsel-ponsel Bekas yang Sudah Tak Terpakai
Serta cara ketiga, kombinasi dari keduanya.
Metode tersebut dapat berlangsung bertahun-tahun dan tingkat radiasi dapat dipertahankan sampai batas ambang, demikian pertimbangan kementerian Jepang.
Dahulu, pelaut Fukushima beserta Persatuan Pelaut Jepang dengan tegas menolak usul apapun terkait pelepasan air ke laut.
Mereka memperingatkan dampak berkepanjangan pada industri perikanan Jepang.
Terlebih mengingat pelaut lokal masih tidak dapat melanjutkan operasi pekerjaannya setelah tahun 2011.
Reaktor Fukushima memiliki pompa dan sistem filtrasi yang mampu menyaring hampir semua elemen radioaktif, kecuali tritium.
Ahli juga menyebut tritium berbahaya untuk manusia hanya dalam jumlah yang besar.
Reaktor Fukushima dijalankan oleh perusahaan Tokyo Electric Power Co. (TEPCO), dan sebelum ditutup telah menyediakan 1/3 listrik di Jepang.
Perusahaan mengatakan, air yang tersimpan di dalam reaktor masih mengandung elemen radioaktif seperti cesium (penyebab kanker) dan strontium.
Tentunya masih diperlukan penanganan lagi sebelum dilepas ke laut atau udara.
Air yang terkumpul tersebut berasal dari air untuk pendinginan inti reaktor dan air hujan.
Dilansir dari Mainichi Japan, kemungkinan pelepasan air ke laut Pasifik akan terjadi setelah Tokyo Olimpiade 2020 selesai.
TEPCO mengatakan, tangki tersebut harus dikosongkan untuk menyimpan puing-puing reaktor dan material radioaktif lain.
Namun baru-baru ini yaitu pada Jumat (27/12/2019), Pemerintah Jepang resmi menunda rencana pembuangan air radioaktif tersebut.
Dilansir dari Channel News Asia (CNA) rencana cara pembuangan masih sama, tetapi waktu pembuangan direncanakan pada 5 tahun lagi.
Yaitu untuk reaktor nomor 2 di tahun 2024 - 2026, dan untuk reaktor nomor 1 pada tahun 2027 - 2028.
Beberapa ahli mengatakan target Jepang untuk menuntaskan kebocoran nuklir selama 40 tahun terlalu optimis.
Serta, Jepang seharusnya melakukan pendekatan seperti Chernobyl, yaitu menunggu radioaktif hilang secara alami.
Chernobyl sendiri melakukan pembuangan air radioaktif dengan cara dikubur dalam tanah dan diinjeksikap pada lapisan geologi di dalam tanah.