Advertorial
Intisari-Online.com – Kasus infeksi difteri kembali terjadi.
Dilansir dari kompas.com pada Sabtu (7/12/2019), empat orang dalam satu keluarga di Simalungun, Sumatera Utara terkena infeksi difteri.
Sebelumnya, infeksi difteri sudah sering kali menjangkit masyarakat di indonesia.
Bahkan, beberapa kali menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah tertentu.
Misalnya, pada 2017, difteri sempat menjadi KLB di Kendal dan Jawa Timur.
Di Kendal, ada salah satu warga yang meninggal karena penyakit tersebut.
Sementara, di Jawa Timur, catatan Dinas Kesehatan Jatim, penyakit yang disebabkan bakteri itu menyebar di 14 kabupaten dan kota.
Apa itu Difteri?
Mengutip Kompas.com 20 Desember 2017, difteri adalah penyakit yang menyerang saluran napas atas atau kulit akibat bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Kuman ini menyebar melalui percikan air liur di udara seperti bersin atau batuk.
Oleh karena itu, penularan dari penyakit ini sangat mudah sehingga pasien difteri harus diisolasi.
Melansir dari Kompas.com pada (7/12/2017), kemunculan difteri tak terbatas pada musim tertentu.
Difteri bersifat mematikan karena bakteri penyebabnya akan menghasilkan toksin dan membentuk membran putih tebal di tenggorokan atau amandel.
Racun difteri juga dapat menyebar ke jantung dan saraf melalui aliran darah hingga dapat menimbulkan kematian.
Gejala
Melansir Kompas.com pada 12 Desember 2017, untuk mengetahui terjangkitnya difteri pada seseorang, ada tanda-tanda yang biasanya muncul:
- Sulit menelan
- Demam dengan suhu rendah sekitar 38 derajat celsius Kurang nafsu makan
- Sesak napas disertai bunyi
- Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) akibat pembengkakan kelenjar leher
- Munculnya pseudomembran atau selaput putih keabu-abuan yang tidak mudah lepas
Salah satu gejala khas difteri adalah munculnya selaput putih keabuan di pangkal tenggorokan.
Akan tetapi, tanda tersebut perlu dibedakan dengan tonsilitis atau randang amandel yang sering terjadi pada anak-anak.
Pada difteri, selaputnya tebal dan menutupi pangkal tenggorokan sehingga mengakibatkan susah bernafas.
Sementara, bercak-bercak atau selaput putih (beslag) akibat tonsilitis hanya terjadi pada amandel saja.
Komplikasi
Komplikasi juga dapat terjadi akibat infeksi difteri, diantaranya adalah hal-hal berikut:
- Menyumbat saluran udara
- Kerusakan otot-otot jantung (myocarditis)
- Kerusakan saraf (polyneuropathy)
- Kehilangan kemampuan bergerak (paralysis)
- Infeksi paru-paru (kegagalan pernafasan atau pneumonia)
Untuk menghindari komplikasi akibat difteri, pasien harus dibawa ke dokter dalam kurun waktu 72 jam setelah tertular.
Pada beberapa orang, difteri juga dapat menyebabkan kematian.
Pencegahan dan Penanganan
Penanganan difteri tidak dapat dilakukan dalam waktu satu atau dua tahun.
Mengutip pemberitaan Kompas.com pada 6 Desember 2019, Dokter spesialis anak sekaligus konsultan infeksi tropis RSUP HAM, dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu mengatakan bahwa sejak 2017 RSUP HAM telah merawat 30 anak karena difteri.
Penyakit ini dapat menyerang dengan cepat.
Namun, penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi dan menjaga kebersihan lingkungan.
Imunisasi tidak hanya dilakukan pada anak-anak.
Imunisasi juga perlu dilakukan pada orang dewasa karena kekebalan dari vaksin lama kelamaan akan berkurang.
Pasien yang tidak diimunisasi berisiko lebih besar untuk terjangkit penyakit ini.
Begitu pula dengan yang tidak melakukan imunisasi secara lengkap.
Menurutnya, apabila penyakit ini muncul, berarti cakupan imunisasi tidak terlalu baik. Ketika ada satu kasus difteri, akan ada pula kasus-kasus lain. (Vina Fadhrotul Mukaromah)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kembali Menjangkit, Kenali Bahaya dan Penanganan Difteri")