Advertorial

Bertentangan dengan Susi, Menteri Edhy akan Buka Ekspor Benih Lobster, Negara Ini yang akan Diuntungkan Sementara Sentra Perikanan Indonesia akan Hancur

Tatik Ariyani

Editor

Kebijakan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan baru, Edhy Prabowo, justru bertentangan dengan kebijakan Susi Pudjiastuti saat masih menjabat.
Kebijakan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan baru, Edhy Prabowo, justru bertentangan dengan kebijakan Susi Pudjiastuti saat masih menjabat.

Intisari-Online.com - Saat menteri Susi Pudjiastuti masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, dia melarang keras peredaran benih losbster yang berukuran di bawah 200 gram.

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) 56/2016 tentang penangkapan lobster.

Salah satu wilayah Indonesia yang dikenal sebagai penghasil lobster ekspor kualitas terbaik dunia adalah perairan laut Aceh.

Dengan adanya pelarangan ekspor benih lobster tersebut, membuat budidaya lobster di Aceh menjadi salah satu peluang usaha nelayang yang sangat menjanjikan.

Baca Juga: Beli Rumah Bekas, Pria Ini Terkejut Temukan Stopkontak Tak Terpakai Ternyata ' Brankas Rahasia' , Tetapi Kecewa Setelah Mengetahui Seperti Ini Isinya

Seorang pembudidaya lobster di Aceh, Fajar (30) selama ini ia mendapat pasokan berbagai jenis bibit lobster kualitas ekspor dari nelayan di Pulo Aceh, Kabupaten Aceh dan Lamno, Calang Kabupaten Aceh.

Fajar membeli benih lobster dengan harga rata-rata Rp25 hingga 30 ribu perekornya, dengan ukuran 100 gram.

Sekali masuk ada 7 hingga 10 ekor, dan dalam sebulan ada tiga kali dikirim bibit yang masih berukuran 200 gram.

Setelah merawat dan memberi pakan secara alami selama beberapa bulan, lobster hasil budidaya Fajar yang sudah berukuran di atas 200 gram ini kembali dipasok ke sejumlah rumah makan dan restoran terbaik di Aceh maupun luar Aceh.

Baca Juga: Dulunya Seorang Waria sampai Dijuluki Diva, Waria Ini Mendadak Jadi Pria Tulen Setelah Mengalami Mimpi yang Membuatnya Ketakutan Setengah Mati Ini

Harga lobster perkilogramnya menjadi mulai Rp400 hingga Rp800 ribu.

Dari hasil budidaya lobster yang dirintis sejak tahun 2012, setiap bulannya Fajar dapat meraup untung mulai dari Rp3 hingga Rp5 juta per bulan.

Fajar adalah salah satu contoh dari pembudidaya yang mendapat keuntungan dari pelarangan ekspor benih loster itu.

Baca Juga: Merasa Kejang Otot? Ini 5 Solusi Alami untuk Mengendurkan Otot, Salah Satunya dengan Bluberi

Namun, kini kebijakan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Edhy Prabowo, justru bertentangan dengan pelarangan ekspor benih lobster oleh Susi Pudjiastuti saat masih menjabat.

Kali ini, Edhy membuat kebijakan soal adanya kemungkinan membuka keran ekspor benih lobster yang tengah dikaji.

Lantas, hal initentu menuai pro dan kontra.

Baca Juga: Dapat Predikat Asian of the Year 2019 dari Media Singapura, Jokowi Didoakan Punya Kekuatan dan Kebijaksanaan seperti Dewa Hindu Krisna, Ini Alasannya!

Dikutip dari Kompas.com, Direktur Eksekutif Center for Maritime Studies for Humanity (Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan), Abdul Halim mengatakan, adanya kemungkinan Menteri Edhy untuk membuka peluang ekspor benih lobster merupakan langkah yang tidak strategis dalam jangka panjang.

Hal ini dikarenakan ekspor benih yang kemudian dibudidayakan di negara tujuan, akan sangat menguntungkan negara importir.

Salah satunya Vietnam yang sangat ketergantungan dengan kebutuhan benih lobster, sehingga jika kebijakan ekspor benih lobster disahkan, Vietnam akan benar-benar diuntungkan.

Di sisi lain, ekspor benih lobster akan menghancurkan sentra-sentra perikanan Indonesia.

Baca Juga: Mengendalikan Diabetes dengan Kayu Manis, Konsumsi Setiap Pagi dan Sore, Begini Cara Membuatnya!

Karena, membuka peluang ekspor benih lobster sama saja mengizinkan eksploitasi besar-besaran di beberapa sentra lobster.

Saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/12/2019), Abdul Halim mengatakan, "Seperti di Lombok. Akan banyak eksploitasi yang dilakukan pembudidaya (asing) dengan pertimbangan jangka pendek. Secara ekonomi boleh jadi menggiurkan, tapi dalam konteks ekonomi jangka panjang sangat merugikan RI."

Apalagi, kata Abdul, banyak negara tetangga yang berkepentingan dengan sumber daya ikan RI.

Negara yang dimaksud termasuk Vietnam.

Vietnam sendiri pernah mendapat kartu kuning dari Uni Eropa karena pengelolaan ikan yang tidak berkelanjutan.

Itu berarti, banyak pelanggaran HAM, praktek illegak fishing yang masif, dan penangkapan plasma nutfah secara tidak bertanggung jawab.

Untuk itu, Pemerintah Vietnam memberlakukan UU Perikanan per Januari 2019.

Kemudian, Abdul mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan baru dan adanya peluang ekonomi baru dari RI, mereka (negara importir) akan memanfaatkan itu sebanyak mungkin untuk meningkatkan pendapatan nasional dari sektor perikanan.

Baca Juga: Meski Berasa Sedikit Asam, Jeruk Bali Ternyata Bermanfaat untuk Kesehatan, Salah Satunya Bantu Cegah Kanker

Meski demikian, Abdul masih setuju dengan kebijakan penangkapan benih lobster untuk mengembangkan budidaya perikanan sepanjang budidaya dilakukan di dalam negeri.

Menurut Abdul, bukannya kemudian benih lobster diekspor ke luar negeri, tapi dialihkan ke pengembangan budidaya di dalam negeri dan menghentikan peluang untuk ekspor ke luar negeri.

Dengan membudidayakan benih lobster di dalam negeri, hal itu akan menghasilkan nilai tambah yang lebih banyak.

Apalagi dengan adanya tren makan seafood yang tengah menjamur di Indonesia di berbagai kalangan.

Abdul pun setuju bila nantinya lobster yang telah dibudidaya akan diekspor ke luar negeri.

Yang dimaksud adalah lobster besar, sehingga nilai tambah pun akan semakin besar dan tidak mengurangi cadangan devisa.

Nilai ekonomi dari ekspor lobster besar pun jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekspor baby lobster.

Baca Juga: Meski Berasa Sedikit Asam, Jeruk Bali Ternyata Bermanfaat untuk Kesehatan, Salah Satunya Bantu Cegah Kanker

Artikel Terkait