Protes yang 'wajar'
Jika Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati pada Qureiris, ia akan bergabung dengan setidaknya tiga tahanan lain yang dieksekusi tahun ini karena kejahatan yang diduga dilakukan sebelum usia 18 tahun.
Abdulkareem al-Hawaj, Mujtaba al-Sweikat dan Salman Qureish adalah bagian dari eksekusi massal 37 orang, yang sebagian besar adalah Syiah.
Ketiganya ditangkap karena kekerasan yang menurut pemerintah dilakukan selama protes sekitar waktu Musim Semi Arab. Protes ini sendiri merupakan sebuah unjuk rasa yang wajar yang dikenal Arab Spring, serangkaian arus massa di negeri Timur Tengah untuk menuntut demokratisasi, jaminan atas hak asasi manusia, perbaikan ekonomi, serta peniadaan sekterianisme.
Tetapi jaksa penuntut sangat bergantung pada pengakuan yang dikatakan para tahanan diambil dari mereka. Dalam persidangan, mereka mengatakan bahwa mereka disiksa, pengakuan dilakukan di bawah tekanan.
Di Arab Saudi, hukuman mati hanya dapat ditegakkan atas perintah Raja Salman atau wakilnya yang sah, Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Demonstran tak berkedok
Dalam salah satu video Murtaja Qureiris yang diperoleh CNN, bocah lelaki itu terlihat berdiri di samping ayahnya yang sedang berbicara di depan kerumunan demonstran.
Sebagian besar demonstran bertopeng. Murtaja dan ayahnya membiarkan wajahnya terlihat, sesuatu yang mungkin membuat keluarga lebih mudah terjerat dalam tindakan keras pemerintah terhadap para aktivis.
"Murtaja (Qureiris) adalah satu-satunya orang yang tidak mengenakan topeng selama protes," kenang aktivis Mohammad Daman. "Dan dia selalu bersama ayahnya (Abdullah)."
Dalam rekaman itu, Abdullah mengenakan thobe cokelat yang biasanya diperuntukkan bagi para tetua suku Arab, dan berbicara dalam sebuah megafon sementara pengunjuk rasa lain memegang Al-Quran di atas kepalanya.
"Kami berjanji kepada para martir bahwa kami akan melanjutkan pawai kami," kata Abdullah Qureiris.
Berdiri di sampingnya, Murtaja Qureiris dengan topeng ski di kepalanya, setelah itu menyingkirkannya dari wajahnya. Dia melirik kamera, tersenyum, dan berjalan pergi, tidak menyadari nasib apa yang akan dia hadapi di masa depan.
(Nieko Octavi Septiana)
Source | : | CNN |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR