Advertorial

Kisah Anak Konglomerat AS yang Gila Petualangan, Hilang Secara Misterius di Papua, Ada yang Mengatakan Dia Dibunuh dan Dimakan Suku Pedalaman

Nieko Octavi Septiana
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Lahir tahun 1938, dia adalah anak bungsu gubernur New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat Nelson Rockefeller, keluarga miliuner di AS.
Lahir tahun 1938, dia adalah anak bungsu gubernur New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat Nelson Rockefeller, keluarga miliuner di AS.

Intisari-Online.com -Selalu saja ada orang yang gila berpetualang, termasuk anak konglomerat AS, Michael Clark Rockefeller.

Lahir tahun 1938, dia adalah anak bungsu gubernur New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat Nelson Rockefeller, keluarga milioner di AS.

Kakekbuyutnya adalah John D. Rockefeller - salah satu pria terkaya yang pernah ada.

Sebenarnya sang ayah berharap dia mengikuti jejaknya dengan membantu mengelola bisnis keluarga.

Baca Juga: Tak Keluarkan Uang Sepeserpun, Pria Ini Klaim Berhasil Hidup Tanpa Belanja, Ini Menu Makanan yang Buat Dirinya Bertahan Hidup

Namun Michael merupakan orang dengan jiwa tenang dan artistik.

Setelah lulus dari Harvard tahun 1960, dia ingin melakukan sesuatu yang lebih mengasyikkan daripada duduk di ruang rapat.

Dia memutuskan untuk mencari 'seni-primitif' - sebuah istilah yang tidak lagi digunakan untuk seni non-Barat, khususnya yang berasal dari masyarakat adat.

Michael melakukan banyak perjalanan mulai dari Jepang hingga Venezuela selama berbulan-bulan, akhirnya dia memulai ekspedisi antropologis ke tempat yang tidak banyak dilihat orang.

Dia bicara dengan perwakilan dari Museum Etnologi Nasional Belanda dan melakukan perjalanan kepanduan dengan apa yang disebut Nugini Belanda.

Baca Juga: Dari Tak Buang Air Besar hingga Burung Gagak Berduka, Ini 6 Klaim Aneh Para Pemimpin Korea Utara

Sebuah pulau besar di lepas pantai Australia (sekarang masuk Provinsi Papua, Indonesia) untuk mengumpulkan seni dari orang suku Asmat yang tinggal di sana.

Melansir All That's Interesting, Michael Rockefeller dan tim peneliti dokumenter pergi ke Nugini Belanda.

Meski otoritas kolonial Belanda dan misionaris telah lama berada di sana, suku Asmat belum melihat orang kulit putih.

Kontak terbatas dengan dunia luar membuat suku Asmat percaya tanah di luar pulau mereka dihuni oleh arwah, sehingga ketika orang kulit putih datang dari seberang lautan mereka melihatnya sebagai semacam makhluk gaib.

Baca Juga: Perempuan pada Berlomba-lomba Biar Langsing, Padahal Faktanya Pria Lebih Merasa Bahagia dengan Wanita yang Bertubuh Berisi

Michael dan timnya akhirnya menjadi sesuatu yang menarik dan ingin diketahui oleh Otsjanep, tempat salah satu komunitas utama Asmat di pulau itu.

Tim Michael juga bukanlah sesuatu yang sepenuhnya disambut.

Suku Asmat memperbolehkan tim fotografi beraksi, tapi tidak mengizinkan peneliti kulit putih membeli artefak budaya.

Ia tidak terlalu terpengaruh dengan hal itu tapi lebih memikirkan kondisi 'biasa' terjadi.

Baca Juga: Terlahir Cantik dan Sempurna, Hanya Gara-gara Kelalaian Orangtuanya, Gadis Imut ini Kini Lumpuh Total, Penyebabnya Sering Diabaikan

Pada saat itu, perang antarsuku adalah hal biasa dan Michael mengetahui pejuang Asmat akan mengambil kepala musuh mereka dan memakan daging mereka.

Misi kepanduan selesai dan dia menulis rencananya untuk membuat studi antropologis rinci tentang Asmat dan memajang koleksi seni mereka di museum ayahnya.

Tahun 1961 Michael Rockefeller berangkat sekali lagi ke Papua Nugini ditemani Rene Wassing, antropolog pemerintah.

Ketika kapal mendekati Otsjanep pada 19 November 1961, tiba-tiba terjadi badai yang membalikkan kapal.

Baca Juga: Demi Bangun Patung Tertinggi di Dunia, Negara Ini Habiskan Habiskan Dana Rp6,4 Triliun dan Buat Rakyatnya Menderita

Wassing menempel di lambung kapal yang terbalik.

Disebutkan mereka berada 12 mil dari pantai dan Michael berkata pada Wassing, "Saya pikir saya bisa melakukannya," dan melompat ke air.

Dia tidak pernah terlihat lagi.

Keluarganya mengerahkan segala cara mencari Michael, mulai dengan kapal hingga helikopter, menjelajahi daerah itu.

Baca Juga: Vanessa Angel Diduga Pamer Alat Bantu untuk Berhubungan Intim: Ini Bahaya Masuknya Benda Asing ke Dalam Organ Intim Wanita

Bahkan Nelson Rockefeller dan istrinya ikut terbang ke Papua mencari anak mereka, tapi tubuh Michael Rockefeller tak ditemukan.

Penyebab kematiannya secara resmi dinyatakan akibat tenggelam.

Michael Rockefeller dinyatakan mati secara hukum pada 1964.

Hilangnya anak konglomerat itu secara misterius menjadi sensasi dan rumor yang menyebar.

Beberapa mengatakan dia dimakan hiu saat berenang ke pulau, beberapa percaya dia dibunuh dan dimakan orang-orang suku Asmat.

Baca Juga: Mimpi Punya Rumah Sendiri Harus Tertunda Bertahun-tahun, Tak Disangka Telepon yang Dikira Penipuan Ini Mampu Wujudkan Keinginannya

Sementara yang lain berspekulasi dia tinggal di suatu tempat di hutan Papua, melarikan diri dari kurungan kekayaan.

Kasusnya dibuka kembali. Tahun 2014 reporter National Geographic Carl Hoffman mengungkap dalam bukunya Savage Harvest: A Tale of Cannibals, Colonialism and Michael Rockefeller’s Tragic Quest for Primitive Art, menghasilkan bukti bahwa Michael dibunuh suku Asmat.

Mereka mengetahuinya dari misionaris yang tinggal di sana selama bertahun-tahun mengarah pada kesimpulan tengkorak yang diklaim suku Asmat milik Michael.

Namun laporan itu terkubur dalam file rahasia dan tidak diselidiki lebih lanjut dan kabar ini tidak disampaikan oleh Belanda.

Kenapa? Karena tahun 1962 Belanda kehilangan setengah pulau itu ke Indonesia, mereka takut jika diyakini bahwa mereka tidak bisa mengendalikan penduduk asli maka akan segera digulingkan.

Artikel Terkait