Advertorial

Saking Kecewanya pada Hal Ini, Benny Moerdani Nekat Lempar Baret Merah Kebanggaan Kopassus Dihadapan Komandannya

Ade S

Penulis

Jenderal Benny diberikan baret merah Kopassus oleh Sintong tapi di luar dugaan baret malah dibanting ke meja dan terpelanting jatuh di lantai.
Jenderal Benny diberikan baret merah Kopassus oleh Sintong tapi di luar dugaan baret malah dibanting ke meja dan terpelanting jatuh di lantai.

Intisari-Online.com -Lewat sebuah operasi tempur bersandi Pasukan Naga, BennyMoerdani menerobos pedalaman Irian Barat (kini Papua), pada 1962.

Kala itu, Benny yang berpangkata Mayor tergabung dalampasukan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Dalam pertempuran yang kemudian berlangsung sengit melawan pasukan marinir Belanda, anak buah Benny, Lettu Agus Hernoto mengalami luka tembak.

Tidak hanya satu, Agus tertembak di kedua kaki serta punggungnya. Sehingga dirinya harus ditinggalkan di medan perang.

Baca Juga: Belum Dianggap Merdeka dan Kunjungan Suharto ke Belanda Diremehkan, Benny Moerdani pun Mengamuk

Belakangan Agus tertangkap pasukan marinir Belanda sewaktu melakukan operasi pembersihan dan kemudian ditawan.

Pasukan Belanda sendiri memperlakukan Agus sesuai konvesi Jeneva, ia dirawat hingga sembuh tapi kedua kakinya terpaksa diamputasi mengingat luka tembaknya sudah membusuk.

Setelah operasi Pasukan Naga selesai dan Irian Barat kembali ke pangkuan RI, Agus meskipun mengalami infalid dan memakai kaki palsu masih bertugas di lingkungan RPKAD dan satu batalyon dengan Benny Moerdani.

Suatu kali (1965) terjadi kebijakan di lingkungan RPKAD yang salah satu keputusannya adalah prajurit invalid tidak boleh bergabung lagi dengan RPKAD.

Baca Juga: Digembleng Militer AS, Benny Moerdani Kerap Bikin Stres Anak Buah karena Inginkan Intelijen Harus Sanggup Bekerja di Luar Batas Kemampuan

Atas keputusan itu Benny Moerdani menyatakan ‘protes’ terhadap kebijakan komandan RPKAD waktu itu, Moeng Pahardimulyo.

Benny bersikeras prajurit seperti Agus Hernoto harus tetap berada di satuan RPKAD mengingat jasa dan pengorbanannya bagi bangsa serta negara yang demikian luar biasa.

Atas sikap ‘mbalelo’ itu, Benny kemudian dipanggil KASAD Jenderal Achmad Yani dan berakibat didepaknya Benny dari satuan RPKAD.

Benny yang kemduian dipeindahkan ke Kostrad lalu ditarik oleh tokoh intelijen Ali Murtopo, hingga akhirnya menjadi orang nomor satu di dunia intelijen Indonesia.

Baca Juga: Demi Damaikan Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Benny Moerdani Rela Menyamar Jadi Penjual Tiket Pesawat

Karier Benny bahkan terus melesat dan menjabat sebagai Panglima TNI.

Suatu kali sebagai Panglima TNI, pada tahun 1985 Jenderal Benny diundang Kopassus (semula RPKAD) untuk memberikan baret merah kehormatan Kopassus kepada Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Sultan Iskandar.

Sebelum memberikan baret kehormatan Jenderal Benny beristirahat di ruang komandan Kopassus, Brigjen Sintong Panjaitan.

Hadir pula di ruang kerja Sintong, KASAD Jenderal Try Sutrisno, Wakil KASAD Letjen TNI Edi Sudrajat dan Wakil Komandan Kopassus Kolonel Kuntara.

Baca Juga: Gara-gara Tidak Mau Menuruti Nasihat Benny Moerdani, Pak Harto pun Tumbang dari Kekuasaannya, di Kemudian Hari Ia pun Sangat Menyesal

Jenderal Benny lalu diberikan baret merah Kopassus oleh Sintong tapi di luar dugaan baret malah dibanting oleh Benny ke meja dan terpelanting jatuh di lantai.

Semua Perwira Tinggi yang berada di ruang Sintong terkejut melihat Benny yang begitu marah dan berwajah seram.

Rupanya Jenderal Benny masih sangat marah terkait dirinya pernah didepak sebagai anggota RPKAD di era kepemimpinan Kolonel Moeng Parhadimulyo.

Tapi menjelang upacara pemberian baret kehormatan Kopassus kepada Raja Malaysia, Jenderal Benny ternyata bersedia mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, semua jadi lega dan upcara pun berjalan lancar. (Agustinus Winardi)

Baca Juga: Benny Moerdani, Tokoh Intelijen RI yang Dipaksa Menikah Oleh Bung Karno dan ke Mana pun Pergi Harus Selalu Membawa Bekal Masakan Istri

(Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2009).

Artikel Terkait