Advertorial

Demi Damaikan Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Benny Moerdani Rela Menyamar Jadi Penjual Tiket Pesawat

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Ketika Mayor Benny Moerdani ditugasi oleh Mayjen TNI Soerhato selaku Panglima Komandao Mandala Siaga (Kolaga) untuk secara rahasia membereskan konfliks Indonesia-Malaysia, kemampuan Benny sebagai seorang intelijen ternyata sangat menonjol.

Operasi rahasia yang dipimpin oleh Benny tidak dilaksanakan langsung dari Indonesia melainkan dari daratan Thailand yang berada di lambung belakang Malaysia.

Operasi itu terbagi dalam empat jenis, yakni operasi intelijen, operasi territorial, operasi kantong, dan operasi ganyang.

Operasi intelijen bertujuan mengumpulkan segala macam bahan-bahan intelijen, operasi territorial bertujuan membantu rakyat setempat yang menentang pembentukan negara Malaysia, operasi kantong merupakan pemindahan pasukan ABRI dari perbatasan masuk ke derah lawan secara clandestine, dan operasi ganyang merupakan aksi perongrongan oleh para gerilyawan di daerah lawan.

(Baca juga: Tusuk Konde Bu Tien, Rahasia Kewibawaan Pak Harto yang Perlu 'Ritual' Khusus untuk Mengambilnya)

Operasi khusus yang ditangani Benny ternyata lebih menonjol dan cenderung merupakan menyelesaikan konfrontasi Indonesia-Malaysia secara damai.

Benny yang saat berada di Thailand menyamar sebagai petugas tiket Garuda tugasnya tidak hanya secara diam-diam mengirimkan infiltran lewat Thailand tapi membangun kontak dengan tokoh-tokoh Malaysia yang pro damai.

Kontak pertama dengan tokoh Malaysia bernama Ghazali dilakukan Benny di Bangkok.

Kehadiran Ghazali sendiri saat itu didampingi Des Alwi, tokoh nasionalis Indonesia yang terpaksa melarikan diri ke Malaysia karena menentang kepemimpinan Bung Karno.

Dari dua orang yang ditemuinya itu, Benny yang sudah mendatangkan Ali Moertopo ke Bangkok, lalu membangun kontak lebih jauh lagi, yakni bertemu Menteri Pertahanan Malaysia, Tun Abdul Razak.

Des Alwi yang kemudian bertemu Abdul Razak ternyata mendapat sambutan positif karena Menhan Malaysia ini ternyata menginginkan penyelesaian secara damai.

Berbeda dibandingkan PM Malaysia Tunku Adul Rahman yang masih menginginkan konfrontasi.

Des Alwi juga menekankan keinginan penyelesaian secara damai itu bukan datang dari Soekarno melainkan dari Soeharto yang juga menjabat Panglima Kostrad.

(Baca juga: Via Vallen, Nella Kharisma, dan Dangdut Koplo yang Kian Berjaya Pascatumbangnya Soeharto)

Kepercayaan Razak makin mantap karena dari sepengetahuannya Kostrad tidak begitu antusias mengganyang Malaysia .

Itu bisa dilihat dari sedikitnya personel Kostrad yang berhasil ditawan Malaysia.

Dengan unsur ‘’tidak begitu dendam’’ terhadap Kostrad, Razak kemudian bersedia untuk segera bertemu Benny.

Tak lama kemudian pertemuan Benny dan Razak berlangsung di Bangkok. Hasil pertemuan untuk penyelesaian secara damai bahkan makin maju karena Razak yang begitu antusias malah mengundang Benny untuk datang ke Kuala Lumpur.

Ketika perundingan damai antara Benny dan Menlu Razak makin mengalami kemajuan, pertempuran di perbatasan masih berlangsung sengit.

Baik politisi dan petinggi militer Malaysia maupun Indonesia hanya sedikit yang mengetahui upaya penyelesain damai itu.

Benny sendiri ketika berkunjung ke Malaysia melakukannya secara rahasia.

Agar tidak mengundang kecurigaan para petugas intelijen Inggris yang banyak berkeliaran di Malaysia, Benny mempergunakan dokumen perjalanan Malaysia.

Misi Benny sukses selain bertemu Razak, dia juga sempat mengunjungi tahanan asal Indonesia dan memproses administrasi untuk memulangkan mereka kelak.

Benny bahkan bisa menyiapkan safe house di Kuala Lumpur untuk lokasi perundingan-perundingan selanjutnya.

Tim operasi khusus yang kemudian memungkinkan pejabat Indonesia bisa berkunjung ke Kuala Lumpur untuk berunding bahkan menjadi lebih lengkap.

Tidak hanya Benny, tapi anggota tim utama lainnya seperti bos Benny, Ali Moertopo, Daan Mogot, dan Willy Pesik juga hadir.

Kedatangan tim secara rahasia itu bahkan sempat menggemparkan Malaysia.

Pasalnya, kendati tim Benny datang dengan memakai dokumen perjalanan Malaysia, secara tak sengaja mereka mengisi kolom formulir imigrasi sehingga petugas imigrasi tahu adanya orang yang menyelundup ke Kuala Lumpur.

Menteri Dalam Negeri Malaysia Tun Ismail menjadi berang karena merasa tidak diberi tahu, tapi mujur Abdul Razak bisa menjernihkan kehebohan itu.

Meskipun Mendagri Ismail sempat berang, kontak Razak dan tim Benny serta Ali Moertop yang berada di Jakarta ternyata masih bisa berjalan secara rahasia.

Pihak Inggris dan PM Malaysia yang sengaja tidak diberi tahu mengenai upaya damai ternyata diam-diam saja seperti tidak tahu sama sekali.

Sebaliknya di Indonesia, Bung Karno yang sudah mencium upaya damai itu malah tampak tenang-tenang dan menilai Benny sedang belajar jadi seorang diplomat.

Puncak dari operasi rahasia adalah ketika sebuah Hercules TNI AU pada 25 Mei 1966 terbang secara rahasia dari Jakarta menuju Kuala Lumpur.

Hercules yang mengangkut sejumlah perwira tinggi ABRI untuk perdamaian itu akan mendarat di Bandar Udara Subang, Kuala Lumpur, dan selanjutnya meneruskan perjalanan menuju Alaor Star, ibukota negara bagian Kedah untuk mengawali pembicaraan dengan PM Malaysia Tunku Abdul Rahman.

Yang unik Tunku Abdul Rahman saat itu tidak mempercayai Razak bahwa akan datang tim perdamaian dari Indonesia.

Namun demikian, Tunku Rahman tetap terbang menuju Alor Star. Sebaliknya ketika Tunku sudah terbang, Abdul Razak mulai was-was karena Hercules TNI AU yang ditunggu-tunggu tidak segera tiba.

Ketegangan dalam menunggu kedatangan Hercules makin diperburuk karena adanya gangguan komunikasi radio dan dugaan jangan-jangan Hercules misi damai itu telah ditembak jatuh Inggris.

Kendati merupakan penerbangan untuk misi damai, rute yang dilalui Hercules tetap melalui kawasan udara yang menjadi ajang patroli bagi pesawat-pesawat tempur RAF.

Setelah diketahui bahwa gangguan komunikasi radio disebabkan gelombang radio di Subang sedang diganti frekuensinya, Razak dan timnya akhirnya hanya bisa menunggu.

Tapi Razak tetap masih menunjukkan kegelisahannya karena terlanjur mengirim sebuah pesawat terbang dengan harapan bisa memandu Hercules.

Tapi pesawat yang dikirim Razak tetap saja rawan oleh sergapan pesawat tempur Inggris.

Hercules misi damai yang dipiloti Komodor Susanto akhirnya bisa mendarat selamat di Kuala Lumpur.

Setelah mengadakan perundingan dengan Razak dan sukses, tim sepakat melanjutkan perundingan dengan Tunku di Alor Star.

Tapi mendaratnya pesawat militer Indonesia di Kuala Lumpur dengan misi rahasia ternyata membuat perwakilan Inggris marah besar.

RAF bahkan akan mengancam menembak jatuh Hercules yang melanjutkan perjalanan menuju Kedah karena pasti melintasi ruang udara Buterworth , Penang, tempat pangkalan militer Inggris.

Sementara delegasi Indonesia juga tak mungkin meninggalkan Hercules TNI AU karena pasti akan disabotase oleh Inggris.

Untuk mengatasi kendala itu sejumlah pejabat penting Malaysia memutuskan masuk Hercules sehingga membuat RAF kebingungan.

Mereka tidak mungkin menembak jatuh Hercules yang berisi para pejabat penting Malaysia.

Penerbangan ke Kedah pun berlangsung dalam suasana penuh ketegangan dan suasana ramah baru muncul setelah rombongan tiba di rumah peristirahatan Tunku Rahman.

Kehadiran Benny yang cukup dikenal Tunku lewat Razak bahkan makin memperlancar pertemuan.

Hasil perundingan sukses dan pada 27 Mei, tim perdamaian Indonesia sudah bisa pulang ke Jakarta.

Tindak lanjut dari pertemuan dengan Tunku Rahman adalah perundingan Abdul Razak dengan Menlu Adam Malik di Bangkok dan langsung menghasilkan rumusan mengenai penyelesaian konfrontasi secara damai.

Tapi sikap Adam Malik yang menerima begitu saja setiap usulan Malaysia sempat membuat Bung Karno dan unsur dari ABRI kecewa, sehinggga peran Adam Malik diserahkan kepada Soeharto.

Di tangan Soeharto bola penyelesaian damai seolah menemukan penyerang yang tinggal mengegolkan ke gawang.

Pada 11 Agustus 1966, piagam yang dikenal Jakarta Accord yang berisi persetujuan untuk menormalisasi hubungan Indonesia-Malaysia disepakati.

Konfrontasi yang telah menelan korban jiwa dan harta pun bisa diakhiri dengan memuaskan dan menghindarkan dari perang yang makin meluas hinga ke Sumatra dan Jawa.

Setelah perdamaian antara Malaysia-Indonesia bisa diwujudkan , Benny ternyata masih bertahan di Kuala Lumpur.

Prajurit komando itu tidak lagi bertugas menggalang pasukan gerilyawan tapi harus bisa memulihkan kembali persahabatan antara kedua bangsa baik secara diplomatik maupun sebagai saudara serumpun.

(Baca juga: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)

Artikel Terkait