Intisari-Online.com - Ketika terjadi konfrontasi militer Indonesia-Malaysia (1964), tugas Benny Moerdani yang saat itu berpangkat Mayor adalah menyusup ke Kalimantan Utara.
Tugas itu merupakan misi militer yang sangat berat dan penuh risiko.
Setiap harinya Benny bersama tim kecil RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) berjalan kaki menyusuri hutan lebat selama berjam-jam untuk membuka jalur bagi pasukan induk AD yang nantinya bertugas menyerbu Malaysia.
JIka tidak sedang melewati hutan lebat, Benny dan timnya menyusuri sungai yang berada di wilayah Kalimantan Utara menggunakan perahu.
Baik misi penyusupan yang melewati wilayah daratan maupun sungai, Benny dan timnya selalu terancam oleh pasukan Inggris yang siap menghadang.
(Baca juga: Punya Banyak Pesawat ‘Nganggur’, Militer AS ‘Terpaksa’ Mengubahnya Menjadi ‘Drone’)
Selain menyiapkan sergapan pasukan Inggris yang rutin patroli juga kerap bertemu dengan gerilyawan dari Indonesia sehingga kontak senjata yang memakan korban jiwa tak bisa dihindari.
Ketika Benny dan timnya sedang bertugas menyusuri sungai sejumlah pasukan SAS Inggris ternyata sudah menunggu di seberang sungai dan berada di tempat ketinggian yang strategis.
Posisi Benny yang berada di perahu paling depan sudah masuk ke dalam jarak tembak sniper SAS dan senapan runduk pun siap dibidikkan.
Dari teropongnya sniper SAS bisa melihat sosok Benny secara jelas tapi jari yang telah menyentuh picu senjata masih diam.
Setelah sekian detik, picu senjata ternyata tak jadi ditarik dan senapan lainnya yang sudah siap tembak dan dibidikan secara akurat oleh semua personel SAS juga tidak menyalak.
(Baca juga: Mengingat Kembali Operasi Jayawijaya yang Urung Terjadi dan Semakin Harumnya Karier Jenderal Soeharto)
Semua personel yang dipimpin Benny akhirnya lolos dari sergapan mematikan itu.
Pada tahun 1976 Benny berkunjung ke Inggris dan secara tak terduga ia dipertemukan dengan dua prajurit SAS yang dulu nyaris menembakknya.
Personel SAS yang pernah mengincarnya ternyata masih mengenali Benny yang secara fisik tidak berubah banyak.
Benny lalu bertanya kenapa personel SAS itu kenapa tak jadi menembaknya.
Salah seorang langsung menjawab, bahwa timnya harus menunggu dulu datangnya kapal perang Queen Elisabeth.
Jika saat itu Benny ditembak dan kemudian berlangsung baku tembak, kapal Queen Elisabeth bisa terganggu perjalanannya.
Namun, hingga semua tim Benny pergi, kapal Queen Elisabeth ternyata tidak jadi melintas.
Mendengar kisah prajurit SAS itu, Benny serta merta berkomentar, jika saat itu dirinya jadi ditembak, pasukan Inggris telah berhasil menembak mati prajurit dengan pangkat tertinggi dan bisa saja konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir secara lain.