Advertorial
Intisari-Online.com -Berita mengenai warga Korea Utara yang memilih untuk kabur ke Korea Selatan bukanlah hal yang aneh mengingat negara tersebut dikenal sebagai negara tertutup dan misterius di bawah kepemimpinan diktator Kim Jong-un.
Menurut data dari Seoul, pada 2017 sudah ada 1.127 pembelot dari Korut ke Korsel.
Kisah-kisah dari para pembelot yang gagal kabur pun meninggalkan catatan suram.
Yakni seperti yang dialami Scott Kim, dia dan ibunya gagal membelot dan dikirim kembali ke Korut pada 2001.
"Ketika kami mencapai pusat penahanan di Korea Utara, kami kehilangan semua hak kami sebagai manusia," kata Kim sebagaimana dilansir Business Insider, (15/6/2018).
“Kami diperlakukan seperti binatang, secara harfiah. Kami harus merangkak di lantai untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.”
Kim dimasukkan ke sel bersama 20 pembelot lainnya.
Ada satu toilet di sudut dan tidak ada ruang untuk berbaring. Siang dan malam, para pembelot duduk di tanah.
“Itu adalah hukuman kami karena kami adalah orang berdosa. Saya tidak tahu mengapa kami adalah orang berdosa,” katanya.
Baca Juga: Wanita Ini Alami Serangan Jantung Setelah Berusaha Jelaskan Soal Matematika pada Anaknya
Ketika dia atau pembelot lainnya diperintahkan untuk menyusuri koridor ke kantor sipir, mereka dipaksa merangkak dengan tangan dan kaki.
Petugas memukuli mereka dengan sarung tangan dan tongkat saat mereka pergi.
Diperkirakan 100.000 warga Korea Utara atau lebih saat ini tinggal di pusat-pusat penahanan, penjara-penjara politik, atau kamp-kamp kerja di mana mereka menanggung kerja keras, penyiksaan, dan kelaparan.
Tak hanya warga Korea Utara, warga Rusia pun -dalam cara yang berbeda- banyak yang menjadi pembelot.
Jika warga Korut membelot karena mereka kehilangan hak-hak mereka sebagai manusia dikarenakan kepempininan seorang diktator, pembelotan di Rusiasedikit berbeda.
Pembelot Rusia biasanya mereka para aktivis yang memberikan kritik atau mengungkap kecurangan (misal korupsi) pada pemerintahan, utamanya Presiden mereka.
Nasib para pembangkang Rusia memang kerap berakhir tragis, baik cacat maupun tewas terbunuh.
Pemimpin negara itu, Vladimir Putin dicurigai berperan dalam kasus pembunuhan para pembelot Rusia, meski dia mengelaknya.
Salah satu pembelot yang bernasib tragis adalah Alexander Litvineko, mantan anggota KGB yang meninggal dalam beberapa minggu setelah minum teh.
Belum lagi para wartawan yang memberitakan hal buruk mengenai Putin, mereka juga bernasib tragis.
Kejadian sama yang melibatkan racun terulang kembali.
Seorang anggota band provokatif tentang kondisi politik Rusia,Pussy Riot, kemungkinan besar diberi racun yang merusak sarafnya, kata dokter.
Pyotr Verilov, warga negara Rusia dan Kanasa, adalah sekutu dekat band tersebut dan dia bekerja sebagai juru bicara.
Dia pingsan di Moskow pekan lalu, kemudian kehiangan penglihatan, kemampuan berbicara, dan kemampuan berjalan, menurut surat kabar Jerman,Bild.
Kondisinya membaik dan tidak lagi dianggap berbahaya untuknya.
Pria berusia 30 tahun ini dikenal karena menerbitkan Mediazona, situs berita online yang berfokus pada pelanggaran hak asasi manusia Rusia.
Setelah pingsan,Verzilov diangkut ke Berlin hari Sabtu (15/9) lalu.
Dokter yang merawatnya mengatakan ada kemungkinan bahwa Verzilov diracuni.
Kai-Uwe Eckardt, seorang ahli neurologi dan spesialis internal Jerman mengatakan, "Sangat mungkin dia diracuni."
Eckardt menambahkan bahwa Verzilov menderita sindrom anti-kolinergik, suatu kondisi di mana beberapa bagian dari sistem saraf terhalang danberbagai organ berhenti bekerja.
Gejala-gejala yang dialami Verzilov meliputi pupil yang membesar, tekanan darah tinggi, dan selaput lendir kering, yang menunjukkan kemungkinan diracuni.
Dokter memperingatkan bahwa hanya ada sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi racun yang tepat karena mungkin Verzilov menelannya sekitar seminggu yang lalu.
Eckardt menambahkan bahwa gejala itu bisa juga berasal dari obat-oabtan, bahan alami, atau tanaman.
Mantan anggota Pussy Riot,Nadezhda Tolokonnikova juga yakin bahwa Verzilov sengaja diracuni.
Dikutip dariReuters,Tolokonnikova mengatakan, "Saya percaya bahwa dia diracuni dengan sengaja dan itu adalah upaya mengintimidasinya atau membunuhnya."
Kasus Verzilov terjadi enam bulan setelah keracunan Sergei Skripsal, mantan mata-mata Rusia yang tinggal di Inggris selatan.
Baca Juga: Sembuhkan Batuk pada Anak-anak dengan Nanas, Bisa Dicoba Sendiri di Rumah, Ini Caranya!
Skripsal dan putrinya sakit kritis setelah terkena novichok, racun saraf kelas militer yang dikembangkan oleh Uni Soviet selama Perang Dingin.
Inggris baru-baru ini menyebut dua pria Rusia sebagai pelaku, namun mereka mengelaknya.
PM Kanada, Justin Trudeau mengatakan untuk tidak membuat kesimpulan terlalu dini mengenai kasus tersebut.
Tahun-tahun sebelumnya deretan korbantewas akibat pembelotannya pada Rusia tercatat dengan jelas.
November 2015, Mikhail Lesin ditemukan tewas di sebuah kamar hotel di Washington DC.
Sebelumnya, Lesin tahu banyak mengenai seluk beluk kehidupan politik di Rusia.
Anna Politkovskaya, seorang wartawan Rusia yang kritis terhadap Putin, dibunuh oleh pembunuh bayaran yang menembaknya pada jarak dekat di lift di luar flatnya.
Hakim kemudian menemukan bahwa para pembunuh dibayar oleh seseorang yang tidak dikenal.
Natalia Estemirova, yang mengkhususkan diri mengungkap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Rusia di Chechnya, diculik kemudian ditemukan di hutan dengan luka tembak di kepalanya.
Pengacara hak asasi manusia, Stanislav Markelov, yang mewakiliPolitkovskaya dan jurnalis lain yang kritis pada Putin ditembak oleh seorang pria bersenjata bertopeng.
Anastasia Baburova yang berjalan bersamaMarkelov juga ditembak ketika mencoba membantunya.
Boris Nemtsov, seorang kritikus besar Putin ditembak empat kali di punggungnya.
Boris Berezovsky, yang mengancam akan menjatuhkan Putin dengan paksa, ditemukan tewas di rumahnya di Berkshire.
Paul Klebnikov, pemimpin redaksi Forbes Rusia yang menulis tentang korupsi dan menggali kehidupan orang kaya Rusia, terbunuh dalam sebuah penembakan.
Sergei Yushenkov, politisi Rusia yang berusaha membuktikan bahwa Rusia berada di balik pemboman sebuah blok apartemen, dibunuh dalam satu kali tembakan setelah organisasi politiknya diakui sebagai sebuah partai.