Advertorial
Intisari-Online.com -Dalam prosesi pernikahan biasanya akan ada mahar atau mas kawin yang biasanya diberikan pihak mempelai pria pada wanita.
Zaman sekarang, mas kawin biasanya berupa seperangkat alat shalat, emas, atau perhiasan.
Namun, berbeda ceritanya dengan pasangan pengantin ini yang melestarikan budaya Sunda.
Mas kawin yang dihadirkan dalam prosesi pernikahan Siti Wulan Rosdiani Nurfalah dan Bambang Haryanto bisa dibilang tak umum dari pasangan pengantin lainnya untuk zaman sekarang.
Baca Juga: Mau Kulit Wajah Mulus Bebas Jerawat dan Tetap Fresh? Coba Bikin Sendiri Masker Lemon Ini, Yuk!
Pernikahan keduanya digelar di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, Jumat (1/11/2019).
Dalam akad nikah tersebut, mempelai pria mempersembahkan 99 kampil (kantung) padi untuk mempelai perempuan.
Mempelai wanita tersebut adalah keponakan anggota DPR RI Dedi Mulyadi.
Mantan bupati Purwakarta dua periode itulah sosok yang memberikan ide kepada Wulan dan Bambang agar maskawin yang dipersembahkan berupa padi.
"Maskawin pare (padi) maksudnya supaya yang kawin beranak pinak. Kalau emas kan enggak bisa beranak cucu," kata Dedi saat ditemui seusai akad nikah.
Selain maskawin padi, dalam pernikahan Siti Wulan Rosdiani Nurfalah dan Bambang Haryanto, cinderamata yang diberikan kepada tamu undangan juga unik, berupa benih tanaman pertanian dengan harapan sepulang dari resepsi, para tamu bisa langsung bercocok tanam di rumah.
Tidak sampai di situ saja, budaya sunda tradisional cukup kental pada dekorasi dan makanan yang disajikan untuk para tamu.
Misalnya, tempat minum untuk para tamu adalah berupa teh yang disajikan dalam teko dengan cangkir kaleng khas Sunda.
Baca Juga: Buat Para Pemakai Hijab, Ini Trik Pilih Bahan Hijab yang Cocok untuk Cuaca Panas
Para tamu undangan pun makan duduk di kursi dengan meja yang terbuat dari bahan bambu.
Di beberapa tempat terdapat hiasan berupa puluhan ikat padi yang digantun di atas bambu.
Makanan untuk tamu undangan juga sebagian besar khas Sunda.
Misalnya, untuk makanan penutup disediakan sorabi. Lalu menu utamanya adalah sate Maranggi.
Baca Juga: Lahan Terbatas Tapi Ingin Tanam Bawang Merah, Cukup Pakai Media Tanam Ini dan Voilaa…..
Budaya sunda
Dedi menjelaskan, kentalnya budaya sunda yang tersaji dalam pernikahan keponakannya merupakan sebuah perwujudan budaya asli Indonesia yang terbilang murni, tidak terkena budaya barat ataupun Arab yang saat ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.
"Hari ini ada kesadaran untuk kembali ke budaya kita. Makanya saya memberikan sintesa budaya sunda kepada pengantin," kata Dedi.
"Hari ini kita digempur oleh budaya Arab, tapi kita juga mengadaptasi budaya barat. Kalau ada yang bilang dirinya nasionalis, ternyata gayanya kapitalis kebarat-baratan."
"Saat ini yang bertarung sebenarnya adalah budaya barat melawan budaya arab," lanjut dia.
Anak Dedi menambahkan, ketika budaya Arab dan barat berebut tempat dalam sendi kehidupan masyarakat, maka budaya asli Indonesia justru tergerus.
"Problem Indonesia dari dulu, sejak lama kita meninggalkan diri kita sendiri. Padahal kalau dari dulu kita menekuni, melakoni, dan menggunakan nilai peradaban kita, tidak akan ada berbagai problem di masyarakat," tandasnya.(Putra Prima Perdana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Lestarikan Budaya Sunda, Pasangan Ini Menikah dengan Maskawin Padi