Advertorial
Intisari-Online.com –Naluri ibu terkadang dianggap sangatlah kuat jika sudah dikaitkan dengan anakanya.
Maka dari itu, ketika Nuraini menggendong lalu menyusui bayi perempuan kecil yang sedang menangis, tidak ada yang terkejut pada awalnya.
Nuraini langsung merasa yakin bahwa bayi yang sedang disusuinya tersebut merupakan anak yang baru saja dilahirkannya.
Perawat di mana bayi tersebut dirawat di rumah sakit di mana Nuraini melahirkan pun tak mempermasalahkannya.
Namun, situasi berubah menjadi riuh ketika Kartini merasa bayi yang disusui Nuraini adalah bayi mungil yang baru saja dia lahirkan.
Perdebatan berlangsung panjang, bahkan hingga harus berakhir di pengadilan.
Peristiwa ini pernah terjadi di Indonesia pada akhir tahun 80-an dan sempat menghebohkan.
Berikut ini kisahnya seperti pernah dimuat di TabloidNOVApernah edisi Desember 1987.
Kisah Dewi, bayi usia 9 bulan yang "tak bertuan", mengingatkan kita pada kisah Nabi Sulaiman.
Suatu ketika nabi bijak ini dihadapkan kasus seorang bayi yang diperebutkan dua wanita yang sama-sama mengaku ibu kandung.
Dan kisah itu berakhir bahagia karena begitu si bayi akan dibelah dua, ibu kandung yang asli berteriak dan merelakan anaknya diambil daripada harus dipotong.
Sampai hari ini, dua wanita yang mengaku ibu kandung Dewi, Ny. Kartini Suripno dan Ny. Nuraini Ambam Hidayat masih terus ribut memperebutkan Dewi.
Dan masing-masing sudah membawa persoalan ini ke ahli untuk diselesaikan lewat jalur hukum.
Persoalan perebutan ini nampaknya makin seru, karena berdasar pemeriksaan darah yang dilakukan Markas Besar Palang Merah Indonesia, Dewi yang bergolongan darah AB tidak mungkin lahir baik dari rahim Kartini maupun Nuraini.
Cerita Ny. Kartini
Ditemui Sabtu kemarin di rumah petaknya yang sederhana berdinding triplek, Kartini dengan penuh semangat membeberkan kisah Dewi.
Ibu tiga anak ini berbicara ditemani suaminya, Suripno, tanpa kehadiran Dewi karena yang bersangkutan ada di tangan Nuraini.
Hari Sabtu pukul 12.00, 28 Maret lalu, Kartini melahirkan bayi perempuan di Puskesmas Cilandak, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Kisah Seorang Ibu yang Simpan Janin Bayinya Seminggu dalam Kulkas, Alasan di Baliknya Memilukan
Pada hari yang sama, hanya jamnya berbeda, lahir pula seorang bayi perempuan dari Nuraini.
"Lima jam setelah melahirkan, Nuraini mendatangi saya lalu ngobrol soal bayi yang baru lahir."
"la seperti memberi perhatian berlebih pada bayi saya," tutur Kartini.
Saat itu, lanjut Kartini, hatinya gelisah.
Dan betul saja. Percakapan itu berakhir dengan ucapan Nuraini, bahwa Dewi adalah bayi Nuraini dan bukan lahir dari Kartini.
"Padahal saya yakin, Dewi itu bayi saya."
"Waktu suster Puskesmas memperlihatkan anak yang saya lahirkan, kupingnya lebar dan berambut tebal."
Tapi ketika pulang ke rumah, dua hari setelah melahirkan, bayi yang diberikan ke Kartini justru berambut tipis dan bertelinga kecil.
"Hati saya tetap gelisah dan ragu. Naluri saya bilang, bayi itu bukan anak saya. Saya juga tak mau menyusui karena rasanya tak ada ikatan batin," lanjutnya.
Karena nalurinya berkata begitu, hanya dua hari bayi tak bernama itu (kemudian diberi nama Cipluk oleh pihak Puskesmas) menginap di rumah.
"Saya tak tahan lagi untuk tidak mengembalikan ke Puskesmas. Saya tak merasa harus merawat anak yang bukan anak saya," kata istri pengemudi ini padaNova.
Cerita Nuraini
Penasihat hukum Nuraini, Furqon W Authon SH, mengisahkan cerita berbeda. Yang ini menurut versi Nuraini.
Tanggal 28 Maret itu, dari kamarnya di Puskesmas Cilandak, Nuraini mendengar tangisan bayi.
Dengan inisiatif sendiri, ia mengambil bayi dari boks untuk disusui.
Tentu saja dengan pemikiran, bayi itu adalah anaknya yang baru dilahirkan. Sekaligus ditidurkan di sisinya.
Esok paginya, perawat yang mau memandikan bayi bingung, karena sang bayi tak ada di boksnya.
Baca Juga: Apa ya Kira-kira yang Dirasakan Bayi Selama di Dalam Rahim dan Saat Persalinan?
Nuraini lalu menyerahkan bayi tersebut. Bayi itu kemudian dikembalikan ke boks.
Dan itulah awal dari segala keributan ini. Bayi itu ditaruh dalam boks yang bertuliskan Ny. Kartini dan bukan Nuraini.
"Inilah yang membuat Kartini yakin, bahwa bayi itu anaknya," kata Furqon padaKompas.
Pihak Puskesmas pun berusaha menengahi. Caranya, mengukur panjang dan berat badan bayi lalu dicocokkan dengan keterangan dokter dan bidan yang menolong persalinan.
Dua kali "pengujian" ini dilakukan. Dan hasilnya tetap saja buntu. Kartini tetap menolak mengakui bayi tak bernama itu sebagai anaknya. Ia tetap "ngotot", Dewilah anak kandungnya.
Dan Nuraini pun teguh pada pendiriannya. Ia tak mau Kartini merebut Dewi yang berada di tangannya.
Seminggu kemudian Nuraini dipanggil Polsek Cilandak sebagai tersangka.
Urusan tak selesai juga. Sampai kemudian ditangani Polda Jaya juga Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Juga belum tuntas hingga hari ini.
Dokter tutup mulut
Ditemui pada hari yang sama, Ny. dr Mursiamsih, tak bersedia memberi keterangan. "Masalah itu kini sudah dilimpahkan ke Polda dan Dinas Kesehatan.
Silakan tanya ke pihak-pihak itu saja," katanya padaNova.
Dewi cantik tetap merana dan diperebutkan. Sementara Cipluk yang ayu tak jelas nasibnya.
Haruskah Dewi dibelah dua macam kisah Nabi Sulaiman itu hingga Cipluk juga punya ibu kandung. (Asita Suryanto, Sutardjo)
Pada akhirnya, pengadilan pun menarik sebuah keputusan pasti.
Dewi yang selama ini diperebutkan secara sah diputuskan merupakan anak dari Kartini.
Bersyukur Nuraini pada akhirnya mau mengambil Cipluk, yang saat itu sudah 'terlantar' selama 1,5 tahun.
Namun, Nuraini tetap menganggap bahwa sebenarnya Dewilah anak yang telah dilahirkannya.