Advertorial
Intisari-Online.com – Unggahan istri Kolonel Kav Hendi Suhendi berakhir di Facebook terkait penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto berakhir dengan dicopotnya jabatan sang suami dari jabatan Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 1417/ Kendari.
Pencopotan melalui serah terima jabatan yang dipimpin oleh Komandan Korem 143/Ho Kendari Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto di Aula Sudirman Markas Komando Resor Militer Kendari, Sulawesi Tenggara pada Sabtu (12/10/2019).
Dilansir darikompas.compada Minggu (13/10/2019), dasar hukum pencopotan Dandim Kendari karena dianggap melanggar Sapta Marga di tubuh TNI sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8a dan Pasal 9.
"Seorang prajurit tidak taat terhadap pimpinan dan melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.”
“Jadi ketika prajurit melanggar semua itu, maka konsekuensi harus diterima," kata Nono, seperti diberitakanKompas.compada Sabtu (12/10/2019).
Kasus di atas bisa menjadi salah satu contoh bahwa kita tidak bisa menuliskan ujaran kebencian dan kabar bohong lewat media sosial.
Sebab, ujaran kebencian di media sosial bisa berujung ke kasus hukum karena kasus ini kuat hubungannya dengan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain melanggar hukum, terkadang ujaran kebencian di media sosial melanggar kode etik sebuah perusahaan atau instansi.
Contoh, sebagai abdi negara, seorang aparatur sipil negara (ASN) harus menjunjung tinggi kode etiknya, termasuk tak menyebarkan ujaran kebencian dan kabar bohong lewat media sosial.
Namun, apakah pegawai negeri sipil (PNS) dapat dipecat lantaran melakukan hate speech melalui media sosial?
Baca Juga: Bukan Hanya Soal Makanannya, Tapi 3 Bahan Kimia Ini yang Bisa Memicu Kanker
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mengatakan, aturan mengenai kode etik dan disiplin PNS diatur dalam peraturan presiden (PP).
"Coba lihat PP Nomor 42 Tahun 2004 dan PP Nomor 53 Tahun 2010," kata Ridwan saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (13/10/2019) pagi.
Sebagai tambahan informasi, PP Nomor 42 Tahun 2004 mengatur tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, sedangkan PP Nomor 53 Tahun 2010 merupakan aturan tentang Disiplin PNS.
ASN yang terbukti menyebarluaskan ujaran kebencian dan berita palsu masuk dalam kategori pelanggaran disiplin.
Penjatuhan hukuman disiplin diberikan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan ASN tersebut, di mana hukuman diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) masing-masing instansi.
Pelanggaran disiplin
Pada 2018 lalu, BKN merilis enam aktivitas ASN yang masuk dalam kategori melanggar disiplin tersebut, yaitu:
1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tetulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan.
Baca Juga: Jepang Diterjang Topan Hagibis, Ini Perbedaan Antara Topan, Badai, Siklon, dan Tornado?
3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram dan sejenisnya).
4. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
5. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, dan memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
6. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.
Menelaah PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Pasal 7 Ayat (1) menerangkan tingkat hukuman disiplin terdiri dari hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, dan hukuman disiplin berat.
Hukuman disiplin ringan yang dimaksud berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sementara, hukuman disiplin sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. (Mela Arnani)
(Artikel ini telah tayang diKompas.com dengan judul "Dapatkah PNS Dipecat karena Unggah soal Ujaran Kebencian?")