Pertanyaan Susilo Bambang Yudhoyono itu beralasan mengingat Wiranto baru saja memegang surat semacam "Supersemar", yakni Inpres no. 16/1998 tertanggal 18 Mei 1998.
Selaku Menhankam/Pangab, Wiranto diangkat sebagai Panglima Komando Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional yang berwenang menentukan kebijaksanaan tingkat nasional dan menetralisir sumber kerusuhan.
la dibantu sejumlah menteri serta pejabat tingkat pusat dan daerah. Saat surat itu diserahkan, Presiden Soeharto berkata, "Surat ini akan digunakan atau tidak, itu terserah kamu!"
Kita pun tahu Wiranto tidak menggunakan surat itu sebagai alat untuk melakukan kudeta. Jawaban tegasnya juga melegakan para perwira di Mabes ABRI.
"Saya tahu, beban berat yang sekian lama menindih perasaan mereka sirna dengan keputusan dan langkah yang saya ambil," kata Wiranto dalam buku Bersaksi di Tengah Badai.
Sebagai pucuk pimpinan ABRI di tengah pergolakan bangsa kala itu, gerak langkah Wiranto ikut menentukan ke mana bandul NKRI berayun.
Wiranto sendiri tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat ia akan menduduki jabatan tertinggi dalam TNI. Bahkan lewat profesi itu ia sempat dekat dengan Presiden Soeharto.
"Itu bukan obsesi saya, mungkin itulah garis kehidupan. Alhamdulillah kalau kemudian Tuhan telah memungkinkan saya mencapai posisi tertinggi, jenderal bintang empat, dalam karier saya di TNI," ujamya.
Ia pun menambahkan, hanya dengan ketekunan, kejujuran, dan disiplinlah semua itu bisa diraih.
Watak-watak itulah yang telah tertanam pada diri Ento - begitu panggilannya - sejak kecil.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR