Advertorial

Setelah Proklamasi, Bung Karno Harus Menyamar Menjadi Tukang Sayur dan Ibu Fatmawati Sebagai Tukang Pecel

K. Tatik Wardayati
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Salah seorang yang menyaksikan saat-saat penting Proklamasi  dari dekat dan jarang disebut-sebut ialah Ibu Fatmawati.
Salah seorang yang menyaksikan saat-saat penting Proklamasi dari dekat dan jarang disebut-sebut ialah Ibu Fatmawati.

Intisari-Online.com – Betapa cepat masa berlalu. Tiba-tiba kita sudah merdeka 74 tahun. Banyak yang mengalami kejadian-kejadian sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945.

Namun, salah seorang yang menyaksikan saat-saat penting itu dari dekat dan jarang disebut-sebut ialah Ibu Fatmawati.

Malahan, menurut buku Sukarno an Autobiography, Ibu Fat yang menjahit bendera pusaka.

Ia juga ikut ketika suaminya diculik ke Rengasdengklok bersama Guntur yang waktu itu masih bayi.

Baca Juga: Waktu Kelahiran Bung Karno Dipengaruhi Kuat oleh Planet-planet, Melambangkan Kecerdasan dan Cintanya pada Lawan Jenis

Di bawah ini kesan-kesan Ibu Fat yang ketika itu (di tahun 1970-an) tinggal di Jalan Sriwijaya 7, Kebayoran Baru.

Wawancara Intisari dengan Ibu Fatmawati ini dituangkan dalam Majalah Intisari edisi Agustus 1970, dengan judul Bendera Pusaka, Dijahit Ibu Fatmawati Oktober 1944.

Apakah benar Ibu yang menjahit bendera pusaka yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945?

Ya, memang benar Ibu yang menjahit Bendera Pusaka. Ibu jahit bendera tersebut sehubungan dengan “janji” Indonesia merdeka di zaman Jepang.

Baca Juga: Diminta Bacakan Teks Proklamasi oleh Soekarno, Tan Malaka Malah Menolak dengan Jawaban yang Sangat 'Negarawan'

Bahan yang Ibu gunakan adalah kain merah dan putih biasa. Apa mereknya persis sudah lupa.

Bendera itu Ibu jahit di Gedung Pegangsaan Timur 56, tempat di mana Bapak memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, sekarang Gedung Pola.

Kapan Ibu menjahit bendera tersebut?

Tepatnya Ibu lupa. Pokoknya kira-kira medio Oktober 1944.

Baca Juga: Cerita Pelaku Sumpah Pemuda yang Rumahnya Digeledah Gara-gara Pasang Bendera Merah Putih

Seingat Ibu bendera itu Ibu selesaikan sedikit demi sedikit, lebih kurang 2 hari lamanya, berhubung waktu itu Ibu sedang dalam keadaan hamil tua mengandung putra Ibu pertama nanda Tok.

Ibu menjahit bendera itu sendiri saja.

Sekitar proklamasi itu pengalaman apa yang paling tak bisa dilupakan oleh Ibu atau yang paling mengesangkan hingga kini?

Yang paling berkesan antara lain adalah saat Bapak membacakan teks Proklamasi di mana sesudahnya hadirin banyak yang mencucurkan air mata.

Baca Juga: Bukan Cinta Indonesia, Alasan Sebenarnya Laksamana Muda Maeda Biarkan Rumahnya Jadi Tempat Penyusunan Naskah Proklamasi Ternyata 'Manusiawi' Belaka

Selain itu juga perjalanan ke Rengasdengklok.

Kecuali menjahit bendera, Ibu tentu ikut berperan dalam hari-hari bersejarah itu?

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ibu lebih banyak bertugas dalam mempersiapkan dapur umum untuk pemuda-pemuda dan anak-anak pejuang yang menjaga Bapak di Pegangsaan Timur 56.

Ibu mempersiapkan ini hanya dibantu oleh beberapa orang pembantu rumah tangga.

Baca Juga: Cerita Unik di Balik Tiga Foto Suasana Proklamasi Kemerdekaan yang Kerap Muncul dalam Buku Sejarah

Masih ingatkah Ibu malam dan pagi menjelang detik Proklamasi itu. Apa saja yang malam itu Ibu lakukan dan pagi itu juga?

Baiklah. Ibu mulai saja dari kejadian-kejadian sesudah Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945.

Setibanya kembali di Jakarta Ibu didrop di rumah Bung Hatta. Di situ Bapak pamit mau ke rapat bersama-sama Bung Hatta.

Rapatnya di mana ibu tak tahu waktu itu. Kemudian baru Ibu tahu bahwa mereka pergi ke rumah Laksamana Maeda.

Baca Juga: Tanpa Dua Sosok Ini, Mungkin Kita Tak akan Pernah Melihat Suasana Proklamasi Kemerdekaan RI

Seperginya Bapak dan Bung Hatta, Ibu menelepon rumah Pegangsaan Timur 56 minta dijemput sopir dan setelah datang Ibu kemudian pulang ke rumah bersama Guntur.

Malam-malam baru Bapak datang dari rapat dan sambil masuk kamar untuk menulis teks berkata, “Besok kita memproklamirkan Kemerdekaan kita.”

Semalaman itu Bapak dan Ibu sendiri tidak bisa tidur. Di tempat tidur biar pun mata dipicing-picingkkan kantuk rasanya tidak datang.

Apakah masih ada hal-hal lain yang masih Ibu ingat sekitar Proklamasi itu?

Baca Juga: Fakta Tak Terungkap, Indonesia Hampir Saja Gagal Memproklamasikan Kemerdekaan

Ada beberapa hal yang akan Ibu ceritakan agar dapat diketahui oleh generasi sekarang supaya mereka dapat membayangkan betapa sulit dan prihatinnya mempertahankan kemerdekaan ini.

Setelah hari proklamasi, Bapak tidur berpindah-pindah tempat dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Hal itu harus dilakukan dengan menyamar. Cobalah bayangkan. Untuk pergi ke salah satu rumah kawan di daerah Matraman, Bapak harus menyamar sebagai penjual sayur.

Bapak memakai kopiah buruk dan kemeja kotor dan kumal. Di pinggangnya melilit sarung pelekat tua.

Baca Juga: Perdebatan Malam Sebelum Proklamasi, Siapa yang Harus Tanda Tangan?

Dengan celana rombengan dan pikulan sayur terus ‘menjajakan’ sayurnya sampai ke rumah kawan yang dituju.

Kalau Ibu menyamar sebagai penjual nasi pecel dengan konde di atas kepala dan kebaya kumal.

Kalau diingat kejadian-kejadian itu sekarang rasanya lucu sekali.

Baca Juga: Aidit ketika Diwawancarai Intisari pada Maret 1964: ‘Puncak Perjuangan Politik Saya adalah Proklamasi Kemerdekaan, Entah Nanti...’

Artikel Terkait