Advertorial
Intisari-Online.com - Bagi para petani, bekicot adalah hama yang merusak tanaman, tak jarang mereka mencarinya lalu membuangnya.
Karena hewan ini adalah momok yang dibenci para petani, baik di Indonesia maupun daerah lain.
Termasuk di pertanian Thailand, yang dulunya sering memburu hewan ini karena dianggap hama kemudian dibuang begitu saja.
Akan tetapi, kini semuaanggapan itu telah berubah. Kini, hewan ini disebut lebih berharga daripada emas, seperti diwartakan Coconuts.co, 20 Juli 2019.
Baca Juga: Google Maps Tangkap Desa Menyeramkan yang Penduduknya Diganti Boneka
"Para petani yang biasa membuangnya di jalan atau sungai, kini memburunya untuk menghasilkanpenghasilantambahan," kata pengepul bekicot Phatinisiri Thangkeaw.
Dengan 1.000 siput, para petani bisa menghasilkan 320 dollar AS hingga 650 dollar AS sebulan (Rp4,5 juta - 9,2 juta).
Bekicotbahkan diternakoleh lebih dari 80 peternakan di provinsi Nakhon Nayok, dua jam dari ibukota Bangkok.
Mereka memelihara bekicot, danmenjualnyadi pasar kecantikan siput global, yang dihargai mencapai 314 juta dollar AS (Rp4,4 triliun) menurut kelompok riset Coherent Market Insights.
Lendir bekicot disebut berharga, dan bisa diperah dengan pipet, kemudian dikumpulkan untuk dijual ke Aden International, sebuah perusahaan kosmetik yang berbasis di Thailand, kemudian dikirim ke AS dan Korea.
Sebagai satu-satunya produsen lendir siput, di Thailand, Aden, yang dimulai tiga tahun lalu, sebagai solusi yang cerdas bagi bisnis sekaligus permasalahan hama bekicot di Nakhon.
Rupanya caraitu terbayar, dengan menjual serum itu membuatbekicot menjadi lebih berharga daripada emas.
Perbandingannya adalah lendir memiliki harga 58,200 dollar AS per kilo (Rp83 juta), sedangkan emas saat ini bernilai 46.300 dollar AS per kilonya (Rp66 juta).
Baca Juga: Google Maps Tangkap Desa Menyeramkan yang Penduduknya Diganti Boneka
Somkamol Manchun, dokter yang bertanggung jawab atas proses pemurnian ini mengatakan siput mengandung kolagen dan elastin yang membuat kulit kencang dengan kerutan lebih sedikit.
Ini memicu sel-sel kulit untuk menyembuhkan kulinya.
Saat ini belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan pada kuantitas kuratif serum dan lendir siput, tetapi petani siput Phatinisiri sudah merasakan keuntungan dari penjualannya.
Dua tahun lalu dia adalah orang pertama yang mencoba bertani lendir, dan kini semua penduduk desa mengikuti jejaknya.
Baca Juga: Berusia 500 Tahun, Teks Abad Pertengahan Ini Ungkap Rahasia Samurai dalam Berperang
"Sekarang saya membeli siput sekitar 25 baht hingga 30 baht per kilo, dan sekarang banyak orang juga melakukannya (Rp11-13 ribu).