Advertorial

Suka dan Duka Para Prajurit TNI yang ‘Berperang’ Melawan Kebakaran Hutan, Makan Seadanya dan Sulit Berkomunikasi dengan Keluarganya

Mentari DP

Editor

Sejumlah prajurit TNI sedang menikmati makan siang nasi bungkus di tengah tumpukan kayu yang sudah menjadi arang akibat terbakar.
Sejumlah prajurit TNI sedang menikmati makan siang nasi bungkus di tengah tumpukan kayu yang sudah menjadi arang akibat terbakar.

Intisari-Online.com – Pernahkah Anda mendengar pepatah di bawah ini:

Jangan menilai seseorang dari luarnya saja.

Ini adalah sebuah pepatah yang memiliki arti jangan hanya melihat dari satu sisi saja. Tapi lihatlah dari sisi lainnya juga.

Pepatah ini mengajarkan kepada kita tentang melihat dua sisi dan menimbang setiap poin positif dan negatif.

Baca Juga: Viral Pernikahan Seorang Tukang Bubur, Berikan Seserahan Berupa Honda Vario, 2 Sapi Impor, 3 Kambing, dan 20 Gram Emas

Seperti kasus di bawah ini.

Kita sering melihat kasus kebakaran hutan di Indonesia. Namun kita hanya berfokus bagaimana pemerintah bekerja dan akibatnya.

Kita tidak pernah tahu bahwa ada beberapa orang yang tengah berjuang untuk memadamkan api di kebakaran hutan tersebut.

Seperti sejumlah pria berbaju loreng sedang menikmati makan siang nasi bungkus di tengah tumpukan kayu yang sudah menjadi arang akibat terbakar.

Mereka adalah prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang dilibatkan untuk memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Desa Penarikan, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

"Ayo sini makan siang dulu. Tapi, ya beginilah kondisi di sini, makan seadanya," ujar Sersan Dua (Serda) Imam Effendi, saat didekati Kompas.com, Sabtu (3/8/2019).

Beberapa prajurit lainnya bergantian masih berjibaku memadamkan api di bawah terik matahari yang menyengat di kepala.

Imam, prajurit TNI AD yang bertugas di Batalyon Arhanudse 13 Pekanbaru di Riau, bersama puluhan prajurit lainnya, diminta untuk membantu penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan.

Selama pemadaman, banyak suka duka yang dirasakan para prajurit ini.

Imam mengaku, kesulitan berkomunikasi dengan keluarganya, karena tidak ada sinyal telepon di hutan.

Baca Juga: Aliran Listrik di Jabodetabek Mati Lagi, Presiden Jokowi Datangi Kantor Pusat PLN Senin Pagi Ini

Imam mengaku, sudah empat hari ikut berjibaku memadamkan api. Pergi pagi pulang sore menjelang malam.

"Kami di sini ngecamp. Kalau ke titik api naik speedboat yang diperbantukan dari perusahaan PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Jaraknya sekitar dua sampai tiga kilometer lewati kanal," ujar Imam.

Kalau sudah berada di lokasi, dia dan rekannya mengaku fokus melawan api dan asap. Tidak sempat memikirkan hal yang lain lagi.

Bahkan, selama berada di hutan, Imam mengaku sangat terbatas berkomunikasi dengan istri dan anak-anaknya.

"Di sini susah sekali sinyal. Kadang mau nelepon istri dan anak-anak di Pekanbaru, karena rindu," ungkap Imam.

Waktu menghubungi anak dan istri hanya bisa dilakukan pada malam hari, sambil beristirahat. Karena siang hari sibuk memadamkan api.

"Kalau mau nelepon pas malamnya saja. Tapi, harus mutar-mutar di sekitar camp cari sinyal dulu. Itu pun putus-putus. Tapi, enggak sampai panjat pohonlah," tutur Imam.

Suka duka harus dinikmati oleh Imam, dan juga rekannya yang lain. Karena sudah menjadi tugasnya untuk membantu memadamkan api karhutla.

Selain itu, Imam juga mengaku kesulitan memadamkan api, karena kebakaran sudah meluas dan titik api menyebar.

Ditambah lagi asap tebal di lokasi. Bahkan, untuk menjangkau titik api, dia dan rekannya harus berjalan kaki dua kilometer menggendong air di dalam tangki pompa air manual.

"Titik api ada yang di dekat kanal, tapi ada pula yang jauh. Di lokasi juga pengap karena asap tebal. Saya pas awal masuk sempat pusing dan mual," kata Imam.

Baca Juga: 'Latihan Terakhir di Paskibra...', Tulis Aurellia Qurrota Ain, Paskibraka yang Meninggal Dunia di Diary Merah Putihnya

Namun, menurutnya, kondisi kebakaran saat ini sudah mulai berkurang setelah dilakukan pemadaman secara ekstra.

"Kami dari TNI di sini ada 50 personel, dari Arhanud 13 Pekanbaru dan jajaran Kodim 0313/Kampar.”

“Kemudian ada juga dari Polri, Manggala Agni, masyarakat peduli api (MPA) dan dibantu perusahaan," sebut Imam.

Selain di Desa Bedagu, TNI juga membantu pemadaman karhutla di Desa Penarikan dan Desa Sering.

Tiga titik api di Kabupaten Pelalawan ini, memiliki tingkat kesulitan pemadaman yang berbeda.

Namun, kebakaran gambut susah ditaklukkan. Salah satu yang dilihat Kompas.com, kebakaran parah di Desa Penarikan.

Lahan yang terbakar ini mengeluarkan asap sangat tebal. Ada pun lahan yang terbakar berupa semak belukar dan sebagian pohon akasia.

Pemadaman digempur dari darat, maupun dari udara menggunakan beberapa helikopter water bombing.

Kasus ini juga bisa menjadi contoh tentang kondisi saat ini di mana di sebagian besar wilayah Jakarta mengalami pemadaman listrik.

Kita berkomentar soal listrik, panas, dan tidak ada sinyal. Padahal kita tidak tahu bahwa mungkin saja pihak PLN tengah berjuang untuk menyalakan listrik seperti sediakala.

Pesannya, ayo lihatlah dua sisi. Jangan hanya satu sisi saja. (Idon Tanjung)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Suka Duka Prajurit TNI Berperang Melawan Kebakaran Hutan...")

Baca Juga: Kisah Haru Siswa SMA yang Rela Jualan Tisu di Jembatan Penyeberangan, Hidup Sebatang Kara dan Ingin Lanjutkan Sekolah

Artikel Terkait