Advertorial
Intisari-Online.com - Baru-baru ini berhembus kabar tentang semut Charlie viral di sosial media.
Dalam pesan tersebut berisi foto seorang bayiyang kulitnya penuh ruam mirip luka bakar.
Tak hanya itu juga ikut turut beredar foto serangga kecil mirip semut dengan ekor lancip, dan keterangan bahwa bayi tersebut korban gigitan semut Charlie.
Terkait kabar tersebut, Kominfo telah menyampaikan bahwa kabar ini hoaks dan merupakan foto lama yang dikemas ulang.
"Foto bayi tersebut merupakan bayi yang terkena sindrom Linear Nevus Sebaceous, sebuah penyakit yang disebabkan oleh mutasi pada gen.
Sedangkan semut Charlie yang disebut-sebut berbahaya tersebut sebenarnya merupakan serangga Rove Beetle atau populer dengan nama Tomcat di Indonesia," tulis Kominfo dalam keterangan singkatnya.
Namun, seperti apa semut Charlie di mata ahli serangga?
Baca Juga: Sering Begadang dan Baru Tidur di Atas Jam 12, Pria Ini Alami Sakit Parah, Bahkan Sampai Koma
Menjawab pertanyaan itu, Kompas.com menghubungi Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi.
Menurut Cahyo, serangga ini sebenarnya bukan semut melainkan kumbang (Coleoptera) dari Famili Staphylinidae.
Hewan ini dikenal dengan nama ilmiah Paederus fuscipes dan di Indonesia lebih dikenal dengan nama tomcat.
"Seperti kelompok kumbang lainnya, secara umum (P. fuscipes) memiliki tiga bagian tubuh yaitu kepala, dada dan perut dengan tiga pasang kaki dan memanjang," terang Cahyo kepada Kompas.com, Selasa (25/6/2019).
Hewan berukuran 7-8 milimeter ini memiliki warna cerah, terutama kuning dan oranye pada rongga dadanya.
Selain itu, dia memiliki sayap separuh dan antena berbentuk benang yang memanjang.
Cahyo membenarkan, kumbang kni memiliki zat tertentu yang mampu menyebabkan kulit seperti terbakar dan melepuh.
“Ini merupakan hasil endosimbiosis antara racun pada tomcat dan bakteri,” imbuh dia.
Ketika kumbang tomcat merasa terganggungu, dia dapat mengeluarkan racun yang disebut pederin.
Jika racun sudah menempel ke kulit, akan menimbulkan inflamasi atau peradangan.
Uniknya, tomcat jantan berperilaku mirip kalajengking ketika terancam.
Mereka akan mengangkat ekornya dan mengeluarkan racun.
"Kumbang tomcat umumnya berada di pemukiman dan populasi meningkat diperkirakan saat akhir musim hujan," ujar Cahyo.
Berkurangnya populasi pemangsa (predator) seperti burung karena perburuan oleh manusia juga bisa menyebabkan populasi hewan ini meningkat.
Tak hanya itu, berkurangnya mangsa yang disebabkan karena perubahan fungsi lahan sehingga banyak populasi bersinggungan dengan pemukiman seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, hutan menjadi perkebunan, dan lain-lain juga berkontribusi atas kenaikan populasi kumbang tomcat.
Baca Juga: Warisi Darah Soekarno, Inilah Frederik Kiran yang Berparas Bule dan Mulai Beranjak Remaja
Cahyo memperingatkan untuk menghindari tomcat bila kita melihatnya.
Jika sudah terkena tomcat, jangan dipencet atau dipukul karena kumbang tomcat pasti akan terbang.
"Sebab bila mereka ditekan atau digencet, racun akan keluar dari tubuh kumbang dan menyebabkan iritasi.
Jika sudah terkena cairan dari tubuh tomcat, lebih baik disiram air mengalir untuk kondisi darurat," paparnya.
Baca Juga: Masih Jadi Misteri, Inilah 4 Kota Hilang yang Tenggelam Layaknya Atlantis yang Legendaris Itu
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Semut Charlie Berbahaya di Medsos, Hewan Apa Itu Sebenarnya?"