Advertorial
Intisari-Online.com -Warna untuk melambangkan sedang terjadi kematian berbeda-beda di berbagai daerah.
Bagi masyarakat Tionghoa, kematian biasa dilambangkan dengan warna putih.
Segala perangkat serta kostum ketika upacara pemakaman didominasi oleh warna putih.
Mulai dari lilin, tirai pintu, lentera, taplak meja, hingga baju berkabung.
Sementara, bagi masyarakat dunia pada umumnya, warna hitam diidentikkan dengan warna berkabung atau warna kematian.
Tradisi ini dimulai ketika Ratu Inggris Victoria menghadiri upacara kematian suaminya, dan ia mengenakan baju berkabung berwarna hitam.
Sejak itu, muncul tradisi bahwa warna hitam adalah kesedihan.
Tapi, di Jakarta, kenapa bendera yang melambangkan kematian malah berwarna kuning, bukan putih atau hitam?
Baca Juga: Tantang Diri Sendiri, Kakek Nenek Asal Inggris Ini Nekat Bersepeda Sejauh 19.000 Km Menuju China
Berbeda dari di Makasar, Papua, atau Kalimantan yang tetap memilih warna penanda kematian dengan putih; baik itu dari agama Islam atau Kristen.
Pemilihan warna kuning sebagai warna kematian ini ternyata bermula dari zaman kolonialisme Belanda.
Awalnya, dikenal bendera persegi panjang polos berwarna kuning dengan simbol huruf Q.
Bendera kuning ini merupakan penanda bagi para penderita sebuah wabah mematikan yang wajib dikarantina.
Baca Juga: Mengharukan, Ini 'Tips Mudik' Berisi Curhat Perasaan Pemudik Bermotor Asal Bekasi
Oleh karena itu, simbolnya adalah Q, berasal dari kata "quarantine".
Konon, di zaman itu, saking mematikannya, wabah tersebut cepat menular dan memakan banyak korban meninggal.
Banyak bendera kuning lalu terlihat di setiap kematian.
Hingga kini, kebiasaan itu berlanjut, meskipun sudah tidak ada wabah mematikan tersebut.
Bendera kuning pada akhirnya identik dengan kematian dan digunakan untuk menandai kematian seseorang. (A. Warih Utomo)
Baca Juga: Momen Jabat Tangan Megawati dan SBY Jadi Sorotan, Ini 3 Jabat Tangan Bersejarah yang Mengubah Dunia