Advertorial

Penerbangan Dibatalkan Karena Abu Vulkanik Gunung Agung: Ternyata Abu Vulkanik Bisa Ledakan Mesin Pesawat

Mentari DP

Penulis

Abu vulkanik Gunung Agung menyebar di seluruh pulau Bali dan memaksa semua penerbangan yang masuk dan keluar dari Bali dibatalkan.
Abu vulkanik Gunung Agung menyebar di seluruh pulau Bali dan memaksa semua penerbangan yang masuk dan keluar dari Bali dibatalkan.

Intisari-Online.com – Gunung Agung di Bali kembali meletus dan memuntahkan lava pada Jumat (24/5/2019) malam.

Dilaporkan olehdailymail.co.ukpada Sabtu (25/5/2019), lava menyembur ke luar dari kawah dan menuruni lereng sejauh 3 km.

Letusan berlangsung selama empat menit dan 30 detik.

Akibatnya, abu vulkanik menyebar di seluruh pulau dewata dan memaksa semua penerbangan yang masuk dan keluar dari Bali dibatalkan.

Baca Juga: Gunung Agung Kembali Meletus: Menurut NASA, Jika Gunung Agung Meletus, Maka Itu Berita Bahagia Bagi Kehidupan Umat Manusia

Dan belum ada konfirmasi lebih lanjut kapan bandara Ngurah Rai akan dibuka kembali.

Seperti diketahui bersama, pada saat ada gunung api yang mengalami erupsi atau bahkan meletus, semua penerbangan dibatalkan.

Sebenarnya, mengapa penerbangan harus dibatalkan karena abu vulkanik gunung Agung?

Alasannya adalah abu vulkanik yang mengenai pesawat bisa ledakan mesin pesawat.

Dilansir dari kompas.com pada tahun 2014 silam, abu vulkanik yang disemburkan gunung api juga dapat membawa aliran listrik statis.

Di bandara, tebaran abu vulkanik menyebabkan jalan pesawat menyimpang dan mengganggu sistem kelistrikan pesawat.

Ukuran partikel debu vulkanik sangat halus. Jauh lebih halus dibandingkan tepung terigu.

Karenanya, abu vulkanik sangat ringan dan bisa melayang di udara dalam waktu lama.

Penjelasan ini pun menerangkan bagaimana abu vulkanik dari letusan Gunung Krakatau pada 1883 bisa sampai ke Eropa meski sudah lewat berbulan-bulan.

Baca Juga: Gunung Agung Kembali Meletus: Legenda Gunung Agung, Potongan Gunung Mahameru yang Jatuh di Tanah Bali saat Diangkat oleh para Dewa

Bila dilihat menggunakan mikroskop, abu vulkanik berbahan dasar silika. Permukaannya memiliki sudut yang tajam, dengan tingkat ketajaman hanya sedikit di bawah intan.

Dalam jumlah kecil, gesekan partikel debu ini dengan logam penyusun mesin akan bersifat abrasif, menggerus.

Laporan penyelidikan atas insiden British Airways, abu vulkanik yang lolos melewati bilah mesin jet masuk lebih dalam ke ruang pembakaran yang mencampurkan oksigen dan bahan bakar, memunculkan semacam campuran leleh berkandungan abu vulkanik yang akan masuk semakin dalam ke sistem pembakaran dan pembangkitan tenaga pesawat.

Jika ketinggian pesawat masih memadai, mematikan mesin masih akan punya cukup waktu sampai mesin kembali "dingin".

Pada kondisi tersebut, uap dari yang terbentuk dari campuran abu vulkanik, oksigen, dan bahan bakar, bisa didorong keluar dari seluruh sistem mesin pesawat.

Campuran leleh tersebut juga bisa menjadi lapisan keramik abrasif yang mengubah performa aerodinamika bilah-bilah mesin jet.

Pada kondisi terburuk, merontokkan bilah itu akibat momentum gaya yang terjadi pada saat mesin berputar dengan kecepatan ekstra tinggi.

Mesin bisa meledak di udara, bila gesekan berkecepatan tinggi itu terus berlanjut.

Baca Juga: Studi: Orang yang ‘Kuper’ Ternyata Lebih Pintar, Ini Alasannya

Ada beberapa kasus kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh abu vulkanik.

Tragedi yang balik kita kenal adalah pesawat British Airways.

Pada 24 Juni 1982, pesawat British Airways terbang melintas di dekat Jakarta.

Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada 5 April 1982, Gunung Galunggung di Tasikmalaya, Jawa Barat, meletus, menyemburkan abu vulkanik yang menggelapkan Kota Tasikmalaya, Bandung, Bogor, hingga Jakarta.

Malam itu, 24 Juni 1982, kabut tipis saja masih tertinggal di atas langit Jakarta saat pesawat British Airways tersebut melintas.

Pesawat Boeing 747-236B ini dalam perjalanan dari London menuju Auckland, Selandia Baru, dengan beberapa lokasi transit ketika keempat mesinnya tiba-tiba mati.

Pesawat dengan 225 penumpang ini mendarat darurat di Bandara Halim Perdana Kusuma, menginap dua hari, dengan semua kru dan penumpang selamat.

Lalu, pada 15 Desember 1989, pesawat penumpang Boeing 747-400 dengan nomor penerbangan KLM 867 rute Amsterdam-Tokyo jatuh.

Tragedi ini terjadi sehari setelah meletusnya Gunung Rodoubt di Alaska, dengan kabut debu vulkanik ada di udara kawasan tersebut.

Baca Juga: 7 Negara Ini Lakukan Berbagai Perubahan Demi Menyelamatkan Bumi, Bagaimana Dengan Indonesia?

Artikel Terkait