Advertorial

Studi: Dulu Indonesia Bak Antartika, Lalu Ke Mana Hilangnya Salju Itu Sekarang?

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Kini, yang menjadi pertanyaan adalah ke mana perginya salju atau es yang menyelimuti khatulistiwa, termasuk Indonesia itu?
Kini, yang menjadi pertanyaan adalah ke mana perginya salju atau es yang menyelimuti khatulistiwa, termasuk Indonesia itu?

Intisari-Online.com -Wilayah yang dilewati garisa khatulistiwa memang punya iklim yang lebih hangat dan cenderung tidak punya musim bersalju.

Anda dapat merasakan sendiri seperti yang terjadi di Indonesia.

Namun, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa dahulu, sekitar setengah miliar tahun lalu, Bumi adalah bola salju raksasa.

Bahkan, gletser atau bongkahan menyelimuti dunia sampai wilayah khatulistiwa secara misterius.

Baca Juga : Kisah Adik Sultan Brunei, Gemar Foya-foya dan Kencani 40 Wanita Hanya untuk Selir

Bukan hanya sekali, menurut para ahli geologi, fenomena ini terjadi setidaknya dua kali di masa lalu Bumi.

Artinya, wilayah khatulistiwa dahulu bak benua Antartika.

Kini, yang menjadi pertanyaan adalah ke mana perginya salju atau es yang menyelimuti khatulistiwa, termasuk Indonesia itu?

Para ilmuwan baru-baru ini menemukan bahwa episode bola salju terakhir berakhir hanya dalam sekejap pada 635 juta tahun lalu.

Baca Juga : Faktanya, Orang yang Pernah Selingkuh, Akan Kembali Selingkuh di Lain Waktu

Penyebabnya adalah peristiwa geologis yang sangat cepat dan kemungkinan memiliki implikasi untuk pemanasan global yang dipicu manusia saat ini.

Sebagai informasi, es yang menyelimuti seluruh permukaan Bumi itu terjadi bukan dalam waktu singkat tapi ribuan tahun.

"(Meski begitu, es) meleleh dalam waktu tidak lebih dari 1 juta tahun," ungkap Shuhai Xiao, salah satu peneliti yang terlibat dalam studi ini dikutip dari Science Mag, Selasa (02/04/2019).

Menurut Xiao, ini seperti sekedipan mata dalam sejarah Bumi selama 4,56 miliar tahun.

Baca Juga : Minumlah Air Putih Hangat Setiap Pagi Saat Perut Masih Kosong dan Rasakan 5 Manfaat Ini pada Tubuh Anda!

Dengan kata lain, fenomene ini menunjukkan bahwa dunia mencapai titik kritis yang tiba-tiba.

Sayangnya, tim ini masih belum bisa memastikan penyebab dari hilangnya es di khatulistiwa ini.

Meski begitu, mereka berpendapat bahwa karbon dioksida yang dipancarkan oleh gunung berapi purba mungkin telah memicu peristiwa rumah kaca.

Hal ini lah yang menyebabkan lapisan es mencair dalam "sekedipan mata".

Baca Juga : Kisah Pilu Bayi Hasil ‘Sewa Rahim’ yang Ditelantarkan Orangtua Kandungnya Karena Sandang Down Syndrome

Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut, Xiao dan koleganya akan mempelajarinya lewat batuan vulkanik dari provinsi Yunnan di China selatan.

Batuan tersebut tertanam di bawah jenis batuan lain yang disebut tutup karbonat, yaitu endapan unik dari batu kapur dan dolostone yang terbentuk selama masa melelehnya "Bola Salju Bumi" sebagai respons terhadap tingginya karbon sioksida di atmosfer.

Dengan penanggalan radiometrik, tim tersebut menemukan batuan vulkanik berusia 634,6 juta tahun.

Sayangnya, penanggalan batuan ini tidak bisa mengungkapkan kecepatan pencairan es yang terjadi pada masa tersebut.

Baca Juga : Momen Mengerikan Ketika Seorang Pesenam Mematahkan Kedua Kakinya Saat Kompetisi

Tahun 2005 lalu, tim ilmuwan berbeda melakukan penanggalan batuan vulkanik di atas tutup karbonat serupa di lokasi berbeda, provinsi Guizhou, China.

Batuan tersebut berusia 635,2 juta tahun.

Dua sampel tersebut menunjukkan peristiwa melelehnya es di sebagian besar bumi adalah pencairan cepat selama 1 juta tahun.

Laporan mengenai penelitian ini kemudian dipublikasikan oleh tim tersebut dalam jurnal Geologi.

Kuncinya, Xiao menjelaskan, adalah bahwa dua tanggal ini jauh lebih tepat daripada sampel sebelumnya, dengan error bar (grafik untuk menunjukkan variasi akibat eror atau ketidakpastian dalam pengujian) kurang dari 1 juta tahun.

Error bar itu pada dasarnya menggolongkan periode di mana tutup karbonat terbentuk — dan, dengan demikian, membatasi periode peristiwa pencairan Bumi Bola Salju terakhir.

Baca Juga : 3 Cara Bagaimana Militer Israel Dominasi Medan Perang, Seperti Apa?

Karena sampel yang ditemukan sebelumnya memiliki error bar beberapa juta tahun atau lebih, Xiao mengatakan bahwa penanggalan baru ini adalah yang pertama yang dapat digunakan untuk menghitung laju pencairan dengan pasti.

Namun, karena dua sampel baru berasal dari China selatan, artinya kedunya tidak mengambarkan fenomena global tentang pencairan kuno, kata Carol Dehler, ahli geologi di Universitas Negeri Utah di Logan.

Untuk melakukan itu, para ilmuwan perlu menemukan batuan vulkanik yang dapat didata dari bagian lain dunia, yang kira-kira "sama lazimnya dengan unicorn," canda Dehler.

Tetapi, dia menambahkan, mereka mungkin ada di luar sana "menunggu untuk ditemukan."

Baca Juga : 5 Tahun Ayamnya Tak Bertelur, Wanita Ini Malah Temukan Harta Senilai Rp4 Miliar saat Sembelih Ayam Tersebut

Meski demikian, memahami sifat glasiasi purba ini dapat membantu para ilmuwan menghadapi perubahan iklim hari ini.

"Saya pikir salah satu pesan terbesar bahwa fenomena 'Bola Salju Bumi'pada manusia adalah bahwa itu menunjukkan kemampuan Bumi untuk berubah secara ekstrem pada skala waktu yang pendek dan lebih lama," tutur Dehler.

Baca Juga : Ibunya Lengah, Anak 7 Tahun Ini Beli Mainan Seharga Rp141 Juta dengan Kartu Kredit Ibunya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dulu Bak Antartika, Ke Mana Hilangnya Salju di Indonesia?"

Artikel Terkait