Intisari-Online.com – Pada 9 Mei 2018, sejarah tercipta di Malaysia ketika Mahathir Mohamad memenangkan kursi Perdana Menteri dalam pemilihan umum.
Kemenangan melawan petahana saat itu Najib Razak tidak saja membuat Mahathir menjadi pemimpin terpilih tertua di dunia.
Bersama koalisi yang diusungnya, Pakatan Harapan, Mahathir menjungkalkan koalisi Barisan Nasional (BN) dan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa selama hampir 60 tahun.
Ini merupakan periode kedua Mahathir sebagai orang nomor satu di Malaysia setelah periode pertama dijalaninya pada 1981 sampai 2003.
Baca Juga : Salut! Mahathir Mohamad Bertekad Kurangi Utang Malaysia Rp 3.500 Triliun Hanya Dalam Waktu 2 Tahun
Sekretaris Eksekutif ASEAN Study Center Universitas Indonesia Shofwan Al Bana Choiruzzad berkata, kekalahan Najib dan BN dikarenakan berbagai tiga faktor.
Yang pertama adalah faktor internal Najib yakni tuduhan korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB), kekuatan oposisi yang menguat, dan melemahnya dukungan terhadap UMNO.
Dia menilai dukungan yang melemah disebabkan tokoh kuat seperti Dr M, julukan Mahathir, yang notabene mantan anggota UMNO memilih untuk turun gunung.
"Secara personal, dia memberikan perlawanan terhadap Najib dan melemahkan basis tradisional UMNO yang sebagian masih memiliki loyalitas terhadap Mahathir," tutur Shofwan.
Dia melanjutkan, perbedaan Mahathir antara periode pertama dengan kedua adalah di masa pertama menjabat, Mahathir adalah tokoh yang meletakkan dasar dominasi non-demokratis Malaysia. Sedangkan Mahathir saat ini adalah tokoh yang membongkar sistem yang dibangunnya.
"Dulu Mahathir membungkam demokrasi, sekarang dia membongkar sistemnya sendiri," paparnya.
Sementara Direktur Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada Riza Noer Arfani menilai kemenangan Mahathir juga ditentukan kerinduan publik pada eranya berkuasa.
Baca Juga : Demi Kurangi Pengeluaran Negara, Mahathir Mohamad Potong Gaji Menteri
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR