Advertorial
Intisari-Online.com - Selama ini banyak masyarakat yang salah kaprah dan selalu menganggap bahwa produk susu kental manis adalah 'susu sapi' yang diproses menjadi cairan kental.
Namun BPOM Indonesia secara resmi memberi pernyataan bahwa produk yang biasa disebut 'susu kental manis' (SKM) ini tidak mengandung susu pada Rabu (4/7).
Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, seperti dilansir dari Kumparan, susu kental manis hanya mengandung protein (Nx6,38) 6,5% dan lemak susu minimal 8%.
Tanpa ada kandungan padatan susu sama sekali.
Baca Juga : 4 Alternatif Pengganti Susu Sapi, Cocok untuk Mereka yang Alergi Susu Sapi
Tanpa padatan susu, susu kental manis telah berhasil "menipu" masyarakat yang justru sering menyajikannya untuk anak, sebagai alternatif dari susu bubuk yang memiliki harga lebih mahal.
Tentu hal ini cukup mengejutkan bagi hampir semua masyarakat Indonesia yang selama ini kerap memberikan SKM untuk anak-anaknya.
Susu kental manis dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena kandungan gula yang sangat tinggi di dalamnya.
Oleh sebab itu, mengonsumsi SKM secara berlebihan bisa meningkatkan risiko diabetes dan obesitas pada anak.
Dan parahnya, banyak orangtua yang selama ini belum menyadarinya sehingga kasus diabetes anak juga mengalami peningkatan.
Namun setelah berita menjadi viral, Kepala BPOM Penny K Lukito menyatakan kembali bahwa susu kental manis mengandung susu yang dipekatkan sebelum ditambahkan gula yang menjadikannya manis.
Baca Juga : Sulit Tidur Nyenyak? Minum Susu Hangat dan Berhubungan Intim Bisa Jadi Solusi
"Air (susu)-nya dikeluarkan, di-evaporate, di-condense, dikentalkan kemudian ditambah gula. Jadi lemaknya itu terkonsentrasi terus ditambah gula," kata Penny saat konferensi pers di Kantor BPOM, Senin (9/7).
Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM Tetty Sihombing mengamini pernyataan Penny.
Ia mengatakan, produk susu kental manis dapat dibuat dari susu cair yang dipekatkan atau susu bubuk yang dicampur dengan gula dan sebagainya.
Ia menyebutkan, BPOM telah mengatur kandungan gula dan lemak dalam produk susu kental manis agar masih dapat disebut susu.
"Yang harus diikuti dalam persyaratan susu kental manis adalah kandungan lemak susu tidak kurang dari delapan persen, protein kurang dari enam setengah persen," kata Tetty.
Sementara kandungan gula yang berada di dalam susu kental manis ditujukan sebagai alat pengawet.
"Jadi kalau industrinya bermain-main dengan kandungan lemak susu dan protein, dia harus mengatur agar kandungan gula ini berfungsi sebagai pengawet," ujar dia.
Karena itu, Tetty memgimbau masyarakat agar senantiasa memperhatikan label kandungan gizi sebelum mengonsumsi produk susu kental manis.
Baca Juga : Hati-hati! Gadis Ini Temukan Gumpalan Menjijikkan Dalam Kotak Susu
Lalu apakah susu kental manis layak disbeut sebagai pelengkap gizi anak?
Dr Juwalita Surapsari Spesialis Gizi Anak mengungkapkan bahwa kandungan protein pada SKM sangat kecil, hanya sekitar 5% dari total kalori.
Sementara susu pertumbuhan lain (dalam bentuk bubuk) bisa mencapai protein hingga 18%.
Dilansir dari Kompas.com, Juwalita juga mengatakan bahwa kandungan gula dalam kental manis sangat tinggi.
Jadi, SKM memang tak bisa jadi pelengkap gizi anak karena kandungan proteinnya tak cukup dan kurang memenuhi kebutuhan harian anak.
Juwalita menegaskan bahwa fungsi kental manis hanyalah untuk menambah rasa creamy pada makanan atau dicampurkan pada produk olahan lain, misalnya salad buah atau roti.
Tak hanya berbahaya bagi anak, orang dewasa juga tak boleh mengonsumsi kental manis secara berlebihan.
Baca Juga : Mengatasi Masalah Disfungsi Ereksi hingga Penuaan Dini dengan Minum Susu Bawang Putih Setelah Makan Malam
Bagi orang dewasa, kebutuhan gizi harian juga lebih besar dari anak-anak apalagi aktifitas yang dilakukan juga lebih berat.
Mengonsumsi SKM dan merasa sudah minum 'susu' bisa membuat nutrisi tidak tercukupi dan malah timbul masalah kesehatan lainnya.
Menurut Juwalita, risiko kesehatan dari konsumsi kental manis berlebih adalah risiko jangka panjang.
Tak bisa langsung terlihat, tapi berbahaya jika terus dilakukan.
Yuk, lebih bijak dalam memilih alternatif pelengkap gizi baik untuk anak maupun untuk diri sendiri.