Advertorial

Demi Mengawal Bung Karno di Yogyakarta, Pencoleng Sampai Pencopet Direkrut Untuk Dijadikan Pasukan Pengamanan

Yoyok Prima Maulana

Editor

Kolonel Moestopo tidak memiliki pasukan untuk mengamankan  Bung Karno dan Bung Hatta serta para staf lainnya sehingga terpaksa mengambil langkah kontroversial.
Kolonel Moestopo tidak memiliki pasukan untuk mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta serta para staf lainnya sehingga terpaksa mengambil langkah kontroversial.

Intisari-online.com -Pada Januari 1946 pemerintah RI terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta karena alasan keamanan.

Pasalnya pasukan Belanda yang didukung Sekutu terus melancarkan tindakan brutal terhadap warga Jakarta.

Apalagi sepak terjang serdadu NICA juga makin membahayakan jiwa keluarga Presiden Soekarno dan Wapres, Bung Hatta.

Raja Yogyakarta, Sultan HB IX dengan senang hati menerima kehadiran rombongan keluarga dan para staf Presiden serta Wapres RI meski menanggung banyak tantangan.

BACA JUGA:Kisah Dokter Kurang Ajar Sekaligus yang Terhebat di Indonesia, Tjipto Mangunkusumo

Salah satu tantangan yang harus segera diatasi oleh Sultan HB IX, selain menyediakan tempat penampungan juga harus menyiapkan ‘’pasukan keamanan’’ yang harus tersedia dalam waktu singkat.

Karena kurangnya personel pasukan keamanan, Sultan HB IX kemudian meminta tolong kepada penasihat Pangsar Soedirman danKolonel Moestopo untuk segera menyiapkan pasukan pengamanan.

Kolonel Moestopo sendiri sedang tidak memiliki pasukan yang segera bisa digunakan untuk mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta serta para staf lainnya sehingga terpaksa mengambil langkah kontroversial.

Kolonel Mostopo kemudian mengumpulkan para penjahat, pencopet, dan pelacur di Yogyakarta untuk dididik menjadi pejuang-pejuang yang tangguh.

BACA JUGA:Inilah yang Akan Terjadi Jika Rutin Makan 6 Siung Bawang Putih Panggang Setiap Hari

Selama dalam masa pelatihan yang tujuannya mengarahkan mereka menjadi orang baik-baik, orang-orang yang lebih dikenal sebagai ‘’sampah masyarakat’’ itu ditampung dalam wadah khusus yang dinamai Barisan Terate.

Kolonel Moestopo yang juga mantan komandan batalyon PETA di masa penjajahan Jepang dan telah kenyang asam garam pertempuran ikut terjun sebagai pelatih.

Hasil gemblengan para sampah masyarakat itu ternyata berhasil. Mereka menjadi para pejuang tangguh dalam berbagai pertempuran di Jawa dan terwadahi dalam Barisan Macan Putih dan Barisan Macan Hitam.

Usai Perang Kemerdekaan Kolonel Moestopo yang juga seorang dokter gigi dan pendidik ternyata terus menggembleng mantan personel Barisan Macan Putih dan Macan Hitam itu dalam dunia pendidikan.

Salah seorang di antaranya bahkan berhasil meraih gelar doktor.

Sedang Kolonel Moestopo sendiri berhasil meraih pangkat hingga Mayor Jenderal dan bergelar akademik Profesor Doktor.

BACA JUGA:Tanda-tanda Pasangan Hanya Memanfaatkan Anda, Salah Satunya Mungkin Sedang Anda Rasakan

Artikel Terkait