Pada UU No.13 Tahun 2003 Pasal 81 dijabarkan seperti berikut ini:
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Menurut Mahdian Wiratama, (Act) Chief of Human Resources, sebuah perusahaan kelapa sawit yang berlokasi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, karyawan wanita yang merasa tidak mampu bekerja saat sedang haid, memang lebih baik meminta haknya tersebut.
“Boleh-boleh saja. Sebab, cuti haid tidak bisa diprediksi kapan waktu datangnya. Namun, jangan juga dalam satu bulan cuti haid sampai dua hingga tiga kali,” terang Mahdian.
Lalu, apakah perusahaan tetap membayarkan gaji karyawan pada hari cuti tersebut?
Ternyata, berdasarkan menurut UU No.13 Tahun 2003 Pasal 84, perusahaan tidak wajib membayar upah penuh bagi karyawan wanita yang meminta cuti haid.
“Soal upah, semua kembali lagi pada kebijakan dan kesepakatan perusahaan pada karyawan,” imbuh Mahdian. (Silvita Agmasari)
(Baca juga: BPOM Nyatakan Albothyl Tidak Disarankan untuk Obat Sariawan, Inilah Alasannya)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR