Advertorial
Intisari-Online.com – Namanya selalu dikaitkan dengan aroma wewangian, pesona kecantikan wanita dan simbol seks peradaban manusia.
Tapi tahukah Anda kalau ternyata Cleopatra adalah kepala negara yang tegar, penulis buku andal, serta fasih bicara dalam tujuh bahasa?
Mendengar nama Cleopatra, bayangan yang ada di kepala banyak orang agaknya masih sama. Wanita cantik mempesona yang menyukai kehidupan glamor sarat pesta.
Meski yang tersisa hanya legenda, sosok ini nyatanya terus mendunia lewat beragam inkarnasinya yang lahir dari tangan-tangan terampil Hollywood.
Sejak zaman film bisu sampai generasi sekarang, Cleopatra seakan "muncul" silih berganti dalam sosok Dewi Amor dengan berbagai nuansa.
(Baca juga:Julius Caesar, Kampiun Taktik Perang yang Masyhur oleh Kisah Percintaannya dengan Cleopatra)
Yang paling sering tercermin, baik di panggung opera maupun di layar perak, adalah sosok Cleo yang kehidupannya penuh kemewahan dan pesta pora beraroma birahi seperti dimainkan oleh Theda Bara (Cleopatra, 1917), kemudian Claudette Colbert (Cleopatra, Cecil B. DeMille, 1934) atau Vivien Leigh (Caesar and Cleopatra, 1946) karya George Bernard Shaw.
Bahkan, Cleopatra yang sensual bak boneka seks nyaris tergambar sempurna dalam diri Elizabeth Taylor (Anthony and Cleopatra, 1963).
Memang, tampilan sosok Cleopatra tidak bisa dilepaskan dari kepentingan sekaligus kejujuran para pembuatnya. Kalau diperhatikan dengan saksama, citra wanita cantik ini tampak sengaja dipermainkan, atau lebih tepatnya, dicabik bagian demi bagian untuk kepentingan sesaat.
Semisal dalam film All for Love, John Dryden hanya menggambarkan sepintas saja peran Cleopatra sebagai ratu Mesir secara tradisional, sementara peran tambahannya justru lebih banyak.
Begitu pula penggambaran George Bernard Shaw tentang Cleopatra sebagai penyuka takhayul, yang kemudian berkembang menjadi bengis, justru menimbulkan rasa tidak simpati kalangan tertentu.
(Baca juga:Punya Potensi Gigi Berlubang? Coba Lakukan 8 Cara Ini untuk Memulihkannya)
Cleopatra gosong
Yang menarik, belakangan muncul versi lain yang sempat memicu pro-kontra. Sampai sekarang di Museum Inggris masih tersimpan sebuah koin logam dengan relief wajah Cleopatra yang kata orang sono malah mirip Abraham Lincoln.
Tak jelas, apakah olok-olok ini berhubungan dengan kontroversi tersebut atau tidak. Namun berdasar asumsi besarnya pengaruh Afrika dalam budaya Yunani dan Romawi, ada pendapat yang mengatakan bahwa Cleopatra adalah seorang wanita berkulit hitam.
Sinyalemen ini wajar karena memang banyak sisi gelap sejarah keluarga Cleo yang tidak berhasil terkuak secara jelas.
Terlebih nihilnya data sejarah yang bisa menggambarkan garis keluarga nenek dari pihak sang ayah, kecuali secuil informasi bahwa wanita yang mengandung ayah Cleopatra ini memang bukan istri sah Kaisar Ptolemy K.
Versi Cleopatra gosong alias hitam ini tak pelak melahirkan silang pendapat. Mereka yang mengiyakan versi ini menyandarkan argumennya pada temuan bahwa moyang Ptolemy IX, yakni Ptolemy II yang hidup seabad sebelumnya, pernah memiliki selir wanita Mesir.
Toh, kesahihan argumen ini diragukan. Apalagi kaum Ptolemy biasanya amat bangga pada darah biru keturunannya. Mereka cenderung menikah dengan sanak famili sendiri untuk menjaga kemumian darah ningratnya.
Kalaupun harus mengambil selir, biasanya mereka lebih memilih wanita Yunani kelas atas.
(Baca juga:Pembelian Jet tempur SU-35 dari Rusia Akan Diganti Dengan JF-17 Thunder Buatan Pakistan?)
Kebanggaan kaum Ptolemy yang merasa derajatnya lebih tinggi dari bangsa Mesir, tercermin pada kepongahan mereka tak mau bertutur kata dalam bahasa setempat.
Buktinya, meski sudah berdiam di Alexandria selama 300 tahun, sebagian besar tidak becus berbicara dalam bahasa setempat. Kebangetan, memang!
Dalam kasus ini, Cleopatra bisa disebut orang pertama dalam kaumnya yang belajar bahasa Mesir.
Beragamnya versi tentang Cleopatra yang beredar jelas membingungkan. Siapa sesungguhnya sosok wanita ini? Bagaimana cerita Cleopatra yang sebenarnya?
Alamat yang dianggap tepat untuk mencari jawaban itu tak lain adalah Plutarch, penulis biografi asal Yunani yang hidup di abad pertama.
Meski jauh berbeda dengan berbagai versi hasil "rekayasa" orang, Plutarch memang mengiyakan adanya dua sisi wajah Cleopatra yang dia temukan baik lewat peninggalan sejarah maupun kesaksian mereka yang hidup sezaman.
Sebagian mengatakan bahwa Cleo adalah ilmuwan yang diakui kalangan tradisional setempat. Selain dikenal sebagai seorang dewi yang keibuan, dia juga dianggap Sang Penyelamat yang diutus untuk membebaskan bangsa Timur dari penindasan Romawi.
Di lain pihak, Plutarch juga memiliki informasi dari sumber Romawi yang isinya bertolak belakang. Di mata orang Romawi, nyaris tidak ada bagian hidup Cleopatra yang dianggap baik.
Perilaku seksualnya dianggap begitu menggebu, sehingga wanita ini dicap sebagai wanita tuna susila paling kejam di dunia sekaligus pengkhianat Romawi.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1999)
(Baca juga:Waspada! 6 Tanda Ini Bisa Menunjukkan Anak Anda Akan Menjadi Psikopat Saat Dewasa Nanti)