Advertorial
Intisari-Online.com -Ketika pada 1978 Israel berhasil mendeteksi bahwa Irak benar-benar ingin memproduksi bom nuklir berkat bantuan peralatan teknologi Prancis, Mossad diperintahkan untuk menggagalkan proyek itu.
Mengingat Mossad menginginkan operasi yang dinamai Operation Sphinx itu segera membuahkan hasil, agen-agen Mossad pun segera dikirim ke negara Napoleon Bonaparte itu.
Targetnya adalah merekrut salah satu teknisi Irak yang bekerja di industri nuklir Prancis.
Setelah agen-agen Mossad bergabung dengan rekannya yang berada di pos Prancis, operasi rekrutmen pun digelar.
Sasaran yang kemudian ditemukan Mossad secara kebetulan adalah teknisi bernama Halim, insinyur fisika nuklir Irak.
(Baca juga:Rusia Siapkan Pesawat Pengebom Nuklir Blackjack Senilai Rp3,5 Triliun, NATO dan AS pun Langsung Ketar-ketir)
Nama Halim, tempat kerja, dan kegiatannya sudah berhasil dimonitor oleh Mossad lewat penyelidikan secara rahasia di pabrik tempat Halim bekerja.
Mossad mulai menjebak Halim dengan cara mengamatinya ketika menunggu bus ke pabrik.
Mereka juga mengirimkan agen wanita yangmenyamar sebagai penjual parfum dengan tujuan mengorek keterangan dari istri Halim, Samira, yang tinggal di sebuah apartemen.
Halim ternyata merupakan sasaran yang mudah bagi Mossad. Semua skenario tipu daya yang dilancarkan Mossad berjalan lancar. Dengan sogokan uang , makan enak, dan pelacur, informasi yang diperlukan Mossad dari Halim mengalir secara pasti.
Pada tahap pertama, agen Mossad berhasil membuat Halim mengaku bahwa dirinya insinyur nuklir Irak yang ditugaskan ke Prancis untuk program produksi bom nuklir di Irak.
Halim yang mendapat uang dalam jumlah besar setiap memberi keterangan bahkan memberikan peta tentang posisi reaktor nuklir Prancis yang akan dikirim ke Irak. Halim bahkan bersedia memberikan cetak biru program nuklir Irak berikut lokasi instalasi nuklir di Irak.
(Baca juga:Eli Cohen, Agen Rahasia Andalan Mossad yang Dihukum Gantung di Depan Puluhan Ribu Rakyat Suriah)
Guna mendapatkan salinan yang akurat dari cetak biru program nuklir Irak di Prancis, Mossad membekali Halim kertas khusus yang bisa menyalin bahan yang akan disalin tanpa terdeteksi.
Setelah digunakan menyalin data, kertas khusus itu tetap seperti kertas yang belum digunakan. Berkat informasi yang diberikan oleh Halim, Mossad pun merancang aksi untuk menyabotase peralatan nuklir yang akan dikirim ke Irak.
Untuk mmenjalankan aksi sabotase itu, Mossad menyiapkan truk kargo yang di dalamnya diisi lima personel ahli peledak dan satu ahli fisika nuklir. Pada saat yang ditentukan truk kargo mulai bergerak dan bergabung dengan dua truk kargo lainnya yang membawa peralatan mesin untuk pesawat Mirage.
Sesuai info dari Halim, peralatan nuklir yang akan dikirim ke Irak berada di samping pagar hanggar yang berfungsi untuk menempatkan mesin pesawat Mirage.
Tim sabotase Mossad akhirnya berhasil masuk ke hanggar secara mulus kendati pintu gerbang dijaga ketat aparat bersenjata. Mossad ternyata tak hanya mengerahkan tim sabotase yang tugasnya menyusup ke dalam gudang peralatan nuklir, tapi juga mengerahkan tim pengacau.
(Baca juga:Duh, Istilah Hidung Belang Ternyata Lahir Karena Kasus Gubernur Batavia Pieterzoon Coen)
Tugas tim pengacau ini adalah menimbulkan kekacauan di jalan depan hanggar sehingga para petugas yang berjaga akan teralih perhatiannya.
Saat tim sabotase Mossad keluar dari kargo truk, tiba-tiba di jalan terjadi kecelakaan yang berujung pada keributan. Kecelakaan yang sebenarnya direkayasa Mossad itu berupa pengendara mobil yang menabrak pejalan kaki wanita.
Kegaduhan kemudian terjadi karena wanita yang ditabrak mengomel-ngomel disusul berkerumunnya para pria yang notabene semuanya adalah anggota Mossad.
Semua penjaga gerbang hanggar terpancing dan perhatian terfokus pada kejadian itu. Begitu melihat penjaga lemah, tim sabotase Mossad lalu memanjat pagar dan masuk ke gudang tempat komponen nuklir yang akan dikirim ke Irak disimpan.
Berkat petunjuk si ahli nuklir Mossad, tim sabotase pun mulai memasang peledak plastik dan kemudian meledakkannya. Ledakan yang ditimbulkan memang tidak merusak fasilitas hanggar tapi mampu menghancurkan hampir semua komponen nuklir.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk memperbaikinya. Itu berarti program nuklir Irak pun turut mundur sampai berbulan-bulan. Ketika para penjaga hanggar menyadari apa yang terjadi semuanya sudah terlambat.
Mereka hanya menemukan asap yang mengepul dan para pelaku telah melarikan diri tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Mobil penabrak, wanita yang ditabrak, dan kerumunan para pria juga menghilang tanpa jejak seiring timbulnya ledakan disusul para penjaga yang panik berlarian.
Pemerintah Paris yang menghadapi aksi sabotase itu kesulitan untuk menentukan siapa pelaku di balik peledakan komponen nuklir yang siap dikirim ke Irak.
Prancis bahkan tak berani menyebut nama Mossad karena tak ada yang bisa membuktikannya. Aksi sabotase itu serta merta membuat Halim memilih segera pulang ke Irak. Tapi Halim yang merasa sebagai penyebab aksi sabotase itu sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sudah direkrut oleh Mossad.
Halim bahkan yakin aksi sabotase itu dilaksanakan oleh CIA. Berkat bantuan Halim, Mossad akhirnya bisa mengetahui secara detail program bom nuklir Irak yang sedang dikerjakan di Prancis.
Israel juga mengetahui secara detail lokasi reaktor nuklir di Irak, yakni di Tuwaitha, dekat Baghdad dan rencana untuk melancarkan serangan udara pun digelar.
Persiapan Mossad untuk menggempur reaktor nuklir Irak ternyata tak hanya mengandalkan info agen Mossad di Prancis. Seorang kombatan Israel bahkan telah berhasil menyusup ke lokasi reaktor nuklir dan memasang alat pemandu bagi pesawat-pesawat tempur Israel.
Bahkan seorang teknisi yang bekerja di pabrik dan telah berhasil direkrut Mossad rela mengorbankan nyawanya demi memasang pemandu yang ditaruh di tas kopornya. Fungsi pemandu itu adalah untuk mengarahkan bom-bom pemandu laser yang akan dijatuhkan oleh jet-jet tempur Israel.