“Itu proses yang menyakitkan. Telapak tanganku melepuh dan kapur tulis selalu jatuh ke lantai,” tutur Chen.
(Baca juga: Guru Ini Menjadikan Seluruh Murid Kelas yang Keterbelakangan Mental sebagai Pembawa Bunga di Pernikahannya)
Walau begitu, kondisi itu tidak menghalangi sang guru untuk memastikan anak-anak mendapat pendidikan yang layak.
Sebaliknya, ia menghadapi semua rintangan yang dihadapi, seperti bagaimana ia harus menghilangkan aksennya.
Ia juga berbicara bahasa Mandarin standar untuk mengajar pinyin atau alphabet fonetik bahasa China bagi para muridnya.
Selain itu, guru Chen juga harus bangun lebih pagi dan berjalan kaki sejauh lebih dari 10 kilometer.
Tujuannya, untuk mengamati dan mempelajari cara guru mengajar di sekolah lain, sebelum ia kembali ke sekolahnya sendiri untuk mengajar para murid.
Diketahui sekolah tempat Chen mengajar terletak di sebuah lereng bukit di daerah Liulin County, sangat berbeda dibandingkan 20 tahun lalu.
Sebelumnya, sekolah yang berlantai dua itu memiliki lebih dari 100 murid.
Kini, hanya ada 7 murid yang datang ke sekolah setiap harinya, dengan tiga dari tujuh murid itu masih kanak-kanak.
Kebanyakan murid dilaporkan telah pindah bersama orangtua mereka yang bermigrasi ke perkotaan untuk bekerja.
Data pemerintah setempat memperlihatkan sekitar 60% anak usia 6 hingga 15 tahun pindah bersama orangtua mereka yang menjadi buruh migran sejak 2013.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR