Advertorial
Intisari-Online.com –Nenekku yang sudah 'berumur' belum lama ini mengalami masalah kesehatan yang cukup parah.
Ia sudah sulit melihat dan berjalan. Kegiatan sehari-harinya lebih banyak di dalam rumah saja.
Hal ini tentu membuatnya frustrasi karena dulu nenek sangat suka membaca.
Maka, aku pun bersedia menuliskan surat manis untuk nenek tersayang, ketika dia memintaku untuk berkorespondensi dengani teman-temannya.
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Dulu saat aku masih bekerja di luar kota, aku sering berkirim surat dengan nenek. Kini setelah aku tinggal serumah dengannya, tentu kami tak pernah berkirim surat lagi.
Sore itu ketika aku sedang menyiapkan air mandi untuknya, nenek memanggilku.
“Dini, bolehkah nenek meminta tolong sesuatu?” begitu katanya. “Tentu saja boleh, ada apa nek?” tanyaku sambil merasa heran karena jarang-jarang nenek berkata seperti itu.
“Nenek sudah beberapa hari ini ingin mengirimkan surat ke teman-teman nenek. Tapi, seperti yang kamu tahu, nenek sudah kesulitan menulis sendiri. Maukah kamu membantu menuliskan surat untuk teman-teman nenek?”
Sejak hari itu, aku menjadi sekretaris pribadi nenek dalam hal surat-menyurat. Aku berpikir tugas ini akan mudah saja dilakukan, namun ternyata ada beberapa kendala yang terjadi. Nenek rupanya sedikit rewel soal surat menyurat.
Misalnya saat mengirim surat untuk teman A, ia hanya mau memakai kertas surat berwarna biru. “Amira ini sangat suka laut. Aku harus mengiriminya surat dengan kertas dan amplop biru,” begitulah penjelasannya.
Kadang juga untuk teman B, ia mewanti-wanti aku untuk membalas dengan tinta biru. “Marina ini sangat benci hitam! Jangan sampai dia menganggap aku sedang berkabung!” itulah ocehannya kali ini.
Meski pekerjaan ini terkadang membuat aku sebal dan kesal, namun rupanya ada juga hikmah yang bisa kuambil. Nenekku ini ternyata sangat perhatian pada semua sahabatnya.
(Baca juga: Kisah Burung Pipit yang Terus Membawa Batu Kesedihannya ke Mana pun Dia Pergi)
Bahkan hal-hal terkecil sekalipun selalu diingatnya dengan baik. Mulai dari hobi, warna kesukaan, kebiasaan, dan sebagainya. Semua hal kecil itu selalu diingat nenek. Sepertinya ia dalah sahabat yang setia dan baik.
Untuk memastikan bahwa semua kata-kata yang diucapkannya sudah kutulis dengan benar, ia juga selalu memintaku untuk membaca ulang semua isi surat.
Bila ada kata-kata yang meleset sedikit saja dari perkataan aslinya, ia langsung menyuruhku untuk menggantinya!
Mungkin ia takut bila ada kata-kata yang ditulis dengan tidak benar, temannya bisa menjadi salah paham. Ada-ada saja memang permintaan nenekku ini.
Ketika tahun baru hampir tiba, nenek memintaku untuk mencari kartu pos yang gambarnya ceria. Aku pun membelikan sejumlah kartu.
Siang itu, aku menjelaskan setiap gambar pada kartu itu dan membiarkan nenek memilih tiap kartu pos untuk sahabat yang akan ia kirimi surat.
Ketika semua surat sudah tertulis, nenek tiba-tiba melamun. Aku pun bertanya, “Ada apa nek? Kenapa terlihat muram? Biasanya senang kalau sudah menulis surat?”
Nenek menjawab, “Ah, tidak apa-apa. Aku hanya sedikit rindu dengan teman-temanku. Seandainya saja mereka ada di sini.”
Mendengar hal itu, aku pun mendapat ide. Kuambil lagi pena yang sudah dikembalikan dan kubuka lagi setiap kartu pos yang tadinya sudah siap untuk dikirimkan.
Di akhir setiap surat, aku memberikan undangan. Aku mengajak mereka datang di hari ulang tahun nenek yang akan datang dua minggu lagi.
“Kehadiran kalian akan sangat kunanti. Kita bisa merayakan ulang tahunku dengan makan siang bersama.”
Setelah beres menuliskan surat itu, aku mengirimkannya dengan senang sekaligus was-was. Semoga saja semua berjalan dengan baik!
Hari ulang tahun nenek akhirnya datang. Aku sudah deg-degan takut teman-teman nenek tidak datang. Tiba-tiba, aku melihat bayangan sejumlah orang di depan rumah.
Ternyata itu semua teman-teman nenek! Mereka pun kupersilakan masuk.
Nenek sangat kaget sekaligus terharu. Ia benar-benar tidak menduga teman-teman yang dirindukannya semua berkumpul di sini.
Nenek seperti menahan tangis ketika diselamati satu per satu oleh teman-temannya.
Ketika semua temannya sudah menyalaminya, nenek pun memanggilku. Aku yang sedari tadi mengawasi dari jauh pun mendekat dan berkata, “Ada apa nek?”
Ia kemudian menjawab, “Dini, nenek tak tahu apa yang kau tulis di surat terakhir nenek. Tapi, apapun yang kau tulis, terima kasih. Untuk kali ini saja nenek memaafkanmu karena menulis tidak sesuai dengan yang aku katakan!”
Aku pun tertawa sejenak sebelum menjawab, “Terima kasih juga nenek. Berkat nenek, aku juga belajar banyak hal.”
Setelah menjawab begitu, aku berpelukan dengan nenekku. (Lila Nathania)
(Baca juga: Untuk Anda yang Merindukan Ibu yang Telah Tiada Hari Ini)