Advertorial
Intisari-Online.com- Pemerintah daerah sebuah pusat distrik di Ghana melarang gadis-gadis yang sedang menstruasi untuk menyeberangi sungai.
Hal itu didasarkan pada kepercayaan bahwa dewa tidak menyukainya.
Kini diketahui, gadis-gadis tersebut terpaksa melewatkan 20 dari 60 hari kelas di sekolah karena larangan itu.
Keyakinan keagamaan di Sub-Sahara Afrika beserta para pemimpin tradisionalnya juga melarang anak-anak perempuan menyeberangi sungai pada hari Selasa.
Baca Juga:Yuk Lebih Dekat Mengenal Bipolar yang Diderita Dolores 'The Cranberries', Penyebab Berikut Dampaknya
Baca Juga:Google Doodle Hari Ini: Katy Jurado, Bintang Film 'Pemberontak' yang Banggakan Negara Asalnya
"Terkadang saya berpikir bahwa kita perlu meminta pertanggungjawaban dari para dewa atas hal ini," ucap Shamima Muslim Alhassan, Menstrual Duta Higiene (Unisef) sebagaimana dilansir pada Ancient Origins.
Dia menjelaskan bahwa kepercayaan inilah yang menghentikan para gadis untuk menerima pendidikan yang layak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa 10% dari semua gadis di sub-Sahara Afrika tidak berangkat sekolah ketika menstruasi.
Menstruasi pada kebudayaan kuno
Dalam beberapa kepercayaan kuno lainnya, wanita menstruasi dianggap memiliki kekuatan sakral bahkan dapat menyembuhkan penyakit.
Di Roma Kuno, Pliny the Elder menulis bahwa seorang wanita yang sedang menstruasi dapat menghalau badai es, angin puyuh dan petir.
Jika dia berjalan dalam keadaan telanjang ulat, cacing dan kumbang akan jatuh seketika.
Sebuah studi tahun 2014 di kumal Mathare Valley, Nairobi menemukan bahwa lebih dari 75% anak perempuan tidak tahu apa itu haid sebelum mereka mendapat menstruasi pertama.
Itu menyebabkan mereka merasa takut, bingung dan malu.
Baca Juga:Ingat! Bukan Hanya Narkoba, Air Putih pun bisa Bikin Kita Meninggal karena Overdosis
Beberapa kasus pandangan kepercayaan terhadap mentruasi bahkan menyebabkan kematian.
"Seorang wanita telah meninggal di sebuah desa terpencil di Nepal karena sebuah tradisi di mana wanita diasingkan dari rumah mereka dan dipaksa tinggal di pondok selama menstruasi," kata salah seorang petugas pemerintah, Tul Bahadur Kawcha.
Demokratisasi
Kawcha juga menjelaskan menjelaskan undang-undang baru yang berlaku sejak Agustus 2017.
Undang-undang itu mengatur penangkapan atau penjada dan denda untuk siapa saja yang memaksa perempuan menstruasi untuk diasingkan.
Tradisi Chhaupadi di Nepal dianggap tidak layak diteruskan dari segi kemanusiaan.