Intisari-Online.com – Memahami susuk tak bisa tidak harus masuk dunia supranatural. Bisa saja kesimpulan itu dibantah, tapi fakta sosial memperlihatkan peranan mistik tetap dominan dalam struktur masyarakat Jawa.
Kehadiran tokoh tradisional seperti Mbah Soma Dihardjo (usia 75 pada 1993) atau Mbah Citro Wiyono (usia 83 pada 1993) masih tetap diperlukan dalam tatanan kalangan tertentu.
Tak disangkal memang sulit untuk menemukan contoh nyata, pemasang susuk yang mengaku apa yang dimilikinya. Meski sebetulnya susuk bukan barang yang perlu dirahasiakan, sudah menggejala seperti praktek mistik lainnya.
(Baca juga: Percaya atau Tidak, Elemen-elemen Ini Dianggap Ampuh Menangkal Santet)
(Baca juga: Sakit yang Tak Sembuh-sembuh, Bisa Jadi karena Santet)
Kelompok seniman panggung seperti ketoprak, atau wayang orang yang notabene banyak menggunakan lambaran emas, lebih banyak mengunci mulut. Juga kelompok penyanyi dangdut atau ledek yang konon tak sedikit memanfaatkan susuk di wajah maupun pantat.
Ternyata yang paling gampang didekati dan cukup terbuka adalah wanita pelacur, yang menggunakan susuk kecantikan sebagai sarana menarik tamu.
Sesungguhnya peran dan status dukun hampir dapat ditemukan di mana-mana dengan istilah yang berbeda. Namun, dukun susuk di Jawa menjadi unik karena kepandaiannya yang langka dan sangat spesifik. Kabarnya tak setiap dukun mampu dan mau melakukannya.
Dukun susuk Reso Suwito (83) yang tinggal di lingkungan tembok benteng Keraton Yogyakarta, mengaku sejak 38 tahun lalu praktek susuk, sambil keliling jualan obat-obatan.
Dia menganggap banyak orang kini yang mengidap penyakit ingin jalan pintas. "Pasien zaman sekarang nakal-nakal, ingin sesuatu tapi disuruh puasa nggak mau, ujarnya.
Dukun yang paham kemauan konsumen ini, sudah menyediakan berbaggi bentuk susuk kecil, sehingga pasien tak perlu mencari di toko-toko emas. “Pasien tinggal pilih, mau dipasangi yang mana, satu susuk emas Rp20 ribu, kalau berlian Rp40 ribu,” ungkap dukun beristri 11, anak 15, dan cucu 32 orang itu.
Menurut Reso Suwito alias Redjo Menggolo, pasien pemasang susuk sebenarnya perlu laku, puasa mutih tujuh hari ditambah puasa ngebleng dua hari dua malam. Bisa juga laku itu dijalani oleh si pemasang, tentu saja dengan biaya pengganti jasa yang berlipat.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR