Advertorial

Demi Tangkap Agen Intelijen Rusia, Anggota Intelijen Indonesia Ini Rela 'Sodorkan' Anak-Istrinya

Ade Sulaeman

Editor

Istri dan anak-anak Sutardi sama sekali tak mengetahui operasi penyamaran itu sehingga tetap bersikap sewajarnya.
Istri dan anak-anak Sutardi sama sekali tak mengetahui operasi penyamaran itu sehingga tetap bersikap sewajarnya.

Intisari-Online.com - Ketika pada Januari 1980-an Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dipimpin oleh Jenderal LB Moerdani banyak prestasi yang berhasil diraihnya.

Salah satu prestasinya adalah berhasil membekuk kegiatan agen intelijen Rusia yang sedang beraksi di Indonesia.

Agen KGB Rusia itu bernama Alexander Pavlovich Finenko (36 tahun) yang juga manajer perwakilan Perusahaan Penerbangan Aeroflot yang beroperasi di indonesia.

Untuk menjalankan aksi spionasenya, Rusia selain mengerahkan para pejabat diplomatik juga menyusupkan personel yang bekerja di luar negeri seperti pekerja maskapai Aeroflot.

(Baca juga: Denjaka, Pasukan Khusus TNI AL yang Misterius dan Sering Bikin Gentar Navy Seal AS)

Letkol Susdaryanto berkemeja putih dalam suatu acara
Pada masa itu karena Perang Dingin sedang memanas, Indonesia yang sangat dikenal antikomunis, menjadi sasaran utama para agen KGB.

Sebaliknya agen-agen KGB atau orang-orang Rusia yang sedang berada di Indonesia juga mendapat perhatian khusus dari Bakin.

Finenko mulai dimonitor secara ketat oleh Bakin, salah satu tekniknya adalah dengan penyadapan telepon, saat agen KGB itu mengontak sumbernya, yakni Letkol Susdaryanto.

Sebagai perwira TNI AL yang bertugas pada Dinas Pemetaan Angkatan Laut, data-data kelautan yang bisa diakses Susdaryanto menjadi target yang sangat penting bagi KGB.

Letkol Susdaryanto kendati merupakan perwira yang cerdas dan pernah di sekolahkan di AS mudah direkrut KGB paling tidak karena dua alasan.

Pertama karena faktor uang dan kedua karena faktor karir.

Pasalnya berkarya di Departemen Pemetaan membuat karir Susdaryanto mentok dan perasaan tidak puas itu diam-diam ternyata memunculkan keinginan balas dendam.

(Baca juga: DynCorp, Pabrik Tentara Bayaran yang Memproduksi Manusia Penjual Nyawa)

Kondisi Susdaryanto ini ternyata diketahui betul oleh Finenko sehingga untuk merekrutnya tak butuh waktu yang lama.

Para personel Bakin mulai bergerak ketika penyadapan telepon yang dilakukan di rumah Susdaryanto di Tanjung Priok memberikan informasi bahwa Susdaryanto akan memberikan data penting bagi Finenko.

Data berupa dua rol film itu akan diberikan kepada Finenko yang menunggu di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Timur.

Diketahui pula oleh intel Bakin, Finenko akan segera pulang ke Rusia untuk liburan sehingga operasi penangkapan terhadap Finenko menjadi prioritas utama.

Sebagai manajer Aeroflot, Finenko tak memiliki kekebalan diplomatik sehingga bisa dikenakan penahanan di Indonesia.

Untuk menangkap Finenko, Bakin akan menggunakan Susdaryanto sebagai umpan sehingga Finenko bisa diringkus lebih mudah.

Sebagai langkah pertama, Bakin terlebih dahulu menangkap Susdaryanto yang sedang dalam perjalanan menuju Jakarta Timur.

Letkol Susdaryanto yang sama sekali tak menduga akan ditangkap ketika berada dalam tahanan langsung mengakui kegiatan mata-matanya dan siap membantu upaya penangkapan Finenko.

Para personel Bakin pun mempersiapkan anggotanya untuk menyergap Finenko yang akan menunggu Susdaryanto di restoran di kawasan Jakarta Timur.

Restoran yang akan dituju ternyata bernama Restoran Jawa Tengah.

Bakin kemudian menempatkan anggotanya di sejumlah titik strategis, di belakang ruang makan restoran, agen yang berpura-pura sebagai tamu restoran dan sekeliling restoran.

Pimpinan operasi, Mayor Sutardi bahkan membawa istri dan ketiga anaknya serta memesan satu meja makan.

Istri dan anak-anak Sutardi sama sekali tak mengetahui operasi penyamaran itu sehingga tetap bersikap sewajarnya.

Mayor Sutardi berani membawa istri dan ketiga anaknya karena yakin tak akan terjadi tembak-menembak.

Para petugas dari Bakin mulai waspada ketika Susdaryanto yang menjadi umpan tiba di restoran sambil membawa dua rol film yang dimasukkan dalam kardus pasta gigi pepsodent.

Ketika melihat pria yang menunggunya, Susdaryanto terperanjat karena orang itu bukan Finenko melainkan Asisten Atase Rusia di Indonesia, Letkol Sergei Egorov.

Susdaryanto khawatir jangan-jangan Egorov bersenjata dan jika melawan saat ditangkap akan menimbulkan insiden berdarah.

Untuk menenangkan suasana Susdaryanto lalu mengajak ngobrol Egorov dan tak lama kemudian barang pesanan Finenko berupa kotak pepsodent diserahkan kepada Egorov.

Melihat Egorov menerima barang yang bisa dipakai sebagai bukti di depan hukum, perintah penangkapan segera diberikan.

Beruntung Egorov tak melakukan perlawanan dan segera dibawa ke mobil tahanan.

Karena memiliki kekebalan dipomatik, Egorov lalu diserahkan ke Kedutaan Rusia disertai surat pengusiran, persona non grata dari pemerintah Indonesia.

Penangkapan Egorov dan Susdaryanto langsung membuat Finenko beraksi.

Dia berencana terbang ke Rusia bersama Egorov tanggal 6 Februari 1980 pagi.

Tapi sebelum pesawat berangkat, aparat Bakin menangkap Finenko yang saat itu dikawal oleh protokol dari Kedutaan Rusia.

Sempat terjadi insiden namun Finenko berhasil ditahan dan diinterogasi Bakin.

Statusnya yang non diplomat dan berdasar bukti yang didapatkan dari rumah Susdaryanto, memungkinkan pengadilan RI menjatuhkan hukuman mati kepadanya.

Tapi karena pengaruh tekanan diplomatik, beberapa hari kemudian, Finenko dilepas dan dipulangkan ke Rusia.

Bersamaan dengan kepergian Finenko, perwakilan Aeroflot di Indonesia pun ditutup.

Yang pasti, berkat penangkapan Susdaryanto, Erogov, dan Finenko, Bakin makin intensif mengawasi orang-orang Rusia di Indonesia.

Apalagi aksi Finenko bukan merupakan kegiatan spionase terakhir yang dilakukan agen KGB di Indonesia.

(Baca juga: Wanita Ini Pecandu Berat Film Porno Hingga Akhirnya Saat di Bali Menemukan Pencerahan)

Artikel Terkait