Advertorial

Belajar dari Saddam Hussein dan Muammar Gaddafi, Kim Jong Un Genjot Program Nuklir di Tahun 2018

Ade Sulaeman

Editor

Kim Jong Un sudah belajar bahwa seorang pemimpin negara yang berusaha memiliki senjata nuklir tapi usahanya hanya setengah-setengah justru akan dibunuh dan kekuasaannya akan ditumbangkan oleh AS.
Kim Jong Un sudah belajar bahwa seorang pemimpin negara yang berusaha memiliki senjata nuklir tapi usahanya hanya setengah-setengah justru akan dibunuh dan kekuasaannya akan ditumbangkan oleh AS.

Intisari-Online.com - Memasuki tahun 2018 keinginan Korut untuk meningkatkan program nuklirnya dan menggempur daratan AS bukannya mengendor tapi malah makin menggebu.

Setelah pada akhir November 2017, Korut sukses melakukan uji coba peluncuran rudal balistik Hwasong-15, Korut memang mengklaim bahwa rudalnya bisa mencapai semua daratan AS kapan saja dengan membawa hulu ledak nuklir ‘’yang sangat berat’’.

Meskipun para pengamat militer dunia meragukan ‘’keberanian’’ Korut untuk menyerang daratan AS menggunakan rudal nuklir, jika diserang oleh AS, Korut memang sangat membutuhkan senjata nuklir.

Soal kepemilikan senjata nuklir bagi pemimpin Korut Kim Jong Un demi melanggengkan kekuasaannya memang merupakan kaharusan.

(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)

Kim Jong Un sudah belajar bahwa seorang pemimpin negara yang berusaha memiliki senjata nuklir tapi usahanya hanya setengah-setengah justru akan dibunuh dan kekuasaannya akan ditumbangkan oleh AS.

Contoh sudah membuktikan bahwa terbunuhnya pemimpin Irak, Saddam Hussein dan pemimpin Libya, Muammar Gaddafi oleh militer AS karena kedua pemimpin yang semula sangat berkuasa di negaranya itu telah gagal mewujudkan program senjata nuklirnya.

AS memang cenderung tidak melakukan tindakan yang gegabah terhadap negara-negara yang sudah memiliki senjata nuklir tapi berusaha keras menghancurkan negara yang sedang berusaha memiliki persenjataan nuklir.

Kim Jong Un yang menyadari bahwa kepemilikan persenjataan nuklir Korut merupakan satu-satunya cara untuk tetap berkuasa dan sekaligus ‘’ditakuti’’ AS tidak punya pilihan lain kecuali terus menerus mengancam AS agar tidak mengalami nasib seperti Libya dan Irak.

Kim Jong Un sebenarnya juga menyadari jika militer Korut bukan merupakan tandingan militer AS dan sekutunya.

Pasalnya jika pecah peperangan Korut pasti akan kalah. Oleh karena itu para pengamat militer dunia bisa mempredeksi bahwa Korut tidak akan menyerang AS duluan.

Tapi menunggu serangan dari AS sehingga Korut memiliki legitimasi untuk melakukan serangan bela diri menggunakan senjata nuklirnya.

Oleh karena itu untuk memancing agar militer AS mau melaksanakan serangan militer duluan, Korut pun terus menerus mengancam AS dan memamerkan uji peluncuran rudal balistiknya.

(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)

Militer AS bukannya tidak terpancing oleh aksi provokasi Korut yang dilakukan secara terus-menerus itu dan diprediksi akan makin meningkat di tahun 2018 ini.

Menurut Kepala Staf Angkatan Bersenjata AS, Laksamana Mike Mulen, seperti dikutip oleh cnn.com, pada tahun 2018 ini potensi perang nuklir antara AS dan Korut sebenarnya memang makin mendekat.

Pasalnya upaya penyelesaian secara damai antara AS dan Korut sama sekali tertutup sehingga hanya opsi militer yang bisa dipilih.

Senator AS dari Partai Republik, Lindsey Graham termasuk yang setuju terhadap pendapat Laksamana Mulen karena kemungkinan AS melancarkan serangan militer ke Korut di tahun 2018 makin meninggi.

‘’Kemungkinan besar Presiden Trump akan memerintahkan serangan militer ke Korut di tahun 2018 ini. Jika itu terjadi akibatnya memang akan sangat mengerikan (extreme danger)’’ ujar Graham ketika diwawancarai oleh CBS News pada hari Minggu (31/12/2017).

(Baca juga: Tupolev PAK-DA Pengebom Nuklir Siluman Rusia, Malaikat Maut yang Bikin Gentar Negara Barat)

Artikel Terkait