Bila kita mengunjungi Museum Fatahillah di Jakarta sekarang, maka menyaksikan penjara-penjara di bawah tanah yang ada dalam museum itu masih dapat kita rasakan sedikit kengerian tadi.
Dan sekarang bagaimana kalau Raja Mataram menjatuhkan hukuman terhadap musuhnya?
(Baca juga: Buah Maja, Rasanya Ternyata Tidak Sepahit Akhir Kisah Majapahit)
Ditikam sendiri
Seorang Raja menjatuhkan pidana mati terhadap penjahat atau musuh kerajaan lainnya adalah soal biasa. Begitulah paling sedikit yang kita dengar atau baca dalam ceritera. Raja-raja Mataram pun melakukan hal yang sama.
Kadang-kadang ia menikam sendiri musuhnya dengan sebilah keris seperti yang dilakukan Sunan Amangkurat II terhadap Trunojoyo.
Akan tetapi lebih sering sang Raja mengutus salah seorang punggawanya melaksanakan eksekusi itu. Sebagai bukti bahwa eksekusi telah dilaksanakan, punggawa tadi biasanya akan membawa kepala si korban ke hadapan Raja.
Anehnya, seringkali seorang terhukum yang menerima putusan Raja yang dibawa punggawa tadi sama sekali tidak menolak atau memberontak, meskipun ia seorang Bupati atau Pejabat Tinggi lainnya.
la akan pasrah dan rela ditikam untuk kemudian dipenggal kepalanya, seolah-olah memang telah menjadi suratan nasibnya menjalani hukuman itu.
Kitapun yang sering mendengar atau membaca dongeng-dongeng sedemikian itu jadi terbiasa pula, meskipun tuduhan yang ditimpakan oleh Raja hanya soal sepele saja. Hati kita baru "tergugah" bila cara melaksanakan eksekusi itu begitu kejam menurut pandangan sekarang.
Misalnya saja, nasib yang dialami seorang pegawai VOC bernama Antonio Paulo. la ditawan di Jepara tahun 1631 bersama dengan 24 orang temannya.
Pada tahun 1634 ia dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung dengan jalan melemparkannya ke dalam kandang buaya. Ketika tahun 1646 dilakukan pertukaran tawanan antara VOC-Mataram, ternyata ke 24 orang rekan Antonio Paulo tidak ada lagi.
Kemungkinan besar mereka juga menjadi umpan hewan-hewan ganas tadi.
Berikut ini adalah beberapa contoh cara pelaksanaan hukuman mati di Mataram yang diambil dari beberapa dongeng.
(Baca juga: Wajib Bangga! Desa Penglipuran di Bali Masuk Tiga Desa Terbersih di Dunia)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR