Advertorial

Kisah Rose Kennedy tentang Bagaimana Repotnya Melahirkan di Rumah, Mendidik 9 Anak Sendiri, serta Menahan Perasaan saat Berbagai Tragedi Menimpa

Moh Habib Asyhad

Editor

Dengan anak yang terus lahir bertubi-tubi, sementara suami lebih banyak bertugas di kota lain, anak menjadi dunia Rose sehari-hari.
Dengan anak yang terus lahir bertubi-tubi, sementara suami lebih banyak bertugas di kota lain, anak menjadi dunia Rose sehari-hari.

Intisari-Online.com – Rose dan Joseph Kennedy memutuskan menikah pada Oktober 1914. Dalam waktu kurang dari 5 tahun, lahir Joe Jr, Jack (John F. Kennedy), Rosemary, dan Kathleen.

Mereka memutuskan menjual rumah pertama mereka di 83 Beals Street (kini museum) dan pindah ke rumah yang lebih besar di 131 Naples Road.

Di sanalah Eunice, Patricia dan Bobby (Robert F. Kennedy) lahir.

Kemudian kita tahu, menyusullah Jean dan terakhir Ted (Edward M. Kennedy).

Setiap kali ia melahirkan, Joe selalu memberi Rose hadiah istimewa. Misalnya saja, menyusul lahirnya Jean, ia memberikan tiga buah gelang berlian.

(Baca juga:Untuk Ibu yang Mulai Menua, Mengajaknya Konsumsi 5 Makanan Bisa Jadi Hadiah di Hari Ibu)

(Baca juga:Hari Ibu, Menteri Susi ‘Ancam’ Tenggelamkan Mereka yang Tak Ingat Ibunya)

Pernah juga hadiah itu berupa tur ke Eropa. Namun, meski dalam bukunya Times to Remember Rose sama sekali tidak menyinggung masalah kesetiaan suami, masyarakat tahu Joe yang belakangan aktif sebagai produser di Hollywood punya pendamping tetap bintang layar putih nan jelita Gloria Swanson.

Dengan anak yang terus lahir bertubi-tubi, sementara suami lebih banyak bertugas di kota lain, anak menjadi dunia Rose sehari-hari.

Seperti yang dikatakan Eunice, "Ibu membesarkan dan melatih kami selagi kami kecil. Baru setelah kami beranjak dewasa, ayah yang mengambil alih."

Di masa tuanya Rose menyimpulkan sendiri, "Bagiku, membesarkan anak itu bukan cuma tanda cinta dan kewajiban, tetapi profesi yang sama menarik dan menantangnya dengan profesi mulia lainnya. Profesi yang menuntut segala kemampuanku yang terbaik.”

Seberapa repotnya melahirkan dan membesarkan 9 anak?

Rose selalu melahirkan di rumah, kecuali kedua anaknya yang terakhir.

Begitu dipastikan hamil, ia memesan perawat terlatih, yang sekitar hari "H" harus siap dipanggil sewaktu-waktu Rose merasakan kontraksi.

Ongkos dokter dan perawatan pra dan pascakelahiran plus pertolongan saat melahirkan 125 dolar AS. Si perawat, yang tinggal untuk merawat baik ibu dan anak sampai sekitar 2 minggu, mendapat honor 25 dolar AS seminggu.

Sementara itu, tempat tidur Rose sendiri dipindahkan ke dekat jendela yang paling terang (bila siang), atau sudut yang paling terang di kamar (bila malam).

Pembantu rumah tangga dan perawat mempersiapkan: stok seprai bersih, handuk, es, dan apa saja yang diperintah dokter, terutama banyak ember dan ceret berisi air panas.

(Baca juga:Sejarah Penetapan 22 Desember Sebagai Hari Ibu dan Pergeseran Makna yang Terjadi)

(Baca juga:Di Thailand Hari Ibu Dirayakan Dengan Bersedekah ke Biksu, Berikut Perayaan Hari Ibu di Berbagai Negara)

Bagi Rose, kehadiran suami saat ia melahirkan tidaklah terlalu penting. Kemandiriannya tercermin dalam banyak hal lain. Bahkan, justru selama membesarkan sembilan anak itulah Rose belajar bagaimana menjadi seorang eksekutif.

Diakuinya, ia memang beruntung mempunyai pembantu dan pengasuh, serta kondisi ekonomi keluarga yang amat baik.

Namun siapa pun setuju, membesarkan 9 anak dengan begitu "profesional" seperti yang dilakukan Rose; pastilah jauh dari sederhana.

"Mukjizat" ritsleting

Perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan. Itulah yang amat dibutuhkan. Memang ia jarang harus mengganti sendiri popok anak-anaknya, tapi ia harus mengawasi selalu tersedianya popok berkualitas baik, bahwa popok diganti pada waktunya dan dicuci bersih.

(Selama 20 tahun popok tidak pernah absen berjajar di kebun belakang rumah keluarga Kennedy.)

Pada musim dingin, popok yang dijemur membeku sehingga harus dibiarkan lumer dulu dan dikeringkan lagi sebelum disimpan.

Biasanya ia suruh sampirkan popok-popok itu di atas radiator uap pemanas ruangan.

Belum lagi botol dan dot yang harus dicuci dan direbus, juga penyiapan makanan bayi. Jangan sampai kegiatan ini bertubrukan dengan kegiatan koki.

Ritsleting, bagi Rose "adalah semacam "mukjizat" teknologi juga. Maklumlah, selama sebagian besar masa tugasnya mengurus anak, orang baru mengenal kancing jepret, kancing biasa dan kancing hak.

Di musim panas, mernang tak terlalu masalah, tapi di musim dingin, ketika semua anak mengenakan celana panjang dengan amat banyak kancing, tahulah repotnya!

Belum lagi kancing selalu bertanggalan, dan terkadang cukup sulit mencari gantinya yang sesuai. Karena Rose senang menjahit, ialah yang sibuk dengan kegiatan mengelim, menjahit, atau menisik.

(Baca juga:48 Jam Setelah John F. Kennedy Meninggal, Lee H. Oswald, Pelaku Pembunuhan Kennedy, Menyusul ke Alam Baka)

(Baca juga:Apakah John F. Kennedy Sudah Mempunyai Firasat Atas Kematiannya?)

Namun beranda depan yang selalu menghiasi rumah-rumah di AS masa Itu merupakan anugerah tersendiri.

Dengan disekat-sekat, jadilah beranda yang selalu berpagar dan berpintu itu "taman bermain". yang aman bagi anak-anaknya, yang dikelompokkan sesuai usia.

Di samping bisa bergerak bebas, menghirup udara segar, mereka dapat berkomunikasi dengan alam sekitar, menyapa tukang susu, tetangga, tukang pos, atau polisi.

Untuk gampangnya, Rose juga menyusun semua data pribadi tentang tiap anak dalam kartu file dan indeks. Setiap Sabtu malam anak ditimbang!

Bila 2 minggu berturut-turut bobotnya turun, menu si anak diubah dan kegiatan fisiknya dikurangi. Sudah tentu jadwal vaksinasi, pemeriksaan mata dan gigi juga termasuk.

Ketika suaminya diangkat menjadi duta besar di lnggris, bocor juga soal kartu file ini di media Inggris. Mereka menyebutnya: "Inilah efisiensi Amerika."

Padahal bagi Rose itu pemecahan logis dari kepusingannya semata.

Di mana anak-anak Kennedy belajar berpidato begitu lancar dan fasih dalam mengemukakan pendapat? Di meja makan. Untuk itu Rose memasang sebuah papan buletin yang telah ditempeli guntingan koran atau majalah.

Anak-anak yang sudah bisa membaca diharapkan akan membacanya, meski sekilas, dan akan mengeluarkan entah komentar, pertanyaan, ketidaksetujuan, apa saja, di meja makan.

Rose pun membantu mengembangkan pembicaraan. Misalnya, sesuatu tentang Florida bisa membuat Rose bertanya dari mana asalnya nama itu, apa artinya.

Karena perbedaan usia yang jauh, sehingga minat pun amat beragam, belakangan meja makan anak-anak yang kecil dipisahkan dari yang besar.

Bayangkan saja, ketika Joe Jr. sudah lulus dari Harvard, Ted kecil baru 6 tahun dan baru belajar membaca.

Diterpa tragedi

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, sejak 1941, tragedi mulai menghantam keluarga Kennedy.

Mulanya Rosemary yang cacat mental itu menjadi lumpuh akibat bedah saraf yang dilakukan untuk memperbaiki perangainya yang sering mengamuk. Ia harus dititipkan di rumah cacat mental.

Namun siapa pun tak menyangka ketika Joe Jr., anak kebanggaan suaminya, tewas dalam tugas pada tahun 1944.

Sebulan kemudian, suami Kathleen, anaknya yang ke-4 juga dinyatakan tewas di medan perang.

(Baca juga:Dokumen Rahasia Pembunuhan John F. Kennedy Akhirnya Dirilis, Beberapa Diblokir Donald Trump)

(Baca juga:Saat John F. Kennedy Mengembalikan Jam Pemberian Presiden Meksiko)

Apa kata Rose? "Kata orang, waktu menyembuhkan luka. Tapi menurut saya tidak. Waktu hanya menutupinya dan mengurangi sakitnya, tapi luka itu sendiri tidak pernah sembuh."

Rose kehilangan Kathleen tahun 1948 yang tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Diangkatnya Jack Kennedy sebagai presiden AS, boleh dikata salah satu puncak kebahagiaan keluarga Kennedy.

Namun saat Jack tewas ditembak di Dallas 22 November 1963, bolehlah dikatakan Rose seperti dijatuhkan dari langit.

Namun apa yang terjadi pada hari ia menerima kabar?

"Saya tidak akan dipatahkan oleh tragedi," begitu tekadnya di hati. Ketika 6 Juni 1968 Bobby pun terbunuh dalam kampanye pemilihan presiden, reaksi Rose tak jauh berbeda.

Di dalam hati ia mengeluh, "Lord have mercy! Oh, Bobby, Bobby, Bobby", tapi di luar yang nampak hanyalah seorang ibu berusia 78 tahuh yang berusaha tegar dengan membereskan kamar.

Setelah kematian Bobby, kondisi Joe menurun drastis sampai 18 November 1969 ia pun meninggal pada usia 81 tahun.

Saat itu Rose berlutut di sebelahnya sambil menggenggam tangannya. Joe memang sudah bertahun-tahun menderita akibat stroke.

Hidup yang panjang dengan pengalaman pahit manis yang bagi sebagian orang barangkali terlalu dramatis untuk disebut nyata, malah membawa Rose pada kesimpulan yang terdengar cukup sederhana.

"Andaikan Tuhan akan mengambil semua berkah, kesehatan, kebugaran, kekayaan, kecerdasan dan meninggalkan hanya satu pemberian padaku, maka yang kupilih adalah iman. Dengan iman, aku yakin akan dapat menanggung kehilangan semua yang lain. Dan tetap merasa bahagia." (LW)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1995)

Artikel Terkait