Advertorial
Intisari-Online.com -Pada Agustus 2006 berlangsung pertempuran sengit antara pasukan Israel dan para pejuang Hizbullah di Lebanon.
Peperangan antara dua kekuatan militer yang tidak seimbang itu seharusnya dimenangkan oleh militer Israel yang didukung oleh jet-jet tempur mutakhir dan tank andalannya bernama Merkava.
Tapi dalam pertempuran yang berlangsung selama 34 hari dan berakhir dengan gencatan senjata itu, pasukan Israel ternyata harus mengakui keunggulan para pejuang Hizbullah.
(Baca juga:Dan Halutz, Jenderal yang Membuat Malu Militer Israel Setelah Kalah Bertempur Melawan Hizbullah)
Apalagi sejumlah tank Merkava yang menjadi simbol kejayaan militer Israel di medan tempur berhasil dirontokkan oleh rudal-rudal canggih yang dimiliki para pejuang Hizbullah.
Peperangan dahsyat antara pasukan Israel dan pejuang Hizbullah sebenarnya tidak terjadi begitu saja karena memiliki latar belakang sejarah tersendiri.
Pada akhir 1989 perang saudara yang berkecamuk selama 15 tahun di Lebanon berhenti atas jasa mediasi pihak Arab Saudi dan AS.
Pihak-pihak yang bertikai pun sepakat untuk menandatangani surat perjanjian damai yang kemudian disahkan kembali pada tahun 1991.
Suriah yang ikut berperan besar dalam proses perjanjian itu selanjutnya mendapat tugas untuk mengawal poroses perdamaian.
Tugas utama pasukan Suriah adalah melucuti senjata sejumlah milisi yang semula bertikai seperti milisi Phalangis, Druze, Al-Amal, dan lainnya.
Tapi secara diam-diam pasukan perdamaian Suriah menerapkan taktik akal bulus dengan tidak melucuti persenjataan kelompok Hizbullah yang berada di Lebanon Selatan.
Alasannya, kelompok Hizbullah ini tidak terbukti terlibat dalam perang saudara Lebanon dan lebih mengutamakan penggunaan senjatanya untuk memerangi pasukan Israel yang masih menduduki sejumlah wilayah di Lebanon.
(Baca juga:Ayatollah Khomeini, Pencetus RevolusI Iran yang Gigih Memerangi AS dan Israel Sampai Akhir Hayatnya)
Israel pun menjadi sangat kecewa atas sikap pasukan perdamaian Suriah yang sangat merugikan pihaknya itu.
Tanpa berpikir panjang pasukan Israel pun kemudian melancarkan serangan besar-besaran ke Lebanon Selatan dengan tujuan menghancurkan kekuatan Hizbullah dan menarik simpati rakyat Lebanon.
Namun serangan Israel ke Lebanon justu menimbulkan kehancuran dan membuat marah rakyat Lebanon yang kemudian malah mendukung Hizbullah.
Roket-roket Hizbullah pun makin banyak menghujani wilayah Isarel sehingga membuat pemerintah Isarel frustasi.
Pada bulan Juli-Agustus 2006 pasukan Israel kembali melancarkan serangan besar terhadap Hizbullah, suatu strategi tempur yang menandakan pasukan Israel tidak belajar dari pengalaman sebelumnya.
Pemerintah Israel makin tidak mendapat simpati, dan pejuang Hizbullah yang saat itu dalam kondisi lebih siap benar-benar berhasil menunjukkan taringnya.
Di sisi lain operasi intelijen yang dilancarkan para pejuang Hizbullah juga berlangsung efektif.
Serbuan pasukan Israel yang sangat agresif dan brutal serta banyak memakan korban jiwa penduduk Lebanon yang tidak bersalah dengan cepat diberitakan oleh media Hizbullah di tingkat lokal, nasional, hingga internasional.
Kekejaman pasukan Israel pun makin mendapat kecaman internasional sebaliknya para pejuang Hizbullah makin mendapatkan legitimasi dari rakyat Lebanon dan bahkan dunia internasional.
Sayap pelayanan Hizbullah secara intelijen juga melaksanakan langkah taktis, korban luka segera ditolong dan diberi sejumlah uang untuk menjamin kehidupannya.
Dunia pun memuji aksi sosial para pejuang Hizbullah ini sekaligus membuat para pemuda yang sebelumnya merasa enggan terhadap Hizbullah menjadi tidak ragu-ragu lagi untuk bergabung.
Dengan menerapkan taktik intelijen yang efektif efesien itu pamor Hizbullah makin bersinar.
Meskipun pihak Hizbullah dan penduduk Lebanon banyak kehilangan korban.
Mereka secara politik bisa dikatakan telah memenangkan perang mengingat simpati dan perhatian dunia internasional yang demikian besar.
Perang Hizbullah-Israel benar-benar telah menjadi kekalahan telak bagi Israel baik secara politik maupun militer.
Dari sisi politik serbuan agresi Israel ke Lebanon bisa disejajarkan dengan serbuan AS ke Irak yang ditandai dengan melemahnya dukungan sekutu AS.
Sedangkan dari sisi militer, agresi Israel juga ditandai dengan perlawanan mematikan dari Hizbullah.
BACA JUGA:Menyeramkan! Pesawat Kiriman CIA Ini Sering Terbang di Langit Indonesia Tanpa Pernah Terdeteksi
Perlawanan yang membuat pasukan tank Israel ditarik mundur dan peperangan harus berhenti dengan gencatan senjata.
Bisa disimpulkan bahwa militer Israel sudah berubah kualitasnya.
Kekuatan militer Israel yang selama ini dianggap amat superior dibandingkan kekuatan militer negara-negara Arab, seperti terbukti dalam Perang Enam Hari dan Perang Yom Kippur, telah menyusut kehebatannya.