Advertorial
Intisari-Online.com – Beruntunglah para wanita saat ini.
Mereka bisa leluasa memilih lingerie (pakaian dalam) untuk segala keperluan, untuk pemakaian sehari-hari atau menjelang peristiwa tertentu, semisal pernikahan.
Masih banyak terjadi kesalah pahaman hingga hari ini, seolah pemakaian lingerie hanya untuk menyenangkan mata suami.
Padahal kebutuhan akan barang ini dibuat lebih untuk menyenangkan pemakainya sendiri.
(Baca juga:6 Jenis Lingerie Seksi untuk Mendorong Gairah Seks Pasangan)
(Baca juga:Lupakan Lingerie Mahal, Pria Justru Melihat Wanita Lebih Seksi saat Gunakan Piyama)
Sebelum menjadi bagian dari kebutuhan wanita, lingerie punya sejarah panjang dan cerita tersendiri.
Sebelum kedatangan agama Kristen, para wanita tak punya waktu untuk menikmati pakaian dalam milik mereka.
Pakaian dalam saat itu berupa korset yang amat ketat sehingga menekan payudara.
Bisa dibilang, masa itu merupakan kemunduran dan wanita tak mendapat dukungan dari pihak mana pun.
Pada abad pertengahan, represi seksual makin menjadi-jadi. Pakaian dalam merefleksikan hal itu.
Korset dibuat dari besi yang berefek meratakan bentuk payudara hingga tidak memperlihatkan tonjolannya sedikit pun.
Memang melangsingkan pinggul dan menutupi dada, namun membuat penampilan wanita dan lawan jenisnya nyaris tak ada beda.
Zaman Renaissance membawa angin perubahan. Bentuk pakaian dalam mulai menekankan pada lekak-lekuk feminin wanita.
Tak heran jika saat itu tubuh yang ideal ibarat bentuk jam pasir. Para wanita berlomba mendapatkan tubuh seperti itu.
Meski bahan besi ditinggalkan, korset kala itu masih menekan dan ikatannya sangat kuat.
(Baca juga:Tanpa Menguji Terlebih Dahulu, Terkadang Kita Terlalu Mudah Menilai dan Menghakimi Hidup Orang Lain)
(Baca juga:Menurut Sains, Zaman Dahulu Bumi Memiliki Lebih dari Dua Kutub, Bagaimana Bisa?
Tekanan sangat kuat itu sering membuat tulang iga patah atau melenceng. Banyak perempuan tak leluasa bernapas alias sesak dada.
Di abad ke-18 barulah keadaan agak membaik. Bentuk pakaian dalam tidak hanya satu pilihan. Ada pilihan lain yang lebih menarik dan nyaman saat dikenakan.
Pakaian dalam lantas didesain untuk mencapai efek itu.
Walaupun korset masih dibuat dari tulang insang ikan paus yang tentunya masih kaku dan tetap berat, korset-korset saat itu mulai dihiasi pita, renda, dan sulaman yang ramai dan ruwet.
Kata lingerie pertama kali dicetuskan dalam bahasa Inggris di tahun 1835. Diambil dari kata dalam bahasa Prancis kuno, linge.
Kata itu sendiri sebetulnya dari turunan bahasa Latin, yang berarti terbuat dari linen.
Di akhir dari abad ke-18, para dokter bersuara lantang mengenai risiko korset yang desainnya membatasi gerak.
Nah, dari sini, korset yang tidak membatasi gerak diperkenalkan. Selanjutnya, memasuki abad ke-19, terjadi revolusi besar-besaran pakaian dalam.
Tuntutan dokter didukung penuh para konsumen yang tentunya para wanita. Mereka menginginkan korset yang lebih kecil, tidak membatasi gerak, lebih praktis, serta gampang dikenakan sehingga memudahkan mereka bernapas.
Bentuk pakaian dalam yang mereka inginkan berupa bentuk yang saat ini kita kenal dengan nama brassiere (di Indonesia dikenal dengan sebutan BH) yang dalam bahasa Prancis berarti sokongan.
Itulah masa penting dalam sejarah pakaian dalam.
Selama Perang Dunia I mulai banyak wanita yang bekerja. Mereka membutuhkan pakaian dalam yang praktis.
BH menjadi pilihan paling nyaman sesuai kondisi dan lingkungan tempat kerja mereka.
(Baca juga:Berencana Memberi Hadiah Lingerie Seksi? Ini Tipsnya!)
(Baca juga:Shoya Imada, Pencuri Pakaian Dalam Wanita yang Memiliki 600 Lingerie di Rumahnya)
Pembuatannya lebih bersifat fungsional dan fokusnya makin jelas, yakni lebih sebagai pendukung penampilan.
Seiring dengan berubahnya tren, pakaian dalam juga berkembang menjadi lebih praktis, dapat dipakai sesuai kebutuhan.
Mirip tata rias, lingerie pun tak dapat dipisahkan dari wanita.
Nah, sekarang dada-dada rata tidak lagi menjadi pilihan. Pakaian dalam saat ini lebih menonjolkan sisi-sisi femininitas.
Bahkan di Jakarta mulai diperkenalkan BH sesuai ukuran dan bentuk payudara yang lebih spesifik dari pemiliknya. (Dari pelbagai sumber/Nis)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2006)