Advertorial
Intisari-Online.com – Telepon genggam atau smartphone telah mengusai segala aspek kehidupan manusia di dunia.
Percaya atau tidak, kini smartphone dan kode QR (QR code) juga menjadi bekal para pengemis untuk mendapatkan rezeki.
Para ‘pengemis modern’ ini beraksi di kota Jinan, Provinsi Shandong, China, terutama di tempat-tempat wisata.
Selain berbekal mangkuk atau kaleng, mereka juga membawa sebuah ponsel atau cetakan kode QR di sepotong kertas.
(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN
Cetakan kode itu diselubungi plastik bening (dilaminating) dan diberi tali gantungan untuk leher.
Siapa saja yang punya aplikasi Alipay, WeChat Wallet, atau aplikasi pembayaran lainnya dapat memindai kode untuk memberi sumbangan.
Apakah para penggemis ini memang benar-benar mempunyai ponsel? Tidak semuanya sih.
Salah satu pengemis yang menarik perhatian media adalah seorang pria dengan penyakit mental.
Ia dibekali secarik kode QR oleh keluarganya setiap kali mengemis.
Meskipun demikian, tampaknya pengemis dengan kode QR ini dimanfaatkan sebagai pendapatan tambahan bagi orang yang tidak beruntung itu.
Dilansir dari perusahaan perdagangan digital China Channel, banyak pengemis di Beijing mendapat bayaran dari pebisnis setempat.
Para pengemis akan dibayar untuk setiap pindaian kode QR dari penderma.
Perusahaan menggunakan hasil pindaian itu untuk mengumpulkan data profil WeChat.
(Baca juga:Disuruh Operasi dan Berobat, Pengemis Kaya Raya Ini Tidak Mau karena Takut Rezekinya Hilang)
Kemudian data itu dijual ke perusahaan lain dan akibatnya pemilik data itu akan dihujani iklan-iklan.
Setiap pindaian kode QR akan dihargai antara 0,7 sampai 1,5 yuan atau setara Rp1.300 hingga Rp2.800.
Bila mengemis selama 45 jam per minggu, dalam sebulan rata-rata pengemis bisa menghasilkan 4.536 yuan atau setara Rp8,9 juta!
Sekadar tahu, jumlah itu merupakan gaji minimal pekerja di China.
Hal ini memang terdengar aneh bagi orang asing yang datang ke China.
Namun, perlu dicatat, China mungkin merupakan negara yang nyaris perekonomiannya sedikit menggunakan uang tunai.
Dan kode QR adalah menjadi alasan untuk digunakan.
(Baca juga:Sebenarnya, Siapa yang Kaya dan Siapa yang Pengemis?)
Barcode dua dimensi berwarna hitam-putih itu digunakan dalam berbagai transaksi, mulai dari berbelanja di toko sampai memberi tips kepada pelayan restoran.
Kode QR juga digunakan untuk memberikan semacam uang tunai dalam acara pernikahan.
Kenyataannya, pembayaran secara mobile ini di China jumlahnya 50 kali lebih banyak dibandingkan dengan Amerika Serikat, yang pada 2016 saja mencapai 112 milyar dolar.
Menurut peneliti perilaku konsumen, Chen Yiwen, China tengah menuju suatu ‘ekonomi berkode’.
“China mulai bertransisi ke perekonomian bebas tunai lebih cepat dari yang dapat dibayangkan, menjadi besar karena barkode dua dimensi yang menyebar secara viral. Hal itu menciptakan sebuah perekonomian baru berbasis pada kode pindaian,” jelas Chen Yiwen.
(Baca juga:Salut, Wanita Ini Keliling Negeri ‘Hanya’ untuk Mencukur Rambut Para Gelandangan)
Yang menarik, pengemis di dunia barat menyusul tidak jauh di belakang pengemis China, dalam hal pembayaran secara mobile.
Dilansir dari MyJoyOnline, Senin (11/12), beberapa tahun lalu, seorang pengemis profesional Damien Preston-Booth, menjadi headline di media.
Ia menggunakan sebuah alat pembaca kartu (card reader) mobile dan menerima sumbangan lewat kartu kredit.