Dan baru-baru ini saya sempat mengunjungi beberapa teman lama di komunitas Idaho itu dan saat itulah saya tahu bahwa Mr. Miller baru saja dipanggil oleh Tuhan.
Teman-teman saya ingin pergi memberikan penghormatan terakhir pada Mr. Miller, saya pun setuju untuk menemani mereka.
Setibanya di rumah duka kami menemui kerabat almarhum dan memberikan kata-kata penghiburan yang kami bisa.
Di depan kami ada tiga orang pemuda. Yang satu memakai seragam tentara dan dua lainnya berpotongan rambut yang rapi, pakaian gelap, dan kemeja putih, terlihat sangat profesional.
Mereka mendekati Nyonya Miller, yang berdiri tenang dan tersenyum melihat peti mati suaminya.
Masing-masing pemuda itu kemudian memeluknya, mencium pipinya, berbicara sebentar dengannya, dan mendekati peti mati.
Mata Nyonya Miller yang biru berkabut mengikuti gerak mereka, satu demi satu. Masing-masing pemuda itu berhenti sebentar dan meletakkan tangannya yang hangat di atas tangan pucat yang dingin di dalam peti mati itu.
Kemudian mereka masing-masing meninggalkan rumah duka dengan gontai, sambil menyeka matanya.
Giliran kami datang menemui Nyonya Miller. Saya mengatakan kepadanya siapa saya dan mengingatkannya akan ceritanya bertahun-tahun lalu dan apa yang telah ia ceritakan tentang suaminya soal barter dengan kelereng.
Dengan matanya berkilat, ia meraih tanganku dan menuntunku ke peti mati itu.
“Ketiga pemuda yang baru saja pergi adalah anak laki-laki yang pernah saya ceritakan beberapa tahun lalu. Mereka mengatakan kepada saya bagaimana mereka menghargai hal-hal yang mereka ‘perdagangkan’. Sekarang, akhirnya, ketika Jim tidak dapat mengubah pikirannya tentang warna atau ukuran, mereka datang untuk membayar hutang mereka.”
“Kami tidak pernah memiliki banyak kekayaan di dunia ini,” katanya, “tapi saat ini, Jim menganggap dirinya adalah orang terkaya di Idaho.”
Dengan kelembutan penuh kasih, ia mengangkat jari-jari suaminya yang tak bernyawa. Di bawahnya, ada tiga kelereng merah yang indah.
Demikianlah. Kita tidak akan dikenang oleh kata-kata kita, tetapi dengan perbuatan baik kita.
Hidup tidak diukur dengan napas yang kita ambil, tetapi pada saat-saat kita menarik napas.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR